Keluarga Yang Membawa Damai - Lukas 14:1-14




Ingatkah saudara tentang pesan Yesus ketika dirinya diundang oleh salah seorang pemimpin Farisi untuk makan dirumahnya. Kemudian, dalam acara tersebut seorang sakit mendatangi dan disembuhkan olehNya, tepat di hari Sabat. Calonteolog.com yakin saudara mengingat, kala itu orang-orang yang hadir memfokuskan pandangan mereka pada diri Yesus. Sebab, seorang sakit itu meminta belas kasihan (kesembuhan) pada Yesus.

Menariknya, Yesus tidak langsung melakukan mukjizat untuk seorang sakit itu, tapi bertanya (meminta izin) kepada mereka yang melihat dan menyoroti Yesus. Kenapa? Bagi calonteolog.com tindakan Yesus sebagai penghormatan dan toleransi pada kebenaran orang-orang hadir tentang pekerjaan yang tidak boleh dilakukan pada hari Sabat. Sekalipun bagi Yesus, perbuatanya bukanlah  pekerjaan seperti mereka membayangkan Dokter dalam profesinya, bekerja sebagai media untuk orang lain dapat mengenali dan memberikan solusi bagi penyakitnya. Melainkan tindakan tulus untuk mengasihi orang-orang yang ada disekitarnya.

Tahukah, saudara betapa banyak diantara kita sebagai tamu yang justru tidak memberikan penghormatan dan toleransi didalam rumah orang lain yang mengundang kita masuk kedalamnya. Betapa sering kita, memakai kebenaran kita untuk menilai pemilik rumah yang mengundang kita? Pernahkah saudara mendengar kesaksian orang lain, tentang bagaimana respon orang lain yang saudara kunjungi dalam rumahnya?

Sering kali beberapa pelayan Gereja terjebak pada hal ini, bagaimana mereka berkunjung dengan tujuan “membagikan Berita Baik” kepada orang lain. Lalu mendapatkan penolakan dan menganggap bahwa orang tersebut tidak mau menerima “Berita Baik” yang kita sampaikan kepadanya. Coba telisik lebih jauh lagi, benarkah “berita baik”-lah disampaikan kepada pemilik rumah atau saudara sedang berbicara tentang kebenaran saudara sembari mengabaikan kebenaran yang dimiliki oleh pemilik rumah tersebut?

Calonteolog.com pikir, pembahasan tersebut cukup sampai dan terhenti disitu saja. Sebab, dalam kesempatan ini pemimpin farisi yang mengundang Yesus hadir dirumahnya menjadi sorotan utama. Mengapa? Mari kita membahasnya dalam beberapa pertanyaan.

1. Bisakah, orang lain menemukan kedamaian di dalam keluarga kita?

Pertanyaan pertama ini, tidak ingin mengajarkan saudara untuk belajar bagaimana menjamu orang berkunjung kerumah saudara. Sebab dalam peristiwa tersebut, calonteolog.com yakin Yesus mendapatkan jamuan istimewa dari pemimpin Farisi tersebut. Namun bisakah, diriNya menemukan kehangatan dalam undangan tersebut? Bila kita melihat keseluruhan teks tersebut, ditemukan bagaimana diri Yesus merasa tergelitik ketika orang-orang justru berusaha mencari tempat kehormatan dalam jamuan tersebut. Bisa saudara bayangkan suatu pimpinan organisasi, menjamu dan mempertontonkan kepada saudara tentang anggota-anggotanya yang saling sikut-menyikut untuk mendapatkan tempat terhormat? Adakah saudara mendapatkan kedamaian dalam jamuan tersebut, atau saudara menjadi bingung dan lekas ingin pergi? Lalu bagaimana ketika orang lain datang berkunjung ke rumah kita. Benarkah orang-orang tersebut mendapatkan kedamaian? Atau justru sebaliknya?

Calonteolog.com tidak memahami betul, apakah ini budaya Orang Karo atau bukan. Tetapi, saudara bisa melihat bagaimana orang Karo akan merasa malu bila dalam “Kerja Tahun”[1] bila hanya sedikit orang yang berkunjung kerumahnya, begitu pula sebaliknya. Bahkan seorang teman sepelayanan pernah menceritakan, ketika dia mendapati salah satu jemaatnya depresi dan marah-marah, nenek tesebut tidak dikunjungi oleh keluarganya ataupun orang disekitarnya. Termasuk, teman sepelayanan tersebut mendapatkan amarah nenek itu. Dikarenakan kondisi dan situasi yang membuatnya tidak dapat berkunjung ke rumah tersebut.

Terlepas tentang situasi dan kehidupan nenek tersebut, pertanyaan calonteolog.com kepada kita. Pernahkah saudara memperhatikan beberapa keluarga yang sering dikunjungi oleh orang lain, ataupun pernahkah saudara mendapatkan kenyamanan ketika berkunjung ke suatu rumah? Adakah hal serupa juga terjadi dalam rumah saudara?

