Saya teringat apa yang disampaikan oleh seorang yang saya jumpai di suatu
terminal. Seseorang yang menurut kesaksiannya tidak beribadah ke Gereja selama
52 Tahun. Ia terbiasa menghantarkan orang pergi ke Gereja, namun ia tidak
pernah sampai di dalamnya. Ia berkata kepada saya, bahwa dalam setiap
langkahnya ia yakin bahwa Tuhan menyertainya. Keyakinan yang menurut saya
menjadi pelajaran yang baik dalam hidup saya. Mengingat perjumpaan saya
dengannya, sangatlah menakutkan. Saya melewati suasana yang gelap dan sempit.
Bahkan suara botol plastik yang saya injak membuat saya gemetaran. Tapi ketika
bapak tersebut menyampaikan hal itu, saya semakin yakin bahwa Tuhan bekerja,
Tuhan mendengar dan Tuhan bersama kita. Keyakinan yang mungkin pula ada dalam
diri seorang Petrus dan jemaatnya. Hal ini saya lihat dari beberapa sikap yang
muncul dalam teks
Pertama, sikap Petrus untuk tidur tenang adalah sikap yang
menurut saya menarik sekali untuk dibahas. Mengapa? Karena sikap tersebut
menunjukan ketenangan dan kepercayaan yang penuh, bahwa Tuhan melihat situasi
dan kondisinya. Walaupun saya menyadari, bila Petrus tidak bisa tidur tenangpun
saya akan memakluminya. Karena ketidaknyamanan tidur ditempat yang berbeda,
bahkan dikaitkan dengan dua rantai. Bahkan bila dipikir-pikir lebih lagi, ada
peristiwa Yakobus yang juga mati di pemerintahan yang sama. Sementara banyak orang tidak mampu melakukan
hal tersebut. Banyak orang yang mungkin tidak terpenjara seperti Petrus, tetapi
mereka terpenjara di balik dinding putih di rumah sakit, karena terserang oleh
penyakit yang sudah sangat kronis. Ada banyak orang yang dipenjarakan oleh
berbagai macam kesulitan dan persoalan hidup sehari-hari. Baik itu persoalan
dalam kehidupan rumah tangga, pekerjaan, ekonomi, studi dan lain sebagainya.
Suatu kondisi yang membuat seorang merasa tidak berdaya dan amat tersiksa
bahkan untuk tidur tenang seperti yang Petrus lakukan pun tidak sanggup. Apa
yang memebedakannya? Menurut saya yang membedakanya adalah soal iman dan
keyakinan pada rancangan Tuhan. Itu yang membedakanya dengan orang-orang yang
untuk tidur saja, sangat susah.
Kedua sikap yang menarik dari peristiwa ini, ketika Petrus
dipenjara. Jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah. Apakah mereka tidak
mampu untuk bersuara? Apakah mereka tidak mampu untuk memberontak. Dalam Kis
2:41, disebutkan jumlah mereka bertambah 3000 orang, setelah mendengarkan
kesaksian Petrus mengenai Yesus. Lalu apakah 3000 orang ini jumlah yang sedikit
untuk memberontak kepada pemerintahan saat itu? Saya rasa jumlah tidak sedikit.
Tapi itu bukanlah pilihan jemaat untuk merespon tindakan yang dilakukan oleh
Raja Herodes. Mereka lebih memilih berdoa dan menyerahkannya kepada Tuhan.
Sikap yang sangat menarik. Karena tidak dituliskan bahwa ini menjadi pilihan
terakhir (lih. Kis 12:5). Apakah setiap orang mampu menjadikan doa sebagai
pilihan utama dari persoalan kehidupan? Pengalaman saya memperlihatkan
bagaimana banyak orang menjadikan doa sebagai pilihan terakhirnya. Makanya
sering kali saya mendengar orang berkata “Kita sudah berusaha, dokter sudah
bekerja. Sekarang tinggal doa kita lagi lah yang mampu menolong”. Padahal,
Yakobus 5:16b menyatakan bahwa “Doa orang yang benar, bila dengan yakin
didoakan, sangat besar kuasanya”. Jika doa saja menjadi pilihan terakhir,
apakah kita sudah benar-benar mengungkapkan setiap doa kita dengan yakin pula
pada Tuhan? Saya justru meragukannya. Walaupun setiap orang dengan yakin mampu
mengatakan bahwa kuasa Allah tidak terbatas pada logika dan pikiran manusia.
