Menjadi Anak Sulung ?


Dalam suatu artikel yang calonteolog.com pernah baca, dituliskan bahwa ada seorang ayah yang mewariskan sebuah toko kepada anaknya. Dalam perjalanan waktu, ayah tersebut yang merupakan seorang duda kemudian mendapatkan pasangan baru dan ia menikah; setelah ia menikah kemudian terjadi perubahan dalam pikiran sang ayah, maka ayah tersebut kemudian bermaksud untuk mengambil alih wasiat yang sudah dituliskannya dan diberikannya ke noratis. Lalu apa yang terjadi? Akhirnya ayah dan anak masuk ke ranah hukum untuk memperebutkan toko yang sekarang menjadi sengketa. Perseteruaan ini akhirnya berakhir dengan kondisi baik si ayah maupun si anak akhirnya tidak ada yang mendapatkan hak atas toko tersebut sebab mereka harus menjual toko tersebut dan menggunakan uang mereka untuk melunasi tagihan baik untuk penasehat hukum maupun "ongkos lainnya" diseputar kasus mereka.

Dari kisah ini, si penulis menutupnya dengan refleksi demikian;
Sungguh menggelikan, namun itulah manusia; kita bisa berubah dan keputusan kita bisa bergantung pada situasi dan kondisi. Namun Tuhan, tidak seperti itu; ia adalah Allah yang tidak berubah, ia adalah Allah pencipta langit, bumi, dan manusia yang telah mengasihi manusia sejak semula bahkan sejak kekekalan. Percayakah anda bahwa Tuhan tetap mengasihi kita? percayakah anda bahwa Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi kita?

Sungguh, awalnya calonteolog.com setuju dengan pandangan yang demikian. Tapi saat calonteolog.com melihat surat Yakobus. Sepertinya tidak demikian pula hasilnya. Refleksi dalam surat Yakobus menghantarkan calonteolog.com kepada pemikiran bahwa Iman pun dapat “mati”, bila terus melakukan dan mengharapkan segala sesuatu dari keinginan kita. Bukan berarti kita tidak boleh memiliki “keinginan” atau “mimpi”. Tetapi, sering kali tiap-tiap orang justru dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut (Yak 1:14-15). Dengan kata lain, Tuhan memang tidak berubah, Ia tetap mengasihi kita anak-anakNya. Tetapi anak-anakNya yang membuat dirinya tidak lagi layak menerima mahkota kemuliaan yang datang dari Allah. Itulah refleksi calonteolog.com yang berbeda dari artikel yang calonteolog.com baca.

Dari pemahaman ini juga, calonteolog.com mengajak saudara menyadari, sepertinya dalam surat Yakobus juga ada beberapa orang yang mempertanyakan sesuatu yang sering dipertanyakan oleh saudara saat ini juga, seperti; Benarkah bahwa cobaan itu datangnya dari Tuhan? Tentu refrensinya mungkin dari apa yang terjadi dengan Ayub.

Bila kita kembali pada kitab Ayub, saudara bisa mendapatkan pemahaman bahwa Tuhan tidak memberikan Ayub rancangan kecelakaan, tetapi Iblislah yang melakukannya. Hanya saja, calonteolog.com tidak ingin kita terlalu memfokuskan pada Kitab Ayub. Sebab calonteolog.com pikir hal ini, sudah menjadi tugas para teolog untuk menelitinya lebih lanjut. Karena kecurigaan calonteolog.com bukan berdasarkan dari kisah Ayub, melainkan beberapa dari kita saat ini yang justru sering kali menjadikan Tuhan ataupun Iblis menjadi kambing hitam atas semua hal yang terjadi dalam hidup ini. Tuhan ataupun Iblis dianggap paling bertanggung jawab atas semua cobaan dan masalah yang datang dalam hidup ini.

