Ya, Allah telah dilompati


Pada tanggal 20 Juli 1969, para astronot Apollo 11 mendarat di bulan. Ini merupakan prestasi manusia yang belum pernah dicapai sebelumnya. Jutaan orang masih ingat perkataan Neil Armstrong: "Satu langkah kecil dari seorang astronot merupakan lompatan besar bagi umat manusia." Lalu Presiden Nixon menanggapi, "Seluruh umat manusia bersama-sama merasa bangga karenanya."

Dua ribu tahun yang lalu, sang Pencipta bulan menciptakan suatu lompatan besar dalam hal yang berbeda. Dia turun dari surga ke bumi (Filipi 2:5-8). Anak Allah, Firman yang kekal (Yohanes 1:1,14), turun dari surga dan menjelma menjadi manusia seutuhnya, sekaligus Allah sepenuhnya. Hal ini merupakan lompatan yang luar biasa yang memperlihatkan hati Allah yang penuh kasih kepada kita. Dia bersedia menjadi manusia dan mati di kayu salib untuk membayar hukuman atas dosa-dosa kita. Dengan mempercayai Dia sebagai Juruselamat, kita akan diampuni. Kita juga akan menerima Roh-Nya, yang memampukan kita untuk mengatasi kecongkakan dan ambisi yang mementingkan diri sendiri, serta mendorong kita untuk memperhatikan orang lain (Filipi 2:3,4).

Suatu lompatan besar prestasi manusia dapat membuat seluruh umat manusia merasa bangga, tetapi itu tak ada artinya jika dibandingkan dengan apa yang diperbuat Allah dengan kedatangan Jesus dari surga ke dunia. Dia menyatukan semua orang yang percaya kepada-Nya, serta menumbuhkan sikap rendah hati dan penuh kasih dalam diri mereka, yang menggantikan sikap congkak dan mementingkan diri sendiri. Pergi ke bulan tidak ada artinya jika dibandingkan dengan semua itu

Hmmmm.. dengan berat hati calonteolog.com mengatakan bahwa itu hanyalah dahulu atau realitas itu tidak lagi menjadi kenyataan sehari-hari

Lompatan manusia sudah lebih tinggi, bahkan lompatan Allah telah dilangkahi dengan mengatasnamakan KEPENTINGAN dan PEMUASAN DIRI. Persekutuan di dalam Allah tidak lagi dijadikan alat untuk mempersatukan antara satu dengan yang lainnya. Persekutuan dan Firman Tuhan justru menjadi alat pembenaran untuk menghakimi satu dengan yang lainnya.

Ya, Allah telah dilompati…….

Calonteolog.com teringat tentang sebuah kisah sekelompok kuda liar yang tengah merumput di padang belantara. Tiba-tiba muncul seekor harimau yang sedang mencari mangsa. Serentak kuda-kuda itu melindungi diri dengan cara berdiri saling berhadapan membentuk lingkaran. Harimau pun tidak berani mendekat, karena takut kena tendang. Namun dengan tipu muslihatnya ia berkata, "Sungguh barisan yang bagus. Boleh aku tahu kuda pintar mana yang mencetuskan ide ini?" Kuda-kuda itu pun termakan hasutan. Mereka berdebat siapa yang pertama mencetuskan ide tadi. Karena tak ada kata sepakat, akhirnya mereka tercerai-berai. Harimau pun dengan mudah memangsa mereka.

Persatuan sangat penting. Tanpa persatuan sebuah komunitas atau kelompok akan rapuh, maka persatuan harus diperjuangkan. Begitu juga dalam gereja. Paulus menasihati jemaat di Filipi supaya bersatu. Dasar persatuan kristiani adalah Kristus. Jadi setiap orang dalam jemaat hendaknya meneladani Kristus (ayat 5).

Namun apakah, hal demikian yang terjadi? Calonteolog.com ragu…

Semua orang memahami pentingnya persatuan, tapi persatuan justru jadi alasan untuk seseorang dengan mudah menghakimi orang lain. Bayangkan saja, bila saudara mau jujur. Ada beberapa orang terdekat saudara saat ini yang justru menjadi hakim bagi saudara sendiri. Tentu alasannya jelas, “AKU PEDULI PADAMU”. Namun, ironisnya kepeduliannya justru menambahkan beban yang baru, bahkan kepedulian menjadi alat untuk pembenarannya menghakimi.

Saudaraku, seharusnya kita meneladani Kristus;

Pertama, saudara dapat membayangkan, walaupun dalam rupa Allah, tetapi tidak menganggap kesetaraan-Nya itu sebagai milik yang harus dipertahankan (ayat 6) -- Tidak sombong atau merasa paling hebat.. Justru Allah telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba.

Tetapi seseorang yang meneladaninya itu, seperti apa? Sering kali malah calonteolog.com menemukan orang-orang yang meneladaninya lah yang menjadi batu sandungan bagi Roh Kudus bekerja dalam diri orang lain. Mengapa? Saudara sendiri mengetahuinya. Maka tidak heran bila sekarang banyak akun-akun media sosial yang memilih untuk berkomentar dan menegur orang-orang seperti ini. Akun-akun ini tidak mau bungkam pada sesuatu yang dilihatnya sudah menyalahi dan membuat orang lain menjadi dibodohkan dalam beriman bersama Tuhan. Tapi bagaimana mereka yang tidak memiliki bidang minat dan pengalaman yang sama dengan pemilik-pemilik akun ini? Bagi Calonteolog.com mereka akhirnya jatuh pada keraguan dan kecurigaan pada para pelayan Tuhan. Walaupun ini baik untuk membuat dia semakin dewasa dalam beriman. Hanya saja, apakah semuanya dapat berlaku hal yang sama dan menangkap pesannya?

Ya, lompatan manusia terlalu jauh sampai akhirnya menjadikan Firman Tuhan sebagai alat pembenaran pada penghakiman yang dilakukannya

Kedua, Allah yang kita sembah menjadi sama dengan manusia (ayat 7b) -- Berempati terhadap sesama; tidak lekas menghakimi atau menuduh, tetapi berusaha menempatkan diri pada posisi orang lain untuk mengerti dan memahami.

Pengalaman calonteolog.com menunjukkan bahwa orang-orang saat ini bukanlah tanpa perhatian. Justru kita manusia saat ini, sangatlah perhatian pada hal yang sekalipun tidak perlu untuk kita perhatikan. Dengan perkembangan teknologi saat ini, tidak sedikit diantara kita yang memilih menjadi peneliti-peneliti kaki lima untuk melihat dan berkomentar pada kehidupan orang lain.

Seseorang yang pernah menasihati calonteolog.com berkata, “Bila seseorang terlalu sering berbicara dan berkomentar pada kehidupan orang lain. Sebenarnya dia sedang menutupi kesalahan-kesalahannya yang jauh lebih banyak. Namun atas nama “MENASIHATI DAN PEDULI”, orang orang itu tetap memilih untuk terus berkomentar pada kehidupan orang lain. Allah yang seharusnya menjadi teladan untuk kita, malah lebih memilih untuk menyamakan dirinya menjadi manusia agar mampu lebih berempati kepada manusia. Nah, Manusia?

Hmmm….. Lompatan manusia sudah terlalu jauh, sampai sampai melangkahi Allah.

Komentar