Tapi kehidupan sehari-hari, logika dan pikiran manusia menjadi suatu yang
paling pertama. Sementara Petrus tidak bisa keluar dengan logika dan pikiran
manusia, ia keluar karena Tuhan yang mendengar setiap doa umatnya. Tuhan
mendengar dan bekerja sesuai dengan kehendaknya yang terbaik. Ia tidak pernah
terlembat. Dia membebaskan Petrus tepat pada malam sebelum Petrus di jatuhi
hukuman pada keesokan harinya.
Terakhir, respon Jemaat ketika berjumpa dengan Petrus yang telah
bebaspun menjadi menarik perhatian saya. Karena, Petrus tidak merasa bahwa
dirinya sedang melarikan diri, tetapi berangkat. Dan Jemaat saat itupun tidak
menyangka akan kehadiran Petrus. Respon yang sangat menarik dari mereka, karena
bagi saya respon ini adalah hasil dari doa yang tidak memaksakan kehendak.
Berserah secara penuh dan total. Tidak peduli tentang jawaban apa yang akan
diberikan Tuhan pada setiap jawaban doa mereka. Sehingga mereka dapat merasakan
kejutan-kejutan yang indah dari pada Tuhan.
Lalu bila renungan ini dikembalikan kepada hidup kita. Apakah kita
benar-benar merasa didengarkan? Apakah kita benar-benar merasa bahwa Tuhan
bekerja atas kita? Apakah kita benar-benar yakin bahwa Tuhan bersama dengan
kondisi dan situasi seperti apapun kita?
Tahukah kita? Jika kita bangun pagi hari ini dengan tubuh yang sehat.. maka sebenarnya kita lebih diberkati daripada jutaan orang yang tidak dapat bertahan hidup pada minggu ini. Jika kita tidak pernah merasakan bahaya perang, kesepian dipenjara, atau menderita kelaparan.. maka kondisi kita lebih baik daripada 500 juta orang di dunia. Jika kita berdoa kemarin dan hari ini.. kita adalah orang yang jarang ditemui karena kita percaya Tuhan mendengar dan menjawab doa kita.
Bila kita hidup, kita hidup untuk Tuhan dan jika kita mati, kita mati untuk
Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Lalu mengapa untuk
tidur saja kita tidak nyenyak?
Seorang yang saat ini sedang bermasalah dalam keyakinan dalam keluarganya,
memberikan pelajaran yang berharga pula buat saya. Ia mengatakan bahwa ia
secara KTP tidak lagi hidup dalam agamanya. Istri dan anak-anaknya melakukan
kewajiban agama yang berbeda dengan kita. Namanya Imanuel, bahkan untuk
memegang namanya saja, ia merasa berat. Tetapi, dia menjadi seorang yang
membuat saya tersenyum dengan yakin bahwa Tuhan tetap bekerja, mendengar dan
bersamanya. Itu ketika dia berkata bahwa dalam setiap masalahnya Yesus selalu
memberikan ketenangan, mungkin tidak jawaban yang sesuai dengan ia harapakan.
Tapi ketenangan itu ada dalam diri Yesus. Terlepas dari semua kesalahanya,
terlepas dari semua situasinya. Ia mampu lebih sering tidur dengan nyenyak
beralaskan bangku-bangku penumpang dalam bus tanpa istri dan anak-anaknya.
Sementara ada banyak orang yang diizinkan untuk tidur di kasurpun tidak mampu
tidur lebih nyenyak darinya.
Komentar
Posting Komentar