KEAHLIAN ?



Keahlian itu bermula dari pola pikir yang ingin berkembang. Bila saudara memiliki perspektif tentang keahlian dari lahir, maka saudara tidak akan pernah mengembangkan diri saudara. Atau saudara meninggalkan banyak kesempatan untuk mengembangkan diri.

Pola pikir yang tidak ingin berkembang, sangatlah mudah terindikasi. Orang-orang seperti ini akan memilih untuk berhenti belajar, karena masa lalu (Mis: Tidak mendapatkan hasil yang baik saat sekolah, pernah melakukan kesalahan dan pernah mengalami kegagalan). Pertanyaannya, adakah sebuah penilaian yang berlaku selamanya? Tahukah, saudara bahwa seseorang yang memiliki pola pikir berkembang sepakat untuk melihat masa lalu, sebagai penilaian untuk mengukur kemampuan penting tertentu (pada saat itu). Mereka tidak percaya bahwa masa lalu menentukan masa depan mereka sepenuhnya. Sementara, seseorang dengan pola pikir yang tidak ingin berkembang melihat masa lalu sebagai alat pengukur untuk mereka menghadapi masa depan. Alhasil, mereka dengan pola pikir yang tidak ingin berkembang akan sulit untuk diajak “belajar”, dengan alasan “Aku sudah pernah melakukannya, dan aku gagal…”

Calonteolog.com tidak mengingkari bahwa dalam kehidupan ini, setiap orang memiliki bakat yang dikaruniakan Tuhan, agar menjadi ahli dalam setiap bidangnya. Seperti halnya, Bezaleel dan Aholiab adalah orang-orang yang terampil menjalankan pekerjaan tersebut. Bezaleel dikaruniai keahlian, pengertian, dan pengetahuan dalam segala macam pekerjaan membuat perkakas dari emas, perak, dan tembaga (Keluaran 31:3,4). Demikian juga Allah menetapkan Aholiab untuk mendampingi pekerjaan Bezaleel. Allah memerintahkan Musa untuk menunjuk mereka sebagai orang-orang yang akan membuat perkakas tersebut.

Sama seperti Bezaleel dan Aholiab, masing-masing dari kita pasti memiliki keahlian tertentu yang dapat dipakai untuk melakukan tugas-tugas khusus dalam gereja. Barangkali keahlian dalam bermain musik, mengajar, membuat karya seni, menulis, mengatur keuangan, dan sebagainya. Setiap keahlian yang diberikan Tuhan seharusnya dipakai untuk melayani Dia, sesuai peranan yang Dia sediakan bagi setiap kita.

Namun bila “bakat” menjadi sebuah alasan untuk kita tidak mengembangkan diri kepada keahlian yang baru. Maka itu adalah kekiliruan seorang dengan pola pikir yang tidak berkembang. Buktinya, mengapa seseorang bapak yang dahulu tidak pintar memikat wania dan bahkan dia dijodohkan oleh orang tuanya untuk menikahi seorang wanita. Tetapi, ketika dia menikah justru ahli dalam selingkuh dan menutupi perselingkuhannya. Bahkan beberapa teman laki-lakinya tidak percaya bahwa dahulu dia adalah seorang laki-laki yang tidak pintar memikat wanita?

Sadarkah saudara, bahwa “Habit is power” bila saudara terbiasa melatih diri saudara pada sesuatu, maka latihan tersebutlah yang membawa saudara untuk memiliki keahilan pada sesuatu yang secara terus menerus saudara latih.


Seperti kisah seorang panglima di daratan Tiongkok. Sang Panglima dianggap memiliki kelebihan yang tak dimiliki orang-orang biasa. Yakni, ia memiliki keahlian memanah yang tiada tandingannya.
Suatu hari, sang panglima ingin memperlihatkan keahliannya memanah kepada rakyat di negerinya. Lalu, Sang Panglima memerintahkan prajurit bawahannya agar menyiapkan papan sasaran yang diletakkan cukup jauh, serta 100 buah anak panah untuknya.

