Orang Kristen, koq Berpuasa?


Banyak anggota jemaat yang mengalami kebingungan dalam hal berpuasa. Mereka kerap mendengar dari banyak orang Kristen dari denominasi lain bahwa berpuasa menjadi sesuatu hal yang menentukan level dari keimanan dan bahkan kerohanian seseorang. Namun benarkah demikian? Atau pertanyaan lainnya bagaimana dan seperti apa Gereja-Gereja yang tidak terbiasa berpuasa menanggapi puasa? Apakah di Gereja-gereja yang menyebut dirinya mainstream tidak ada puasa? Lalu mengapa dan bagaimana jemaat harus berpuasa? Mungkin inilah yang menjadi pertanyaan-pertanyaan yang akan coba akan kita tinjau secara bersama.

Sebelum kita meninjau secara lebih jauh mengenai Puasa sendiri, baiklah kita pelajari lebih teliti mengenai Yoel 1:1-20, yang mengisahkan keadaan orang Israel waktu itu yang sangat memperihatinkan. Secara manusia tidak ada lagi alasan untuk berharap, sampai-sampai “Para petani menjadi malu, tukang-tukang kebun anggur meratap karena gandum dan karena jelai, sebab sudah musnah panen ladang. Pohon anggur sudah kering dan pohon ara sudah merana; pohon delima, juga pohon korma dan pohon apel, segala pohon di padang sudah mengering. Sungguh, kegirangan melayu dari antara anak-anak manusia.” (Yoel 1:11-12). Bisa kita bayangkan betapa hebat penderitaan yang mereka alami. Hasil ladang mereka musnah. Tiada jalan lain selain datang dan berseru-seru kepada Tuhan memohon belas kasihanNya, dan inilah jalan untuk dapat dipulihkan, yaitu berpuasa dengan sungguh. “Adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah para tua-tua dan seluruh penduduk negeri ke rumah Tuhan, Allahmu, dan berteriaklah kepada Tuhan.” (Yoel 1:14). Dengan kata lain, puasa digunakan oleh orang Israel sebagai wujud dari perkabungan yang dialami oleh orang Israel saat itu, sehingga Tuhan mau memberikan kasih karuniannya kepada umatnya saat itu. Yang menjadi pertanyaan adalah haruskah kita mendramtisir segala sesuaut agar Tuhan mau memberikan kasih karuniannya kepada kita? Apakah puasa itu seperti media sosial yang dijadikan sebagai tempat curhatan tentang masalah dan pertengkaran seseorang agar orang lain melihat dan berempati kepada kita? Jika tidak, lalu apa arti puasa?

Saya seorang yang berjemaat di GBKP? Dari penelusuran yang saya temukan dalam konpen GBKP tahun 2005-2007,dituliskan bahwa GBKP juga memperbolehkan kegiatan ini sebagai bentuk Latihan Rohani, untuk semakin menghayati dan mengenang kembali seluruh pelayanan Yesus. Dalam Matius 6:1-18, Yesus mengajar murid-muridNya mengenai tiga kewajiban yang saling berkaitan; memberi sedekah, berdoa dan berpuasa. Dalam setiap kewajiban tersebut yang terutama ditekankan oleh Yesus adalah motivasi di balik kebiasaan tersebut. Yesus juga memperingatkan mengenai kecenderungan manusia untuk melakukan suatu kegiatan agama hanya supaya dilihat orang. Dengan kata lain, motivasi menjadi suatu hal yang penting ketika kita ingin melaksanakan puasa.

 Berpuasa merupakan momen yang tepat untuk menyadari ketidakberdayaan kita di hadapan Tuhan dan menyadari bahwa hidup kita sangat bergantung pada topangan tangan Tuhan. Ketika kita berpuasa kita tidak hanya memohon sesuatu secara biasa-biasa saja. Kita sungguh-sungguh mencari wajah Tuhan. Hal ini tidak berarti bahwa kita tidak perlu sungguh-sungguh pada waktu tidak puasa. Kita tetap harus bersungguh-sungguh dalam setiap doa, tetapi puasa memiliki tingkat kesungguhan yang lebih tinggi. Kita bukan sekadar memohon, tetapi mencari Tuhan. Ada usaha yang lebih besar yang harus kita lakukan ketika berpuasa. Secara sederhana saya mengatakan puasa sebagai bentuk penyerahan secara total kepada tangan Tuhan. Karena itu pula maka puasa bukanlah sebagai tujuan, melainkan sebuah instrumen. Bahkan dari hal ini, kita menyadari pula bahwa puasa juga bukan sesuatu yang sifatnya memaksa kehendak Tuhan. Puasa tidak memaksa Allah untuk mengabulkan permohonan kita. Tanah liat tak dapat memerintah Pembuatnya (Rm 9:19 -21)