Seperti seorang yang mengingini wanita lain dalam hidupnya, padahal dia sudah memiliki istri. Dengan gampangnya mengatakan, Tuhan mengapa engkau mengizinkan cinta ini hadir dalam hidupku? Sungguh, terlalu saudara yang pernah mempertanyakannya. Ataupun kisah laki-laki yang berjudi sampai harus menghabiskan uang nafkahnya dan membela dirinya dengan mangatakan bahwa dirinya Khilaf dan digoda oleh Iblis.

Dalam beberapa kasus yang berbeda, mungkin saudara juga melakukannya. Karena itu menarik, bila kita melihat dalam Yakobus 1:13-18 memberikan kita suatu pengertian, bahwa itu bukan dari Tuhan. Sebab Tuhan selalu berkehendak yang baik untuk manusia. Namun manusia sulit berhikmat dalam hidupnya. Sehingga Yakobus menasihatkan agar setiap yang membaca tulisannya untuk meminta hikmat dari Tuhan.

Tahukah saudara, menurut calonteolog.com seorang yang berhikmat tidak akan menyibukkan dirinya untuk mencari terlebih melihat-lihat kesalahan orang lain, Tuhan ataupun Iblis. Hanya untuk membenarkan dirinya. Sebab mereka yang demikian tidak akan menjadi seorang seperti yang diharapkan dalam tulisan Yakobus, yakni mencapai titik tertentu menjadi seorang Anak Sulung di antara semua ciptaanNya. Karena mereka yang terus menerus menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi dalam hidupnya, tidak pernah meminta hikmat terlebih belajar dari kesalahan yang dia perbuat. Alhasil, kehidupannya tidak pernah berkembang sama sekali.

Menarik dalam salah satu artikel yang dimuat dalam www.dosenpsikologi.com mengenai 15 fakta dari seorang anak sulung. Calonteolog.com mengambil 3 fakta yang layak untuk kita pelajari, terlebih hidupi dalam diri kita;  

1. Pribadi Kuat
Menurut artikel tersebut, Anak Sulung selalu kuat, bukan hanya dilihat dari fisik. Tetapi penulis melihat kekuatan yang dimiliki Anak Sulung ada pada mental dan kepribadian. Sehingga dalam segala permasalahan, ia lebih mampu menghadapinya dibandingkan dengan yang lain

2. Pemecah Masalah
Menurut artikel tersebut, Anak Sulung harus terbiasa menjadi jembatan komunikasi. Sehingga, orang tua akan memberikan pemahaman terlebih dahulu kepada Anak Sulung kemudian, dirinya akan menjadi corong atau jembatan agar yang lainnya paham.

3. Bijaksana
Menurut artikel tersebut, Anak Sulung sering menjadi tempat untuk yang lainnya konsultasi. Sebab dipercayai bahwa dirinya memiliki banyak sekali ilmu dibanding dengan yang lainnya, sehingga dari ilmu tersebut, Anak Sulung dapat memberikan saran yang bijak bahkan menjadi penengah.


Tentu, Yakobus tidak memaksudkan “Anak Sulung” disini secara harafiah. Mungkin pula diantara saudara ada yang tidak menyetujui hal ini. Tapi tiga dari 15 fakta yang dimuat dalam artikel tersebut harusnya dimiliki oleh setiap orang yang percaya. Tentu, hal itu didapatkan dari Firman yang kita bagikan dan hidupi dalam keseharian kita. Sebab, hanya dengan Firman setiap orang percaya dapat lebih kuat melalui pencobaan. Tak hanya kuat, dengan Firman, saudara bisa menjadi pemecah solusi pada setiap hal yang terjadi dalam hidup saudara ataupun sekitarnya. Sebab saudara selalu meminta petunjuk dan hikmat dari Tuhan, bukan berdasarkan ego diri saudara. Sehingga dari semua hal itu, kita juga layak disebut sebagai Bijaksana. Bukan karena kuat kita, tetapi karena Firman yang hidup dalam diri kita membawa saudara untuk berfikir lebih positif dan fokus bukan kepada masalahnya tetapi pada potensi dan solusi yang ada. Sehingga saat semua itu terwujud dalam diri saudara, saat itu juga kita sampai pada tingkat seperti penulis Yakobus sampaikan.

Komentar