PUTUS ASA DAN SEMANGAT, SEMUA BERAWAL DARI PIKIRANMU



Seorang pendeta yang mulai jenuh dalam pelayanan, mendapat sebuah mimpi. Ia melihat dirinya sedang memukul sebuah bongkahan besar batu granit dengan linggis. Tugasnya adalah memecahkan batu tersebut menjadi potongan-potongan kecil. Namun, sekeras apa pun usahanya, ia tidak sanggup memecah batu itu sepotong kecil pun. Karena lelah dan putus asa, akhirnya ia memutuskan untuk berhenti.

Tak lama kemudian datanglah seseorang dan berkata, “Bukankah Anda diperintahkan untuk melakukan pekerjaan ini? Kewajiban Anda adalah melakukan sebaik mungkin, apa pun yang terjadi.” Bila calonteolog.com disampaikan tentang hal seperti ini, mungkin saja, respon pertama muncul adalah amarah. Mungkin karena jiwa muda dengan pemberontaknya. 

Tapi yang baik dari kisah ini, pendeta tersebut, dengan kebulatan hati yang baru, mengayunkan linggisnya tinggi-tinggi dan memukul batu granit tersebut hingga pecah. Batu itu pecah berkeping-keping. Ia hampir menyerah, dan melewatkan satu pukulan yang menghancurkan.

Tuhan ingin agar kita tetap melakukan pekerjaan yang ditugaskan-Nya, entah seberapa besar kesulitannya. Sekalipun keberhasilan tampak jauh dan mustahil, kita harus tetap berdiri dengan teguh dan meyakini bahwa tetap ada upah berlimpah bagi orang yang tekun.

Apakah Anda merasa lelah dalam pelayanan bagi Allah? Apakah Anda pernah berkecil hati dan tergoda untuk “menyerah kalah”? Ingatlah akan mimpi sang pengkhotbah itu. Lebih baik Anda tenang dan mengingat janji Allah yang diucapkan Paulus, “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah” Galatia 6:9

Saudara tau? Poin utamanya terletak pada kata yang dicetak tebal, yakni meyakini, tenang sembari mengingat janji Allah. Kesemuanya itu terletak pada pola pikir kita, bukan pada apa yang disampaikan orang lain kepada kita. Sekalipun penyemangat dan pujian juga merupakan faktor untuk kita lebih bersemangat. Tapi, faktor yang lebih besar kembali pada pola pikir kita.

Pola pikir yang tenang, memiliki keyakinan dan mengingat selalu janji Allah, menjadi penyegar dan semangat baru untuk kita menjalani kehidupan kita. Penyegaran dan penyemangat baru dari pola pikir ini, sangatlah penting dalam pemikiran kita. Kita dapat belajar hal ini dari seorang Harry Houdini.


Seorang pesulap yang ahli melepaskan diri, mengeluarkan tantangan ke manapun ia pergi. Ia mengklaim bahwa dirinya dapat membebaskan dirinya dari penjara manapun dengan cepat dan mudah. Biasanya ia memegang janjinya, tetapi satu kali ia melakukan kesalahan. Houdini memasuki penjara, dan pintu penjara logam yang berat ditutup dibelakangnya. Ia mengambil sebuah logam yang kuat dan fleksibel dari ikat pinggangnya dan mulai bekerja, tapi kelihatannya ada sesuatu yang aneh mengenai kunci penjara itu.

Selama 30 menit ia bekerja dan tidak menghasilkan apa-apa. Satu jam berlalu, dan ia tetap belum bisa membuka pintu. Sekarang ia sudah bermandikan keringat dan terengah-engah dalam kejengkelan, tetapi ia tetap tidak bisa membuka kunci. Akhirnya, setelah bersusahpayah selama 2 jam, Harry Houdini ambruk dalam keputusasaan dan kegagalan atas pintu yang tidak bisa ia buka. Tetapi ketika ia jatuh menyentuh pintu, pintu itu langsung terbuka! Ternyata pintu itu tidak dikunci sama sekali! Tetapi dalam pikirannya, pintu itu adalah pintu yang terkunci dan itulah semua yang diperlukan untuk mencegah Houdini membuka pintu dan keluar dari penjara.

Ya, sering kali kita memenjarakan diri dalam keputus asaan. Bukan karena kita yang tidak memiliki jalan keluar. Tetapi, asumsi-asumsi yang menganggap diri terpenjara dan kemudian menjadi putus asa dalam asumsi kita sendiri. Berkata dalam diri, sebagai bentuk penyerahan kepada Tuhan. Tapi, justru penyerahan yang kita tunjukkan adalah penyerahan diri yang pasif. Alhasil kita masih terjebak dalam asumsi semula, keputus-asa-an.

Pola pikir yang tenang, dan meyakini sembari mengingat janji Allah, menyegarkan kembali pemikiran kita. Sehingga kita tidak melulu fokus pada masalah yang ada. Tetapi semakin optimis bahwa Tuhan sudah menyediakan jalan keluar bersama dengan usaha kita, untuk setiap masalah yang saudara berikan. Karena itu, semua kembali pada pilihan saudara, berputus asa atau bersemangat dalam pola pikir yang tenang, meyakini dan sembari mengingat janji Allah. Tentu, dalam setiap usaha yang saudara lakukan dan doa yang saudara ucapkan kepadaNya
.
Iman yang hidup tidak membawa saudara pada penyerahan yang pasif. Lalu menjadi putus Asa.
Iman yang hidup membawa saudara untuk lebih tenang dalam berfikir, lalu berjuang melewati segalanya bersama Dia
AGM.

Komentar