MENJADI BIJAK TANPA HARUS “MEMIJAK” KEPALA DIRI SENDIRI. APALAGI “MEMIJAK” KEPALA ORANG LAIN



Ketika calonteolog.com membaca pesan dari Yakobus 3:13-18, disadari pesan ini sangat sederhana bahkan mudah untuk ditangkap secara harafiah. Karena memang jelas, setiap orang diajak untuk tidak sekedar memetingkan diri sendiri dan  tidak menenamkan iri hati dalam dirinya. Semua orang memahaminya, tapi calonteolog.com agak ragu pada aplikasinya. Sebab, sering kali kita mudah membaca sesuatu dan beranggapan paham pada pesan yang disampaikan. Tapi, sebenarnya tidak benar benar paham dengan paham dengan pesan yang kita inginkan. Tentu, calonteolog.com juga tidak beranggapan bahwa apa yang ditulis dalam artikel ini sebagai pesan yang mutlak. Sebab bagi calonteolog.com tidak ada kebenaran yang mutlak selain dari pada Tuhan sendiri. Karena itu para teolog sering berkata bahwa “teologi itu hidup dan berkembang”. Hal ini yang calonteolog.com pikir untuk baik dilakukan dan dihidupi dalam setiap membaca pesan-pesan yang tersirat dan tak tersirat di dalam Alkitab.

Kita mulai dengan quote dari Tan Malaka yang terkenal dan sangat sering di posting dalam media sosial saat ini, yakni;

“Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali"
 Adapula pepatah perancis yang juga mengungkapkan pesan yang sama seperti quote Tan Malaka ini; demikian bunyinya when you critizing others, at the same time, you are introducing your own personality. Siapa diantara kamu yang berbijaksana? Buktikan bijaksanamu yang sungguh lewat kelemah-lembutanmu.

Sekalipun pesan ini dari kata-kata yang bijaksana ini baik. Tetapi calonteolog.com malah melihat bahwa hal ini justru sering kali juga gagal dalam pengaplikasiannya. Salah satu moment yang calonteolog.com lihat, terjadi pada para mahasiswa teologi yang melakukan pembelaan kepada Dosen Teologinya, dari akun media sosial yang justru memiliki pandangan berbeda dari Dosen Teologinya tersebut. Ya, persis terjadi seperti apa yang disampaikan dalam quote dari Tan Malaka. Para mahasiswa teologi tersebut beranggapan dirinya lebih pintar sehingga berusaha untuk memberikan argument-argumen yang mendukung Dosen Teologinya. Namun, apakah usaha tersebut berhasil? Tidak! Akun media sosial tersebut malah menertawakan para mahasiswa teologi tersebut.

Mengapa? Ada beberapa faktor yang menentukan pastinya. Salah satunya adalah ketika dia melakukan dialog, para mahasiswa tersebut meletakkan dirinya lebih tinggi dari pada admin akun media sosial tersebut. Itu menurut calonteolog.com sebagai kesalahan dalam berdialog. Sebab ketika seorang meletakkan dirinya lebih tinggi dari pada orang lain, tentu hasilnya orang akan melakukan pertahanan ataupun perlawanan. Alhasil tidak ada kata kesepakatan yang saling mengungtungkan didalamnya, bahkans satu dengan yang lainnya tidak belajar apapun dari dialog tersebut

Sebaliknya, ketika seorang melakukan sebuah dialog namun orang itu terlalu merendahkan diri untuk teman bicaranya. Maka hal yang sama juga terjadi, dia tidak “memijak” kepala orang lain, namun “memijak” kepala diri sendiri. Bukankah ini yang sering kali terjadi? Ketika semua orang berusaha untuk tidak berhadapan dengan konflik dan akhirnya malah “memijak” kepalanya sendiri?

Inilah salah satu pesan yang calonteolog.com lihat ada dalam pesan Yakobus 3:13, ketika penulis memberikan pesan sekaligus mengkritisi orang-orang yang saat itu beranggapan bahwa dirinya lebih bijak dari orang lain.

Pesan lainnya calonteolog.com lihat dari sikap iri hati. Semua orang menyadari bahwa iri hati bukanlah sikap yang baik. Setiap orang harusnya tidak boleh cemburu pada sesuatu yang ada dalam diri orang lain. Sebab itu hanya akan menunjukkan dirinya sedang masuk dalam apa yang disampaikan penulis Yakobus sebagai hikmat yang datangnya bukan dari Tuhan melainkan dari setan (bdk Yak 3:15).

Tentu calonteolog.com menyadari bahwa semua orang memahami hal ini. Tapi yang dilihat saat ini oleh calonteolog.com justru pada situasi, ketika setiap dari kita ingin eksis dalam lingkungannya. Namun keinginan tersebut justru membuat diantara kita justru terjerumus pada kompetisi bukannya saling mendukung satu dengan yang lainnya.

Ketika setiap orang merasa bahwa kehidupan ini menjadi tempat untuk dia berkompetisi, maka saat itu juga dia memiliki semangat juang yang justru malah jatuh pada kedengkian dan iri hati, sesuatu yang tidak diharapkan penulis Yakobus dalam Yak 3:14-16.

