Nehemia
itu, adalah sosok yang unik. Mungkin juga sulit diterima oleh beberapa
komunitas kekristenan. Sekalipun demikian, kontribusi dari kisah Nehemia juga
sering dipakai untuk ajakan-ajakan melakukan pembangunan Gereja, dari komunitas
yang menolak sosok ini.
Bila
kita membandingkan sosok Nehemia dan melihat Ezra 8:21-23, maka ditemukan
perbedaan diantara kedua tokoh ini. Bila, Nehemia mau menerima perlindungan yang
disediakan oleh raja (Nehemia 2:9). Maka, Ezra lebih memilih untuk berjuang
dalam doa dan puasa, saat membawa rombongan kembali melakukan pembangunan. Inilah,
mengapa calonteolog.com menyebutkan bahwa sosok Nehemia sulit diterima oleh
beberapa komunitas kekristenan. Atau bahkan beberapa diantaranya mengabaikan
kisah ini.
Bahkan
kedua tokoh ini juga menjadi beberapa perdebatan diantara kalangan teolog. Ada yang
menganggap Ezra bersalah karena sombong secara rohani. Beberapa yang lain
melihat Nehemia sebagai orang yang lemah imannya. Sebagaian yang lain memilih
jalan tengah dengan cara tidak mau membandingkan kualitas iman Ezra dan Nehemia.
Sedangkan, calonteolog.com lebih memilih mengapresiasi kedua tokoh ini dan menjadikannya
sebagai pedoman dalam suatu pelayanan.
Calonteolog.com tidak tahu persis mengapa Ezra menolak dikawal oleh
tentara raja. Apakah raja tidak memberikan tawaran kepada Ezra sama seperti dia
memberi tawaran kepada Nehemia karena Nehemia adalah pemimpin politik (Nehemia
10:1)? Mungkin! Tetapi kita tidak dapat memastikan. Kemungkinan besar Ezra juga
mendapat tawaran pengawalan. Kita sebaiknya memang menyadari bahwa pergumulan
iman setiap orang berbeda-beda. Ezra adalah ahli kitab, sedangkan Nehemia
adalah tokoh politik. Kita tidak boleh menuntut mereka menunjukkan bukti iman
yang sama. Kesediaan Nehemia untuk dilindungi tentara tidak menunjukkan bahwa
dia kurang beriman. Hal ini mungkin sekadar prosedur normal pada waktu itu yang
harus ditaati oleh Nehemia dalam kapasitasnya sebagai tokoh politik. Sebab kitab Nehemia 1:1-11 mencatat peranan Nehemia
juga menyatakan dalamnya kerohanian Nehemia sebagai orang yang mengandalkan doa.
Sekalipun dalam aksi kepulangan dan pembangunan kembali tembok Yerusalem, ia
lebih terlihat fokus pada pemberdayaan masyarakat untuk membangun tembok
tersebut.
Hal
ini menjadi pesan baik untuk Gereja saat ini, calonteolog.com tidak ingin
berbicara soal saudara harus memberikan persembahan-persembahan kepada Gereja,
atau semacamnya. Calonteolog.com ingin mengajak saudara benar-benar meneladani
dan belajar dari Nehemia dan sikapnya dari awal mula, keberlangsungan dan
penyelesaian pembangunan tembok Yerusalem.
- Awal Mula Pembangunan
Bila
kita melihat dari Pasal 1 dan Pasal 2 ditemukan Nehemia Sementara
melayani raja Persia, ia menerima berita mengenai keadaan Yerusalem yang
menyedihkan dan mulai menaikkan doa syafaat secara sungguh-sungguh kepada Allah
memohon Dia turun tangan demi kota dan penduduknya.
Ya,
jiwa yang terbeban untuk memberikan kontribusi terbaiknya bagi Yerusalem. Berjuang
dalam iman dan politiknya kepada raja Persia, sebagai awal mula dari
pembangunan tersebut. Ia tidak naif, Nehemia melihat peluang dan kesempatan
yang ada untuk berkontribusi dalam pembangunan ini. Bahkan, hal tersebut
direstui Allah, terlihat dari Pasal 2 (Neh 2:1-20) menguraikan bagaimana Allah
menggerakkan Artahsasta untuk mengangkat Nehemia menjadi gubernur Yerusalem dan
tibanya Nehemia di sana.
Nehemia
juga tidak sekedar terbeban, ia memulainya dengan meneliti dan menyelidiki
terlebih dahulu reruntuhan Tembok Yerusalem. Dituliskan, setelah Nehemia berada
di Yerusalem selama tiga hari, semalaman dia berkeliling menelusuri kota untuk
memeriksa beberapa tembok dan pintu gerbang.
- Keberlangsungan Pembangunan
Proses
keberlangsungan Pembangunan ini, dapat kita lihat bersama-sama dari Pasal 3-7
(Neh 3:1--7:1) mengisahkan kepemimpinan Nehemia yang tegas, bijaksana, dan
tabah dalam mengerahkan penduduk Yerusalem untuk membangun kembali temboknya
yang hancur hanya dalam 52 hari sekalipun terjadi perlawanan berat dari dalam
dan dari luar kota itu.
