Takut akan Tuhan



Saat ini, ketakutan akan Tuhan sepertinya diperlukan. Khususnya untuk orang-orang yang mengaku dirinya sebagai orang-orang yang beragama. Tanpa ada rasa takut dalam dirinya, dunia semakin menjadi GILA. Tentu kata takut ini disini sangatlah berbeda dengan seorang anak yang bertubuh kecil ketakutan melihat seorang dewasa yang brewokan.  Takut akan TUHAN. Sebuah ekspresi yang umum dalam Kitab Mazmur dan di tempat lain, frasa ini dipakai sebanyak empat belas kali dalam Kitab Amsal. Contoh-contoh pemakaiannya terdapat pada Mazmur 115:11 - "Hai orang-orang yang takut akan TUHAN, percayalah kepada TUHAN," dan Yesaya 11:2,3, di mana takut akan Tuhan disebut sebagai ciri khas sang Mesias. Takut seperti itu meliputi rasa kagum dan hormat kepada. Yang Mahakuasa (Mzm. 2:11 - `Beribadahlah kepada TUHAN dengan takut dan ciumlah kaki-Nya dengan gemetar"). Ayub 28:28 pada dasarnya merupakan sebuah definisi - "Takut akan Tuhan, itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi." Amsal 8:13 mengandung maksud serupa "Takut akan TUHAN ialah membenci kejahatan." Permulaan pengetahuan. Bukan berarti yang "utama" atau "inti," seperti yang mungkin ditunjukkan oleh akar kata tersebut dalam bahasa Ibrani, sebab Amsal 9:10 menggunakan sebuah kata yang khusus berarti "awal" atau "permulaan." Sebaliknya, berarti langkah pertama untuk hidup bermoral adalah hubungan kita dengan Allah. Orang bodoh menghina hikmat. Kata "orang bodoh" muncul delapan belas kali dalam Kitab Amsal; tujuh kali di tempat lain. Pemakaiannya pun berbeda. Dalam Yesaya 35:8, "pandir" jelas berarti "bodoh" sebagaimana arti lazimnya dalam bahasa Inggris. Tetapi, Kitab Amsal secara khusus memakai "orang bodoh" untuk menunjuk kepada orang berdosa. Amsal 14:9merupakan contoh - "orang bodoh mencemoohkan kurban tebusan." Kalimat ini berarti bahwa orang-orang berdosa mencemoohkan kekudusan. Versi berbahasa Yunani, LXX, secara tepat menerjemahkan "orang bodoh" dengan orang yang tidak takut kepada Allah.

Singkatnya, calonteolog.com melihat kata ini sebagai kata yang lebih kepada seseorang yang memiliki rasa hormat dan kagum kepada Tuhan. Mereka yang demikian tidak akan sembarang dalam melakukan apapun. Apalagi sampai-sampai harus membawa nama Tuhan untuk mendapatkan dan memenuhi kepentingannya.

Seperti yang beberapa waktu ini terjadi, ketika beberapa kumpulan orang yang marah kepada BAWASLU dan KPU karena kekalahan dari calon presidennya. Tidak jarang, orang-orang yang tergabung didalamnya mengucapkan kata-kata kutuk dengan mengatasnamakan Tuhan.

Ya, tanpa hikmat dan rasa takut. Mereka yang menyebut dirinya sebagai pemuka agama dan ahli-ahli agama justru menjadi orang yang tidak lebih daripada seorang hamba yang mengatasnamakan tuannya hanya untuk memeras dan memenuhi kepentingannya saja. Sungguh terlalu GILA beberapa pemuka agama saat ini. Mereka menjadi GILA karena kekuasaan sampai melupakan hikmat dan didikan dari orang lain. Semua hal menjadi kesalahan, bila tidak sesuai dengan kepentingan yang diharapkannya.

Tapi, semua hal ini tidak lagi menarik untuk calonteolog.com. Sebab pemilihan umum sudah selesai dan terlaksana. Negara juga memiliki prosedur dan hukum untuk melakukan gugatan. Bukan dengan melakukan tindakan-tindakan anarkisme dengan menyampulkan agama dalam kepentingan ego-nya masing-masing.

Calonteolog.com, malah sangat tertarik dengan ironi yang saat ini terjadi di dalam beberapa Gereja ketika melakukan pemilihan para majelis Gereja. Bila diluar Gereja, orang-orang ini meneriakan akal sehat dan menertawakan kebodohan para elite politik yang semakin tidak waras. Di dalam Gereja, mereka tidak lebih daripada orang-orang tersebut.

Bahkan sama sekali tidak ada ketakutan itu didalam dirinya masing-masing. Sulit mendengarkan hikmat dan didikan dari orang lain. Merasa diri paling layak untuk melayani Tuhan dan memiliki ambisi-ambisi untuk dipilih menjadi seorang Majelis.

Bila orang-orang yang disebut sebelumnya GILA, karena tidak memiliki ketakutan apapun. Maka para Majelis ini layak untuk disebut sebagai EDAN! Mereka ingin mendapatkan tempat istimewa dalam pelayanan dan pemberitaan kabar baik. Dengan melakukan dan berjuang dengan cara yang justru lebih dari kata tidak baik!

Tentu, semua hal yang dilakukan oleh mereka adalah sesuatu yang pintar dan sangat kreatif. Tapi tidak berhikmat dan sama sekali tidak seperti orang yang mendapatkan didikan. Harga Diri menjadi lebih tinggi daripada Ilmu Pengetahuan. Sebab itu, menarik bila kita mau berefleksi pada Amsal 1:7 dengan cara yang berbeda dan sangatlah ekstrim bagi seorang calonteolog.com

Refleksi tentang pribadi penulis Amsal yang menganggap permulaan pengetahuan adalah takut akan Tuhan. Karena dalam bayangan calonteolog.com, pemazmur mengutamakan hubungan dengan Tuhan yang menjadi lebih utama dan awal untuk hidup sebagai manusia. Sehingga mereka-mereka yang hidup seperti penulis Amsal, tidak mengangkat ego. Melainkan merendahkan hati dan fokus pada kepentingan bersama tanpa harus mengabaikan kepentingan diri sendiri, untuk belajar buka hanya pada ilmu pengetahuan. Tetapi juga pada hikmat dan didikan dari semua pengalaman yang dia hidupi. Bukan menjadi seorang GILA apalagi menjadi EDAN karena ego dan kepentingan.

Sebagai penutup, calonteolog.com suka kutipan dari Walter Lippman ini: “Dibutuhkan hikmat untuk memahami kebijaksanaan: musik tak berarti apa-apa jika pendengarnya tuli.” Kebodohan itu seperti pendengar yang tuli. Dia tidak emiliki cara untuk mendapatkan kebijaksanaan karena ia tidak mengerti atau menghormati kebijaksanaan, yang adalah Tuhan. Kebodohan menolak penundukan diri kepada Allah karena dia tidak percaya Allah.

Saat saudara takut akan Tuhan dan berjalan di depan-Nya dengan penuh hormat, Dia membuat saudara menjadi lebih bijaksana dari yang saudara tahu. Sungguh, calonteolog.com kadang-kadang terpana dengan hikmat yang diberikan-Nya. Calonteolog.com tidak ingin menjadi bodoh! Bagaimana dengan saudara? Mari belajar menghargai, percaya dan tunduk kepada Allah untuk bisa menerima takaran kebijaksanaan dari-Nya.

Komentar