Setelah semuanya siap, pada hari yang telah ditentukan, Sang Panglima memasuki lapangan dengan penuh percaya diri, lengkap dengan perangkat memanah di tangannya. Di lapangan tersebut, berbondong rakyat yang ingin menyaksikan kehebatan panglima negerinya pun berkumpul. Mereka penasaran, bagaimana Sang Panglima mampu memiliki kehebatan memanah yang luar biasa.

Panglima pun mulai menarik busur dan melepas satu persatu anak panah itu ke arah sasaran. Rakyat bersorak sorai menyaksikan kehebatan anak panah yang melesat! Sungguh luar biasa! Seratus kali anak panah dilepas, 100 anak panah tepat mengenai sasaran! Meski beberapa kali angin menerpa, panah dari Sang Panglima seperti memiliki mata. Sehingga, tak ada satu pun yang meleset dari sasaran.

Dengan wajah berseri-seri penuh kebanggaan, panglima berucap, “Saat ini, keahlian memanahku tidak ada tandingannya. Bagaimana pendapat kalian?”

Berbagai kata pujian pun diucapkan oleh banyak orang yang menyaksikan. Mereka sangat bangga memiliki panglima yang sangat hebat dalam memanah. Namun, di antara sekian banyak yang memuji, tiba-tiba ada seorang tua penjual minyak yang mengucapkan kata-kata yang membuat Sang Panglima dan banyak orang sesaat terdiam, “Panglima memang hebat! Tetapi, itu hanya keahlian yang didapat dari kebiasaan yang terlatih.”

Sontak panglima dan seluruh yang hadir memandang dengan tercengang dan bertanya-tanya, apa maksud perkataan orang tua penjual minyak itu. Sungguh berani si penjual minyak yang orang biasa itu berkata demikian. Namun, sebelum semuanya menjadi heboh, si tukang minyak berkata kembali, “Tunggu sebentar!”

Sambil beranjak dari tempatnya, dia mengambil sebuah uang koin Tiongkok kuno yang berlubang di tengahnya. Koin itu diletakkan di atas mulut botol guci minyak yang kosong. Dengan penuh keyakinan, si penjual minyak mengambil gayung penuh berisi minyak. Ia pun kemudian menuangkan minyak tersebut dari atas melalui lubang kecil di tengah koin tadi sampai botol guci terisi penuh. Meski lubangnya cukup kecil, minyak yang dituang sang penjual minyak tak ada setetes pun yang mengenai permukaan koin tersebut! Semua tepat masuk ke dalam guci dari lubang koin itu.

Panglima dan rakyat pun tercengang melihat keahlian dari si penjual minyak. Mereka pun bersorak sorai menyaksikan demonstrasi keahlian si penjual minyak. Namun, dengan penuh kerendahan hati, tukang minyak membungkukkan badan menghormat di hadapan panglima. Ia pun lantas mengucapkan sebuah kalimat yang penuh makna, “Semua yang bisa saya dan Panglima lakukan tadi hanya keahlian yang didapat dari kebiasaan yang terlatih! Kebiasaan yang diulang terus-menerus akan melahirkan keahlian. Dari kebiasaan inilah, akan memunculkan kekuatan.”

Demikianlah, hasil dari kebiasaan yang terlatih dan dilakukan terus menerus memang dapat membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah serta apa yang tidak mungkin menjadi mungkin. Demikian pula, untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan, kita membutuhkan karakter sukses. Dan karakter sukses hanya bisa dibentuk melalui kebiasaan-kebiasaan seperti berpikir positif, antusias, optimis, disiplin, integritas, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Jangan biarkan pola pikir yang tidak mau berkembang, membuat saudara berhenti untuk belajar, dan melatih diri. Jangan pula menjadikan bakat sebagai alasan untuk menutupi diri yang malas untuk belajar.

Komentar