KRISTEN DAN KATOLIK MENIKAH, BISAKAH?



Kisah ini bermula dari pengalaman saya sebagai seoran calonteolog, yang pernah jatuh cinta pada seorang wanita Katolik. Tapi sepertinya, sangat sulit untuk memperjuangkannya. Bukan karena aku berhenti berjuang, tapi karena perkataan yang ia sampaikan;

“Aku benar2 ga enak ngomongnya, tp yasudah aku beranikan, biar kam jg ga berlarut2 dan bertanya2 kenapa aku jd begini.Jujur bg aku suka sama kam, kam baik, perhatian, pengertian, selalu berusaha mengerti dan mau mendangarkan, jujur semua yg ada di kam aku suka, tapi yg mengganjal di hatiku adalah aku ga bisa kalau tidak di khatolik bg 😢”

Itulah, pesan terakhir yang ia sampaikan untukku, sampai akhirnya aku memiliki keinginan untuk menulis hal ini. Sebut saja namanya senja, karena aku tidak pernah menyukai kepergian dari senja. 

Saya memang memulainya dengan perkataan ini, sebab aku ingin semua orang melihat tulisan ini dengan cinta. Bukan dengan kelembagaan, aturan Gereja, terlebih penafsiran dari pemuka-pemuka Agama yang menganggap dirinya lebih daripada Tuhan.

Benar, bila seorang yang bijaksana harus melihat sesuatu dengan cinta dan aturan. Sebab bila salah satu darinya diabaikan, maka akan terjadi satu keputusan yang keliru. Saya menyetujuinya, tapi saya sendiri bukanlah seorang yang termasuk dalam bagian dari Seorang yang Bijaksana itu. Sebab, setiap orang yang "mengaku bijaksana", kadang melupakan cinta itu. Walau tidak jarang orang-orang yang demikian berkata bahwa dia tidak melupakan cinta.

Kristen dan Katolik, memiliki kepercayaan yang sama. Tapi menggunakan cara dan kegiatan-kegiatan yang berbeda, ketika keduanya menyembah dan menumbuhkan imannya. Tapi di dalam Kristen juga, ada banyak sekali perbedaan dalam hal cara dan kegiatan yang mereka lakukan untuk menumbuhkan imannya masing-masing. Bayangkan saja, bila semua Bapa Gereja juga memunculkan dan anggapan, bahwa mereka memiliki agamanya masing-masing. Bukankah di Indonesia akhirnya akan ada banyak sekali agama yang tercipta? Sebab, cara seorang Lutheran, Calvinis, Methodist, Menonite, Balai Keselamatan, Gereja Advent, ataupun Saksi Yehuwa sekalipun; itu sangatlah berbeda dan bahkan ada begitu banyak sekali doktrin dan dogma yang kalau diperhatikan justru akan saling mendiskriminasi satu dengan yang lainnya. 

Jadi, hal yang wajar bila saya sering melihat radikalisme yang paling berkembang itu, justru dalam kalangan Kristen dan Katolik. Hanya saja, hal ini tidak terlalu terlihat oleh banyak orang. Sebab semua menerima dirinya sebagai seorang Kristen saja, dan seolah-olah mengabaikan hal ini, walau sebenarnya mereka sadari itu juga.

Karena itu menyematkan seseorang yang menikah dan berpindah dari Kristen ke Katolik ataupun sebaliknya, sebagai seorang yang berpindah agama ataupun mengingkari imannya. Itu juga bukanlah hal yang etis, sebab mereka tidak berpindah Agama. Apa yang mereka imani dan percayai adalah Kristus. Bahkan Kristuslah yang menjadi kepala dari Gereja Katolik dan Kristen. Lalu mengapa tubuhnya saling menyalahkan dan malah memisahkan diri dari yang satu dengan yang lainnya. Padahal mereka, bukan berpindah Agama, melainkan berpindah Gereja

BERHENTI! Untuk mendiskriminasi mereka! Sebab menyebut mereka berpindah Agama dan mengingkari imannya, akan sangat berpengaruh pada cara pandang kita melihat kedua insan ini.

Tapi apakah dengan demikian, saya langsung berkesimpulan bahwa Kristen dan Katolik bisa menikah? Tentu tidak! Beberapa artikel yang saya baca, ketika membahas hal ini akan terfokus pada pertimbangan bahwa; Menikah bukan soal penyatuan dua insan saja, tapi keluarga juga. Bahkan tidak jarang ada kesaksian yang menceritakan tentang bagaimana pernikahan kedua insan dari Katolik dan Kristen yang akhirnya membuat mereka semakin tidak beriman, sebab antipati kepada Gerejanya masing-masing. Atau bahkan tidak sedikit orang yang menulis dan membahas hal ini, dan menceritakan semua masalah yang terjadi itu dikarenakan “KARMA”. Sungguh, saya tidak memahami apa itu “KARMA” dan apa hubungannya dengan pernikahan seorang Katolik dan Kristen.
Tapi rasanya juga tidak etis, bila mengabaikan semua pemikiran itu begitu saja. Namun, berhenti pada kesimpulan itu saja, juga rasanya tidak baik juga. 

Sebab saya berfikir demikian; Apakah mereka yang tidak ke Gereja adalah orang-orang yang level imannya lebih kurang dari seorang yang rajin Gereja? Apakah mereka tidak Gereja, karena semakin tidak percaya pada Tuhan, atau mereka tidak mendapatkan tempat untuk dipercaya dan dianggap sebagai manusia yang paling hina dalam persekutuan? Dalam keluarga, juga misalnya? Inilah alasan utama bagi mereka yang terkadang mengasingkan diri dari persekutuan. Bukan karena mereka yang mengasingkan dirinya, tetapi karena mereka yang didiskriminasi atas nama BAPA GEREJA.

Cinta itu adalah anugerah. Jika memang cinta itu diberikan kepada sepasang insan, maka Tuhan tidak pernah salah dalam menganugerahkan cinta itu. Bahkan orang lainpun tidak bisa, beranggapan bahwa perasaan yang dimiliki kedua insan itu juga sesuatu yang salah. Sebab, kita sendiripun tidak memahami dan memiliki alat untuk mengukur mana anugerah yang benar dan salah.

Karena itu pula, untuk sahabat yang sedang merasakan dan memperjuangkan cinta itu. Tetaplah dalam perjuangan itu, anda dan pasangan anda tidak perlu membuktikan diri anda benar. Tapi bangunlah cinta itu dan biarkan Tuhan ikut ambil bagian untuk merancangkan kehidupan anda dan pasangan. Karena perjuangan Tuhan, bukan perjuangan keAgamaan. Tapi perjuangan Kristus adalah Cinta yang dia bagikan untuk setiap dari kita, bisa merasakannya. Rayakanlah cinta itu, dan bagikanlah cinta itu. Tuhan memampukan semuanya.


Komentar