Orang Beriman Melihat Kemanusiaan dan Hukum (Galatia 2:16-20 dan Ibrani 11:1-6)


Setiap orang itu menginginkan untuk menjadi seorang yang beriman, seorang yang dikatakan beriman tentu bukanlah seorang yang mampu untuk tidak berbuat salah, tetapi karena mau menerima undangan Kristus untuk menjadi anak-anak Allah. Orang-orang yang diundang tentu bukanlah karena usahanya kepada Tuhan, sehingga Tuhan memberikan undangan itu kepadanya. Sebaliknya, undangan itu diberikan kepada manusia atas dasar anugerah Tuhan untuk manusia. Sehingga pertanyaannya, justru “Maukah manusia menerima undangan itu? Sehingga respon yang aktif juga diterima dari manusia kepada Tuhan.
      Sebab, seperti apa yang disampaikan dalam teks kita saat ini. Bahwa setiap orang dibenarkan bukan karena semua hal yang telah dilakukannya pada hukum Taurat. Tetapi karena iman, setiap orang mampu mendapatkan belas kasihan yang datangnya dari pada Tuhan. Dengan Iman juga setiap orang bisa menjadi berkenan bagi Allah. Sehingga dengan perkenan Tuhan ini, setiap orang mampu untuk tetap hidup.
      Bagi beberapa teolog mengatakan bahwa hidup dan mati yang dikatakan dalam teks ini, memiliki hubungan dengan kata “surga” dan “neraka”. Tentu saya juga tidak mengingkari hal ini. Tapi saya ingin lebih melihat hal ini dalam kehidupan kita saat ada di dunia ini. Sebab Paulus merasakan kematian karena Hukum Taurat. Bukan karena dia memang sedang, benar-benar mati. Sebab ada banyak mereka yang hidup dalam suatu hukum dan aturan tidak benar-benar mampu hidup. Mengapa? Karena kehidupannya terlalu terkekang dan dipenjara oleh banyak aturan-aturan. Karena  itu, orang-orang seperti ini melihat segala sesuatunya berdasarkan aturan bukan kemanusiaan. Itulah yang satu hal yang terjadi bagi Paulus ketika ia hidup berdasarkan Hukum Taurat. Ia sulit menerima kebenaran yang datangnya dari Kristus. Seperti saat kisah kematian Stefanus, aa melihat segala sesuatunya berdasarkan Hukum Taurat secara harafiah, tidak memiliki belas kasihan dan merajam Stefanus menuju kematiannya. Ia tidak membukakan hatinya pada kasih yang datangnya dari Kristus. Sangat beruntung, Paulus bisa bertaubat dan menerima kebenaran itu. Sementara masih banyak orang yang sengaja memenjarakan dirinya dan membunuh dirinya dengan Hukum Taurat.
      Tentu yang menjadi pertanyaan apakah Yesus benar-benar menghapuskan Hukum Taurat? Apakah Kasih mengabaikan Hukum Taurat? Apakah Kemanusian benar-benar lebih penting dari Hukum Taurat? 
Iman membuat setiap orang mampu menjalankan Hukum Taurat, sebab Hukum Taurat yang datangnya dari Tuhan, terlalu sempurna untuk benar-benar mampu diikuti dan diterima oleh manusia. Tapi melalui iman dan belas kasihan dari Tuhan, setiap orang dimampukan untuk itu. Karena hanya dengan hal ini, maka setiap orang benar-benar bisa menerima dan memahami semua yang Sang Misteri itu sampaikan dan harapkan dalam kehidupan manusia. Sehingga ketika semua hal ini sudah mampu untuk kita terima kita akan melihat hukum, tradisi dan segala aturan yang ada dengan cara yang berbeda. Hukum dan peraturan itu kita gunakan dalam semangat kasih dan kemanusiaan. Sehingga hal ini akan berguna untuk memberi kekuatan yang lemah, untuk membantu menyadarkan kekeliruan orang lain, untuk menggugah kepedulian, juga untuk memberi keberanian mereka yang benar. Karena itu juga, hukum akan selalu berdampingan pada pengampunan dan kerelaan. Sama seperti Allah yang memberikan kasihnya kepada manusia, daripada harus menghukum orang manusia, ia lebih memilih mengampuninya dengan memberikan diriNya menjadi korban kudus untuk setiap dosa manusia dalam rupa Yesus.

Komentar