PERCAYA SAJA TAK CUKUP!



Satu kesempatan calonteolog.com membaca satu kisah mengenai seorang pemain tengah Boston Red Sox, Coco Crisp yang bermain dengan luar biasa. Salah satu hal yang membuat orang kagum pada permainannya yang luar biasa, terjadi ketika David Wright dari klub New York Mets memukul bola ke tengah lapangan bagian kiri. Bola itu melayang jauh dari Crisp saat ia mengejarnya. Saat bola itu mulai jatuh ke tanah, Crisp menubruk bola itu untuk menangkapnya. Dengan tubuh melayang di udara, ia merentangkan sarung tangannya sejauh mungkin -- dan menangkap bola itu. Beberapa orang menyebutnya sebagai tangkapan bola terbaik yang pernah mereka lihat.

Apa yang dipikirkannya saat bola melayang di udara? Crisp berkata, "Saya tidak berpikir bisa menjangkaunya. Saya memutuskan untuk mengejarnya. Saya melakukan lompatan iman."

Tahukah saudara, bagi calonteolog.com percaya saja tidak cukup. Mengapa? Karena, banyak sekalia diantara saudara yang sering kali mendengar perkataan motivator dan omongan orang-orang sukses, bagaimana dia melakukan spekulasi yang terkadang hitungannya sangat gila dan tidak masuk kali-kali. Saudara percaya dan kagum pada cerita tersebut. Tapi adakah saudara juga melakukan hal yang sama seperti yang mereka sakiskan dalam hidupnya?

Sering kali kita terlalu sibuk dan berhenti pada banyak sekali pertimbangan. Bahkan tidak jarang kita selalu membuat kekhawatiran sendiri karena hitungan-hitungan logis yang kita buat sendiri. Tentu, satu sisi hal ini baik. Karena pertimbangan yang matang, akan menghasilkan keputusan yang sangat matang pula.

Perjalanan hidup kita adalah perjalanan yang di tuntun oleh Tuhan, perjalanan hidup yang hanya mengandalkan berkat Tuhan. Sudah seharusnya setiap dari kita meninggalkan zona nyaman kita hidup yang hanya mengandalkan kekuatan dan pikiran, dan kita menerima panggilan Tuhan untuk menerima hidup yang hanya bergantung pada berkat dan petunjuk Tuhan.  

Tentu ini bukan hal yang mudah, sebab dibutuhkan keberanian untuk menggenapi kehendak Tuhan tanpa cadangan selayaknya Abraham yang meninggalkan tanahnya sendiri dan membawa seluruh keluarganya kepada janji Tuhan.  Dibutuhkan pula pengorbanan dan iman yang kuat untuk menjalani panggilan Tuhan, sebab tidak jarang pula kita akan dipanggil dan melakukan sesuatu yang terkadang orang anggap GILA, seperti halnya yang terjadi pada Nuh. Ya, demikianlah yang disadari oleh calonteolog.com bahwa menjalani kehendak Tuhan tidak dapat setengah hati, sebab itu akan merusakkan apa yang seharusnya dapat dicapai seturut rencana Allah.

Seperti halnya ketika seorang Abraham yang bisa saja memakai pemikirannya dan memberikan alasan yang logis kepada Allah, bahwa ia hanya ingin menjaga Sarah dan mengusahkan kampungnya untuk kembali kepada jalan Allah. Bukan meninggalkannya. Bisa pula, Nuh beralasan tentang bagaimana sulitnya mengumpulkan permintaan Tuhan dan membawa keluarga besarnya pada tanggung jawab yang besar dan penuh resiko ini. Toh, pada akhirnya Nuh adalah orang yang dekat dengan Tuhan dan sekalipun ia harus mati karena Air Bah. Melihat kehidupan Nuh, tentu saja Tuhan memiliki kasih karunia dan menempatkan dirinya dalam tahtanya.

Kesalehan yang memberi hidup berkelimpahan jauh lebih baik daripada hidup yang penuh dengan alasan dan keputusasaan. Mari kita hidup dengan cara sedemikian sehingga kita tidak akan menyerah kepada keinginan untuk berkata, “Tetapi Allah …”. Sebab seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa hal itu hanya akan merusak rancangan Allah untuk kita yang sudah jelas sangat indah dan baik adanya.

Bagi calonteolog.com setiap orang pasti akan menemukan masa dimana saudara perlu meninggalkan zona nyaman. Misalnya, saat pindah kerja, membuka bisnis baru, memasuki pernikahan, atau saat kita kehilangan apa yang kita andalkan. Jika saat itu tiba, maka calonteolog.com sadar bahwa “percaya saja tidak cukup”. Apalagi menunggu sampai semua sudah tampak pasti, baru bertindak. Itu tidak mungkin! Selayaknya pemain Baseball Crisp. Bahwa kita tidak perlu menghabiskan waktu untuk berpikir bisa menjangkaunya. Tetapi kita harus benar-benar memutuskan untuk mengejarnya dan melakukan lompatan iman. Sebab dengan iman-lah, saudara mampu memberanikan diri melangkah, bahkan saat semua tidak terlihat pasti.

Terakhir, yang menjadi tantangan adalah bahwa kisah Abraham dan Nuh, bukanlah kisah tentang pribadi mereka berdua saja. Mereka juga memiliki tanggung jawab dan keluarga. Bila Abraham membangun mezbah untuk Tuhan. Maka calonteolog.com pikir itu salah satu hal yang ditujukkan juga kepada keluarganya tentang kesaksiannya Bersama Tuhan. Tapi ingatkah saudara tentang bagaimana Sarah juga mengalami keraguan, sekalipun dia ikut dan mungkin mempercayai Abraham. Ingatkah saudara juga, bagaimana akhirnya anak-anak Nuh juga melakukan dosa yang membuat Nuh marah dan mengutukinya?

Ya, kisah Abraham dan Nuh bukan hanya soal percaya. Bukan pula tentang iman pribadi, tapi juga tentang keluarga. Adakah saudara juga memikirkan hal yang sama?

Komentar