Refleksi Mazmur 127:1-2
Dalam satu waktu, suatu keluarga memutuskan
untuk berpindah dari rumah yang selama ini dia tempati ketempat yang lainnya. Namun,
karena penempatannya mendadak dan harus bergegas untuk pindah maka keluarga tersebut
memutuskan untuk menyewa Apartemen, sampai mereka menemukan rumah yang sesuai untuk mereka tinggali. Salah satu karyawan apartemen sedang asik
berbicara dengan seorang anak kecil dari keluarga tersebut. Dalam percakapannya,
karyawan apartemen tersebut berkata kepada anak kecil itu;
“Adik kecil dari mana?”, kata
karyawan tersebut
“kami dari Rumah Pil Pil (Satu
daerah di tanah Kab Deli Serdang)”, jawab anak tersebut
“Wah, senang bisa kenal sama adik ya.
Semoga, Bapak langsung dapat rumah barunya ya” kata karyawan tersebut
“Hahaha, kami sudah punya Home
kak. Tapi saat ini kami sedang mencari House untuk menempatkan My Home di
dalamnya”
Sungguh, jawaban itu membuat karyawan
itu tertegun sedikit. Tentu bukan karena anak rumah pil-pil yang pintar
membedakan Bahasa inggrisnya Home dan House. Tapi karena anak kecil itu benar
benar merasakan keluarganya benar-benar sebagai rumah terbaiknya.
Adakah diantara kita juga
benar-benar bisa merasakan hal yang sama seperti anak tersebut?
Suatu rumah tidak dilihat dari
besar kecilnya. Sebab begitu banyak rumah besar yang justru bukan tempat yang
dirindukan oleh beberapa orang. Karena merasa tidak ada suasana yang dia
harapkan. Ya demikianlah yang dimaksudkan anak tadi. Bahwa, sekalipun dia belum
memiliki rumah dalam bentuk bangunan (House), tapi baginya dia sudah memiliki
rumah yang telah dia ciptakan bersama dengan Bapak dan Mamaknya.
Calonteolog.com sering ditanyakan,
bagaimana cara menghilangkan stress dari masalah-masalah yang sering dihadapi
dalam dunia ini. Tentu calonteolog.com bukanlah seorang teolog yang pintar menjawab
seperti para teolog lainya yang menggunakan ayat-ayat Alkitab. Calonteolog.com
justru sering menyarankan untuk orang-orang untuk pulang dan tidur ke dalam
rumahnya.
Ternyata hal ini, bagi beberapa
orang sangat efektif. Tapi pernah juga ada seseorang yang menggunakan tips yang
sama, saat memberikan nasihat kepada seorang bapak. Namun nasibnya tidak
seberuntung calonteolog.com. Sebab tips yang diberikan itu ternyata membuat
istri si Bapak marah-marah kepadanya. Karena dari tips yang diberikannya, membuat si Bapak justru sering tidak pulang ke rumah. Usut punya usut
ternyata si Bapak yang mengikuti tips tersebut tidurnya bukan ke rumah yang dia
bangun bersama istrinya. Tapi malahan ke rumah selingkuhannya. 😊
Sungguh cerita ini, hanya fiktif
belaka dan tidak baik untuk ditiru. Sebab yang ingin calonteolog.com sampaikan
bukan soal tidur dirumah istri atau selingkuhan. Apalagi untuk berselingkuh, itu
sangat tidak dianjurkan.
Tapi yang calonteolog.com ingin anjurkan, bahwa keluarga
Kristen harus bisa benar-benar menciptakan suasana rumah di dalam rumahnya. Jangan
sampai rumah tidak lagi menjadi rumah, karena sikap-sikap baik antara suami dan
istri, ataupun antara orangtua dan anak.
Tentu hal ini bukan soal siapa yang menciptakan,
sebab sering kali suasana dalam rumah menjadi tanggung jawab besar seorang
istri. Misalnya seorang Bapak yang sering kali melampiaskan semua emosi dan
capeknya dari luar masuk ke dalam rumahnya. Ujung-ujungnya istri ataupun
anak-anaknya sering kali malas untuk menyambut Bapaknya pulang ke rumah. Takut
menjadi pelampiasan dari Bapaknya. Sementara yang disalahkan justru si Istri yang katanya tidak bisa menciptakan suasana rumah yang diidamkan di dalamnya.
Untuk itu calonteolog.com dengan
tegas mengatakan bahwa ini sungguh-sungguh tanggung jawab bersama dalam anggota
keluarga. Sebab bila setiap anggota keluarga menyadari bahwa Tuhan yang membangun, maka
Tuhan membangunnya diatas dasar kasih. Untuk itu, sangat ironi bila yang tinggal
di dalamnya hanya menjadikan rumah sebagai tempat pelampiasan dari apa yang
telah ia alami di luar rumah. Bukan pula untuk terus-terus berpura-pura di
dalam rumah, seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
Karena setiap anggota keluarga juga
akan menghadapi problem ketika berada di luar rumah. Seperti problem pekerjaan,
konflik dengan orang lain, anak-anak mengalami problem di sekolah dengan
teman-temennya. Walaupun mengalami banyak problem, ketika tiba di rumah,
masing-masing anggota keluarga saling mendukung satu sama lain, peroblem yang
ada bisa terselesaikan. Rumah merupakan tempat untuk menyelesaikan konflik,
tempat untuk belajar dari kesalahan yang ada juga bisa merupakan tempat untuk
mempraktekkan kasih dan pengampunan setiap anggota keluarga. Nah,
dengan demikian, setiap anggota keluarga bisa merasakan Home didalam House yang
dimilikinya.
Terakhir, calonteolog.com juga
teringat tentang bagaimana Bapak dari calonteolog.com yang sangat
mempertahankan rumah orangtuannya untuk tidak dibagikan menjadi miliki
saudara-saudaranya. Bukan karena bapak dari calonteolog.com ingin memiliki rumah
tersebut. Tetapi baginya, rumah itu harus menjadi kenangan dan tempat untuk
keluarganya berkumpul, apabila ia pulang bersama calonteolog.com ke kampung Bapak. Mengingat
bapak calonteolog.com di usia mudanya sudah merantau dari kampung. Sehingga kenangan
dan nilai-nilai yang dia dapatkan dalam rumah itu sepertinya tidak boleh hilang
dan hanya menjadi miliki salah satu dari saudaranya. Sebab itu milik bersama dan
menjadi kenangannya bersama saudara-saudaranya, terlebih untuk menceritakan kembali tentang bagaimana
dirinya dibentuk oleh Tuhan dan kakek-nenek sampai saat ini kepada
calonteolog.com
Ya, Jadikan rumah kita
sebagai tempat untuk mengenang dan mengingat hal-hal yang telah Tuhan lakukan
dalam keluarga kita. Beritakanlah dan ajarkanlah kebesaran-kebesaran Tuhan kepada anak-anak
kita turun-temurun. Mungkin waktu akan membuat rumah kita akan direnovasi dan
mengalami banyak perbaikan. Tapi bila suasana itu diwariskan secara terus
menerus kepada anak-anak kita. Maka, rumah itu tetap abadi dan juga bisa
menjadi kesaksian yang nyata bagaimana Tuhan telah hadir dan membangun rumah di
dalam rumah yang kita tempati saat ini. Bahkan, sekalipun bila rumah itu telah
hilang. Tapi warisan tentang bagaimana Tuhan telah hadir dan membangun rumah
itu tetap selalu nyata dan dikenang dalam diri anak-anak terlebih orang-orang
yang hadir dan melihatnya.
Komentar
Posting Komentar