Ada dua hal, calonteolog.com soroti sebagai faktor yang membuat orang lain tidak mendapatkan kedamaian ketika berkunjung ke keluarga kita. Pertama, iklim negatif yang justru muncul saat kita berkunjung kerumahnya. Iklim negatif yang dimaksudkan seperti gosip. Sehingga ketika orang lain keluar dari rumah kita, mereka khawatir bila nanti posisinya juga ada dalam gosip saudara bersama orang lain. Atau iklim negatif lainnya, keluarga kita mempertontokan perdebatan-perdebatan yang sering kali terjadi didalam rumah kita. Alhasil, orang sungkan hadir kerumah kita, karena merasa tidak enak ikut campur dalam perdebatan-perdebatan yang ada dalam keluarga kita. Kedua, mempertontonkan keteladanan yang terasa menyengat bagi pendengarnya. Pernahkah saudara merasa malas untuk datang kerumah seseorang, karena keluarga tersebut layak untuk diteladani? Satu sisi, harus diakui bahwa saudara bersalah. Bila, saudara tidak ingin belajar dari kesuksesan orang lain dan menanam kedengkian pada kesuksesan mereka. Namun pada sisi yang berbeda, sebagai keluarga berhasil, kita lebih senang bercerita tentang keteladanan kita daripada mendengarkan orang lain yang ingin belajar kepada kita. Alhasil, maksud hati ingin memberikan kesaksian agar mereka damai mendengarnya. Justru sebaliknya, kesombonganlah yang kita pertontonkan kepada orang lain.

Seorang Kristen yang dewasa rohani bertanya kepada seorang Kristen muda yang begitu bersemangat, "Bukankah Anda senang bersaksi kepada orang lain?" "Ya, benar," jawabnya segera. "Tapi apakah Anda mengasihi orang-orang yang Anda beri kesaksian?" tanya orang Kristen yang pertama menyelidik. Pertanyaan serupa datang kepada kita, apa jawaban kita? Sebab sering kali mereka yang senang bersaksi, jatuh karena mereka tidak mengasihi pendengarnya sebagai sesama.

2. Bisakah, suami-istri sejalan dalam memberikan dan membagikan kebaikan bagi orang lain?

Beberapa diantara kita mungkin menggemari ayat 12-13, tentang ajakan Yesus untuk mengundang orang sembari memanusiakannya. Tanpa melihat jabatan, status dan hubungan kekrabatan, kita mengizinkan orang lain untuk hadir dan mendapatkan kenyaman dalam keluarga kita. Tapi, benarkah realitas menerima ajakan-ajakan seperti ini?

Hal yang paling rumit sering ditemui calonteolog.com adalah ketika salah satu dari pasangan suami istri yang memiliki kemanusian lebih tinggi dari realitas hidupnya. Mengapa ini menjadi sulit, sebab sering kali sosial dan kemanusiaan (mis; suami), justru bertentangan dengan realitas istrinya sendiri. Alhasil, kebaikan suami justru terhalang untuk orang lain. Siapa yang salah? Keduanya salah, dan keduanya benar. Mengapa?

Sering karena kemanusiaan kita, tanggung jawab didalam keluarga terlupakan. Itulah mengapa orang menjadi naif, ketika ia membuat kemanusiaan lebih tinggi dari realitas. Ia lupa, bahwa setiap hal yang dia lakukan akan selalu bersinggungan dengan sosial, ekonomi, dan budaya anggota keluarga. Alhasil, tidak jarang kemanusiaan kita mendatangkan kedamaian bagi orang lain namun tidak bagi keluarga kita sendiri.

Seperti halnya seorang pendeta yang jarang sekali memiliki waktu bersama keluarga karena pelayanannya kepada jemaat. Pendeta tersebut lupa, bahwa setiap kebaikan yang dilakukannya juga akan selalu bersinggungan dengan keluarganya. Sehingga, bila mengabaikan realitas tersebut, jangan heran bila nantinya kita menemukan anggota keluarga yang menganggap semua pelayanan Pendeta tersebut sebagai kepura-puraan.

Pesan dan ajakan Kristus itu sangatlah baik, tapi kita harus mengetahui kalau Yesus jugalah realistis. IA juga tidak ingin kebaikan kita justru menjadi halangan untuk anggota keluarga kita merasakan kasihNya. Karena itu, alangkah baiknya keluarga kita mampu membawa damai bagi orang sekitar kita tanpa harus mengabaikan realitas sosial, ekonomi dan budaya anggota keluarga kita. Jangan sampai, sebagai suami kita mengambil keputusan sesukanya berdasarkan kemanusiaan dan mengabaikan realitas istri dan anak-anak, demikian pula sebaliknya.

Sebagai penutup, calonteolog.com menuliskan satu pertanyaan penting sebagai refleksi akhir dari tulisan ini. “Adakah IA mendapati keluarga kita yang membawa damai bagi seluruh anggota keluarga dan orang lain disekitar kita?”




[1] Kerja Tahun merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan setelah acara menanam padi di sawah selesai. Perayaan tersebut merupakan bagian dari ucapan syukur kepada sang Pencipta karena kegiatan menanam padi telah selesai. Salah satu kebiasaan dalam kegiatan tersebut adalah bersilahturahmi kerumah-rumah.

Komentar