Ya,
Nehemia
tidak ingin berjuang sendiri. Sejak awal keberlangsungan pembangunan ini,
Nehemia mengangkat beberapa peserta dalam pembangunan ini. Perhatian tersebut,
menunjukkan sikap pemimpin yang melihat potensi dan kontribusi yang ada dalam
komunitasnya. Hal ini bisa saudara lihat, ketika Nehemia selesai menelusuri tembok
dan pintu gerbang Yerusalem. Pada hari berikutnya, ia berkata kepada
orang0orang Yahudi, “Yerusalem, telah menjadi reruntuhan… Mari kita bangun
kembali tembok Yerusalem, supaya kita tidak lagi dicela.” Neh 2:11-20.
Tentu,
dalam keberlansungannya, Nehemia tidak mendapatkan jalan mulus. Terlihat
Nehemia 4, menuliskan bagaimana beberapa orang di luar ataupun dalam kaumnya
justru menentang pembangunan tersebut. Ada yang mengolok-olok mereka, adapula
sikap pesimis dari orang-orang Yahudi. Bahkan selama keberlangsungan ini,
Nehemia selalu diperhadapkan tentang keluhan-keluhan orang Yahudi, atas situasi
dan kondisi perekonomiannya. Termasuk pula, masalah yang melihat Nehemia
mencari keuntungan dalam pembangunan ini. (bdk Neh 4:1-23 dan 5:1-6)
- Penyelesaian Pembangunan
Proses
pembangunan yang dilakukan oleh Nehemia, selesai dalam 52 hari. Musuh-musuhnya
yang mendengar hal itu, takut dan kehilangan muka. Mereka melihat, bahwa pembangunan
tembok itu dilaksanakan dengan bantuan Allah. Tapi proses itu tidak
menghentikan permasalahan-permasalahan dalam kepemimpinan Nehemia, Terlihat
dalam pasal 6, sekalipun pembangunan tembok diselesaikan masih ada usaha-usaha
untuk membunuh Nehemia.
Tapi,
apakah Nehemia menyerah dan kecewa dengan keadaan itu?
Nehemia,
tidak menyerah. Ia terus berjuang sampai pada proses akhir, setelah pembangunan
tembok itu diselesaikan. Ia menunjuk beberapa orang dan mendata kembali untuk semakin
memperkuat bangsa itu. Bukan hanya dengan tembok yang dibangun, tetapi juga memperkuat
diri komunitasnya. Ya, Nehemia membangun kemanusiaan komunitasnya untuk
bertanggung jawab dan memberikan hati kepada bangsanya sendiri.
Pemberdayaan
diri Jemaat dalam Membangun Komunitas Gereja
Belajar
dari kisah pembangunan Tembok Yerusalem, kita belajar bukan untuk memaksa
jemaat memberikan sumbangan dana Gereja. Pemaksaan-pemaksaan itu hanya membuat para
pelayan Gereja letih dan semakin tidak dipercaya.
Dalam
kisah pembangunan tembok Yerusalem, kita belajar dari Nehemia untuk tidak
terlalu mendominasi dalam komunitas Gereja. Sebab, seorang Nehemia sekalipun
membutuhkan orang lain untuk membantunya dalam proses pembangunan tembok Yerusalem.
Demikian
halnya untuk para pelayan Tuhan saat ini. Berhentilah untuk mendominasi dalam
Gereja kita masing-masing. Jangan sampai sikap dominan kita justru membuat
orang lain terhalang untuk membantu pelayanan saudara menjadi tepat sasaran.
Saudara dapat menelusurinya
dengan menjawab beberapa pertanyaan dibawah ini;
- Apakah, semua dilibatkan dalam penentuan tujuan,
dan dengan demikian semua terlibat dalam menentukan kebijakan dalam komunitas
Gereja ?
- Apakah, semua mendapatkan informasi yang
mereka butuhkan dan diundang pula untuk memberikan semua informasi dalam
komunikasi terbuka?
- Apakah semua dilibatkan dalam penentuan
kebijakan yang penting bagi mereka dan bahwa keputusan diambil sedemikian rupa
sehingga integritasi pribadi orang terjamin?
- Apakah semua diterima dan diperlakukan
dengan respek?
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dapat membantu saudara untuk mengecek kembali komunitas Gereja
saudara. Benarkah Gereja tersebut sudah membedayakan jemaat-jemaatnya? Atau
masih di dominasi oleh beberapa orang ataupun golongan-golongan.
Setiap
pelayan Gereja harus melihat potensi-potensi dari jemaat. Karena itu, membangun
sebuah komunitas Gereja, bukan hanya membentuk bangunan kokoh. Tetapi,
mengokohkan komunitasnya pula. Setiap orang harus diizinkan dan memiliki hati
untuk mengambil bagian dalam proses pengokohan komunitas Gereja. Bila tidak,
Gereja hanya tinggallah sebuha bangunan bukan lagi kumpulan-kumpulan orang yang
bersekutu di dalamnya.
Seperti
Nehemia mencari potensi-potensi yang dimiliki komunitasnnya dan
mempercayakannya kepada mereka. Demikianlah pelayan-pelayan Gereja saat ini
harus melihat dan memberdayakan jemaatnya. Termasuk, jemaat harus siap ditunjuk
dan jangan hanya menunggu untuk berkontribusi bagi komunitas Gerejamu.
Selayaknya Nehemia, para pelayan gereja juga membutuhkan potensi-potensi yang
ada dalam diri kita untuk membangun komunitas Gereja menjadi komunitas saling
membangun satu dengan lainnya. Setiap anggota komunitas Gereja, harus menyadari
bahwa kita adalah subjek yang membangun komunitas Gereja ini. Maka berjuanglah,
jangan sampai kebablasan pula.
Komentar
Posting Komentar