CHAOS KARENA SKEPTIS - Kisah Para Rasul 26:16-18



Skeptis menurut, KBBI diartikan sebagai sikap yang kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dan sebagainya). Pandangan ini tidak jarang diberikan oleh beberapa orang tua kepada kaum Muda. Tentu atas berbagai alasan dan pemahaman. Bahkan calonteolog.com juga tidak menguniversalkan bahwa semua orang tua ataupun kaum muda juga mendapatkan hal yang sama. Karena itu, menjadi keindahan bagi kaum muda bila tidak berjumpa dengan sikap skeptis dari orang-orang tua. Namun bukan berarti pandangan ini juga disetujui oleh seluruh kaum muda juga ataupun orang tua. Sebab, ada pula yang berfikir bila sikap skeptis itu harus dijadikan sebagai tantangan untuk kesuksesan para kaum muda.

Jelasnya, calonteolog,com tidak ingin saudara terjebak dalam perdebatan tersebut. Sebab hal tersebut akan menjadi perdebatan yang tidak pernah ada habisnya. Namun menjadi ironi bila Gereja juga ikut-ikutan melihat kaum muda secara skeptis. Salah satunya ketika calonteolog.com membaca buku sejarah pemuda suatu Gereja dan dituliskan refleksi seorang teolog bahwa kaum muda dipandang sebagai manusia yang belum utuh, bahkan karena ini mereka juga disebut sebagai manusia yang belum berdiri sendiri, belum mampu bertanggungjawab. Sehingga mereka memerlukan nasehat, bimbingan untuk berdikari. Tidak berhenti pada hal itu saja, teolog tersebut juga mendorong Gereja untuk berpandangan dan melakukan hal serupa kepada kaum Gereja. Dalam satu sisi, pandangan ini baik. Tapi pada sisi lainnya, teolog tersebut seolah-olah mengingkari apa yang menjadi dasar teologis mereka, ketika mengangkat seorang anak sekolah minggu mengungkapkan pengakuan imannya kepada Tuhan. Bayangkan saja, Gereja membimbing setiap anak-anak untuk berani bertanggung jawab dan mengaku imannya pada usia tertentu. Lalu ketika seremoni itu selesai, mereka justru memiliki pandangan skeptis bahwa kaum muda tersebut belum benar-benar dapat bertanggung jawab mengenai imannya. Bahkan, seolah-olah umur menentukan bahwa seseorang tersebut dapat menjadi utuh dan bertanggung jawab atas imannya. Pertanyaannya, apakah umur selalu menentukan iman seseorang? Bukankah ada banyak kisah yang menunjukkan bahwa iman anak-anak lebih baik daripada kaum dewasa? Bahkan tidak sedikit kaum muda menjadi pelaku-pelaku iman untuk dunia? 
Lalu, masih pantaskan Gereja memiliki pandangan skeptis tersebut diberikan kepada kaum muda?

Sekali lagi, calonteolog.com juga tidak ingin terjebak dalam pembenaran apapun dan membenarkan siapapun. Namun alangkah baiknya setiap orang memulai untuk membuka cara pandang dan penghilatannya kepada semua hal. Sebab, beberapa pekan terakhir konflik-konflik muncul karena cara pandang demikian ini. Salahsatunya, seperti yang diungkapkan oleh komika; Arie Kriting ketika berbicara mengenai PAPUA dalam Amnesty Internasional Indonesia. Dalam penampilannya tersebut, ia mengajak untuk orang-orang jangan berbicara keadilan yang terlalu muluk-muluk mengenai PAPUA. Sebab baginya, keadilan itu sebenarnya bukan hanya tentang papua, Tapi bagaimana setiap orang berfikir adil, dimulai dari sudut pandangnya dalam melihat orang lain.

Ya, calonteolog.com sangat setuju ketika Arie Kriting membicarakan hal ini. Sebab, nyatanya memang kita terlalu mudah berbicara mengenai dukungan dan solusi untuk hal-hal besara. Namun, hal paling besar yang ada dalam pikiran kita, lupa untuk diselesaikan. Kita berbicara mengenai keadilan mengenai Papua, namun ketika bertemu dengan orang-orang timur pandangan skeptis itu selalu muncul. Kita tidak pernah adil dalam pikiran kita sendiri dalam melihat golongan, suku ataupun agama yang diluar daripada kita. Hal ini yang sungguh disayangkan, selalu terjadi belakangan ini.

Termasuk pula, peristiwa besar yang dialami oleh Paulus sebelum Yesus mengubah cara pandanganya dalam melihat orang Kristen. Paulus yang kala itu dikenal sebagai Saulus selalu bersikap skeptis kepada Kekristenan. Bahkan sikap skeptis tersebut, membawa dirinya menjadi seorang yang ;radikal dan fanatik pada keYahudiannya; melupakan belas kasih; dan menumbuhkan kebencian yang berlebih kepada Kekristenan. Tapi, ketika Yesus datang mengubah cara pandangnya, Saulus menjadi Paulus. Ia menjadi salah seorang yang berdampak dalam penyebaran agama Kristen. Sebab, Yesus telah menghilangkan sikap dan cara pandangnya yang dahulu skeptis menjadi terbuka dan adil dalam melihat orang lain.

Demikanlah halnya panggilan Gereja untuk situasi saat ini, bukan sibuk menilai dunia yang ada diluarnya. Tetapi hadir bagi dunia dan terbuka karena kebenaran bersama Kristus. Bila, Gereja terus-menerus skeptis pada suku, agama ras dan antar golongan. Sampai kapanpun Gereja tidak pernah hadir dan berdampak di dunia. Termasuk kepada orang-orang Kristen yang merasa bahwa dirinya telah menerima Kristus dalam hidupnya, harusnya menjadi manusia berdampak dan memanusiakan lainnya. Dengan tidak skeptis pada suku, agama ras dan antar golongan.

Komentar