Berapa lama kita harus berpuasa? Jawabannya tidak ada batasan batasan yang baku. Sebelum berpuasa, berdoalah dulu sampaikan rencana ibadah itu: Ams 3:5,6. Puasa adalah latihan badani dan rohani. Roh Kudus akan memberitahu di dalam hati tentang berapa lamanya kita perlu berpuasa. Yang terpenting, ketika kita sudah berjanji untuk ingin berpuasa maka jangan pernah mengingkarinya. Gal 6:7. Alkitab mencatat lama waktu puasa dalam beberapa bagian seperti:
- 1 hari: Im 23:32; Hak 10:26 10:26
- 3 hari : Ez 10:6; Est 4:16; Kis 9:9
- 7 hari: 1 Sam 31:13 - 21 hari: Dan 10:3 Dan 10:3
- 40 hari: Ul 9:9,18; Mat 4:2 9:9,18; Mat 4:2


Puasa dapat total (tanpa makan-minum): Mat 4:2; Mat 4:2; Kel 34:28 atau berpantang makanan / minuman tertentu: Dan 10:3 Dan 10:3
Puasa harus diisi dengan doa, merendahkan diri, sesali dosa, memuji dan menyembah Tuhan, membaca Firman, pelayanan kasih : Dan 9:3; Dan 9:3; 1 Sam 7:6; 1 Sam 7:6; Yes 58:3 Yes 58:3- 7; Maz 1:2; 22:4; 1:2; 22:4; Yos 1:8

Kemudian bila kita melihat Ezra 8:21-23 bagaimana Sikap Ezra di sini sedikit berbeda dengan Nehemia yang memimpin rombongan bangsa Yehuda selanjutnya. Nehemia mau menerima perlindungan yang disediakan oleh raja (Nehemia 2:9). Para sarjana berdebat tentang perbedaan ini. Beberapa menganggap Ezra bersalah karena sombong secara rohani. Beberapa yang lain melihat Nehemia sebagai orang yang lemah imannya. Sebagian yang lain memilih jalan tengah dengan cara tidak mau membandingkan kualitas iman Ezra dan Nehemia.

Kita tidak tahu persis mengapa Ezra menolak dikawal oleh tentara raja. Apakah raja tidak memberikan tawaran kepada Ezra sama seperti dia memberi tawaran kepada Nehemia karena Nehemia adalah pemimpin politik (Nehemia 10:1)? Mungkin! Tetapi kita tidak dapat memastikan. Kemungkinan besar Ezra juga mendapat tawaran pengawalan. Kita sebaiknya memang menyadari bahwa pergumulan iman setiap orang berbeda-beda. Ezra adalah ahli kitab, sedangkan Nehemia adalah tokoh politik. Kita tidak boleh menuntut mereka menunjukkan bukti iman yang sama. Kesediaan Nehemia untuk dilindungi tentara tidak menunjukkan bahwa dia kurang beriman. Hal ini mungkin sekadar prosedur normal pada waktu itu yang harus ditaati oleh Nehemia dalam kapasitasnya sebagai tokoh politik.

Dalam tulisan Dale Cannon yang berjudul Six Ways of Being Religious , menjelaskan ada 6 cara (tipologi) beragama yang dapat ditemukan dalam setiap orang dan dalam semua agama termasuk di kekristenan Cara-cara tersebut adalah : The way of Sacred Rite (cara ritus yang sakral), The way of Right Action (Cara tindakan yang benar), The way of Devotion (cara devosi atau pemujaan), The way of Shamanic Mediation (cara mediasi atau pengantaraan syamanik), The way of Mystical Quest (cara pencarian mistik), dan The way of Reasoned Inquiry (cara penyelidikan yang bernalar). Orang-orang yang terbiasa dengan doa dan berpuasa, masuk dalam kategori devosi.

Adapun yang ingin saya sampaikan disini, bahwa setiap orang memiliki caranya masing-masing. Pada bahan ini, seluruh jemaat diajak untuk berdoa dengan cara (tipologi) beragamanya masing-masing. Sesuai dengan tipe kepribadiannya masing-masing pula. Tanpa ada pemaksaan dalam bentuk apapun itu. Jangan sampai kita jatuh pada sikap ritualisme yang memisahkan doa dan ibadah dari kehidupan pekerjaan sehari-hari. Padahal, praktik ritual yang sehat justru harus muncul sebagai eksperesi iman yang autentik yang dilakoni di dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, entah itu berupa bersyukur atau ratapan, pengakuan iman atau pengharapan. Pada saat kita mengerjakan sesuatu sebagai doa, sesungguhnya kita tengah menyapa Allah di setiap detik kehidupan kita. Selayaknya Ezra yang tidak memisahkan perjalanan pulangnya dengan doa yang dilakukannya bersama-sama dengan rombongan. Itulah sesungguhnya apa yang ingin dikatakan oleh Martin Luther King, Jr., “Menjadi seorang Kristen tanpa doa sama tiak mungkinnya dengan kehidupan tanpa bernapas.” Dengan cara lain Oswald Chambers berkata, “Doa adalah napas hidup orang Kristen; bukanlah apa yang membuatnya hidup, namun bukti bahwa ia hidup.

Komentar