Orang-orang yang hidup dalam dunia kompetisi yang diciptakannya akan selalu melihat dan mencari kekurangan kekurangan orang lain. Tapi hal ini juga yang akhirnya membuat orang-orang yang demikian ini melupakan potensi yang dimiliki oleh orang lain. Alhasil, kita selalu terpendam dalam perasaan negatif yang justru tidak akan membuat kita mengembangkan apapun dalam hidup kita.

Tapi sering pula calonteolog.com temui saudara yang beranggapan bahwa ini bukan sedang melihat kekurangan-kekurangan orang lain. Sebaliknya, beranggapan bahwa dirinya sedang membantu orang lain dengan mengkoreksi beberapa hal yang kurang dalam hidup orang lain, sehingga menjadi pelajaran dalam hidupnya. Hal ini, bagi calonteolog.com juga sangat baik. Bahkan lebih baik lagi, ketika saudara mampu melihat sesuatu yang perlu dikoreksi dan memberikan solusi itu.

Karena memberikan koreksi tanpa ada solusi sama sekali, rasanya itu hanya perasaan iri. Itu biasa terjadi, tapi calonteolog.com juga pernah melihat sesuatu yang justru berbeda. Karena ada banyak orang yang memberikan pendapat bukan untuk memberikan masukan, tetapi hambatan untuk berkembang. Alhasil, sering kali perkataan kita membuat orang berhenti. Jangan-jangan hal ini juga merupakan bagian-bagian yang terucapkan karena perasaan iri pada sesuatu yang ingin orang lain lakukan. Karena itu, sering kali para motivator mengatakan kepada orang-orang yang ingin hidup sukses, untuk berhenti mendengarkan omongan lain. Bukan berarti ingin membuat saudara melakukan suatu yang konyol, tapi langkah awal untuk seorang yang sukses itu adalah “Memulai”. Bila semua fokus dihabiskan pada kata pertimbangan, itu tidak akan memulai apapun. Karena semua hal yang dipertimbangkan secara matang juga akan bertabrakan pada masalah didepannya. Inilah pesan yang calonteolog.com lihat ada pada Yakobus 3:14-16, untuk menjadi bijak tanpa harus “memijak” kepala diri sendiri. Apalagi “memijak” kepala orang lain.

Terakhir tentang pesan Yakobus untuk menjadi seorang pendamai yang lemahlembut. Dalam pepatah cina yang calonteolog.com pernah baca disebutkan bahwa Cina to chou, wop u chou, yuan chiq chi liao hsiu yang berarti demikian meskipun ia membenciku, jika aku tidak membencinya, permusuhan pun akan segera berakhir.

Sering kali beberapa orang yang menerima iri hati dan perasaan dengki dari orang lain. Justru jatuh dalam sikap yang sama dan membuat dirinya tidak jauh berbeda dengan orang yang membenci dan iri kepadanya. Karena itu baik dari pesan Yakobus dan pepatah cina, calonteolog.com pikir masih sejalan untuk orang-orang Kristen yang ingin hidup sebagai pendamai dalam lingkungannya. Karena sering kali, respon terbaik dari kebencian dan sikap iri orang lain dalam hidup anda adalah kasih.


Tapi pesan yang ingin Yakobus sampaikan juga akan menjadi keliru seketika, bila saudara berpikir untuk menjadi pendamai tapi dalam aplikasinya justru lebih sering menghindari konflik. Sebab bagi calonteolog.com memberikan kedamaian bukan mendiamkan apalagi sekedar ingin membiarkan konflik tidak terjadi. Damai itu juga kadang muncul dari konflik, untuk membuka kesalahan-kesalahan yang selama ini didiamkan. Itu jelas jalan Kristus. Bahkan sering kali kita dapati dalam kehidupan pelayanan Kristus dalam menghadapi golongan ahli Taurat, Farisi dan para imam dan golongan lainnya.

Sering kali suasana dalam keluarga yang kita lihat adem justru menyimpan banyak konflik yang tertanam dalam anggotanya masing-masing. Alhasil, kesemua hal itu menjadi bom waktu yang lambat atau cepatnya akan meledakan keluarga tersebut. Sehingga tidak heran bila, dalam beberapa keluarga yang kita lihat adem tiba-tiba justru terjadi perceraian di dalamnya atau konflik yang besar sampai kitapun tidak menyangkan hal itu terjadi.

Itulah yang calonteolog.com takutkan terjadi dalam pribadi-pribadi orang Kristen yang membaca pesan dari penulis Yakobus ini. Karena bagi calonteolog.com sungguh jelas pesan utama dari apa yang disampaikan penulis Yakobus kepada para pembaca adalah menjadi bijak tanpa harus “memijak” kepala diri sendiri. Apalagi “memijak” kepala orang lain. Sehingga damai yang didapatkan adalah damai yang sesungguhnya, bukan damai yang menyimpan dan mendiamkan konflik apalagi mendiamkan kebenaran.

Komentar