MEMAKNAI NATAL - KELAHIRAN YESUS DI DUNIA



Beberapa waktu yang lalu, saya berfikir tentang pohon natal itu tidak perlu cemara. Sebab itu hanyalah tradisi barat dan sangat tidak kontekstual untuk Indonesia. Misalnya saja, Suku Batak Karo yang bertinggal didaerah Sibolangi; Bukankah jauh lebih baik menggunakan Pohon Aren yang sangat jelas hidup bersama dengan orang-orang karo? Itu lebih kontekstual, daripada Pohon Cemara!

Tapi setelah aku berfikir lebih jauh, ternyata Pohon Cemara memiliki makna, dan bukan hanya soal tumbuh di barat atau tidak kontekstual bagi kehidupan beberapa suku di Indonesia. Untuk itu, alangkah lebih baik kita abaikan sebentar soal permasalahan ini dengan memaknainya dari sudut pandang orang-orang yang hidup bersama Pohon Cemara.

Tahukah saudara bahwa, kebiasaan memasang pohon Natal sebagai dekorasi dimulai dari Jerman. Saat penduduk Jerman menyebar ke berbagai wilayah termasuk Amerika, mereka pun kerap memasang cemara yang tergolong pohon evergreen untuk dekorasi Natal di dalam rumah. Dari catatan yang ada, orang Jerman di Pennsylvania Amerika Serikat memasang pohon Natal untuk pertama kalinya pada 1830-an. Tentu ini adalah satu versi dari sekian banyak versi lain, mengenai asal mula pohon cemara dijadika sebagai pohon natal.

Perlu diingat bahwa pohon Natal bukanlah suatu keharusan di gereja maupun dirumah sebab ini hanya merupakan simbol agar kehidupan rohani selalu bertumbuh dan menjadi saksi yang indah bagi orang lain. Ya, Seperti, Pohon Cemara di musim salju, saat hampir semua pohon dan tumbuhan harus kehilangan kehijauannya, cemara bisa mempertahankan setiap helai daun hijaunya. Dapatkah kita memaknai hal ini didalam hidup kita masing masing?

Tapi, pembahasan kita tidak berhenti pada hal ini. Tahukah saudara, bahwa “Cinta itu tidak pernah bisa dihentikan, bahkan waktu sekalipun menyerah untuk menghentikan “Cinta”. Ya, demikianlah kelahiran Yesus saat malam itu, ia dilahirkan oleh cinta Yusuf dan Maria kepada Tuhan. Bahkan ketika seluruh lingkungan memandang mereka dengan begitu kotor (sanksi sosial), bahkan dengan terror yang begitu mengerikan dari Raja Herodes. Yesus tetap lahir!

Bukankah hal ini sejalan, seperti yang disampaikan Paulus ajarkan dalam suratnya, bahwa "kesengsaraan menimbulkan ... tahan uji" (Roma 5:3,4). Kemalangan adalah proses yang Allah pakai untuk mendatangkan kebaikan dalam hidup kita. Permasalahan yang membuat kita datang kepada Tuhan, sebenarnya dapat mendatangkan kebaikan bagi kita. Hal itu membuat kita sepenuhnya bergantung kepada-Nya.

Ketika menuliskan hal ini, terlintas dalam pikirku tentang kritik Karl Marx, yang beranggapan bahwa Agama tidak lain adalah  produk dari masyarakat kelas dan merupakan ekpsresi dari kepentingan kelas. Dalam hal ini, agama  dijadikan alat untuk memanipulasi dan menindas terhadap kelas bawah dalam masyarakat. Dengan penindasan yang terjadi, agama lalu menjadi tempat untuk mengharapkan penghiburan akan dunia yang mendatang. Dengan kata lain, agama membuat manusia menjadi  teraleniasi dari dirinya sendiri.

Dalam sisi positif kita bisa melihat, hal yang disampaikan oleh Karl Marx sebagai peringatan untuk kita. Sebab beberapa Gereja saat ini justru senang meninabobokan manusia, justru ketika dia harus menghadapi masalah tersebut. Seolah-olah kelahiran Tuhan dalam iman orang percaya membuat segala masalah itu dapat diselesaikan oleh Tuhan sendiri.

Walaupun disisi lain, saya juga menyadari bahwa tanpa kekuatan dari Allah, manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Justru karena kita dimampukan Allah, maka kita dapat melewatinya. Tapi mari kita berfikir kembali, apakah kelahiran Tuhan ke dunia hanya untuk membuat kita semakin menjadi pencundang; “bertopang tangan” dengan semua keadaan? Tidak! Tentu penyerahan orang Kristen tidaklah pasif, bahkan kita tidak diajarkan untuk menjadi Kekristenan yang cengeng.

Justru marilah kita berkaca pada Yusuf dan Maria. Kelahiran Tuhan di dunia membuat mereka justru semakin kuat. Bahkan Yusuf dan Maria menerima diri mereka sebagai Mitra Tuhan untuk menghadirkan cinta di dunia. Dapatkah kita melakukan dan memaknai hal serupa dalam dunia kita saat ini?

Bila saudara ingin melakukannya. Maka, marilah kita mulai dengan hal kecil seperti; Dalam berdoa, hendaknya kita tidak hanya memohon pelepasan dari penderitaan, tetapi juga kasih karunia Tuhan untuk memampukan kita melewati setiap penderitaan dan masalah yang kita hadapi. Sebab hanya dengan perspektif yang seperti ini, kita akan kuat di tengah malapetaka, dan merasa damai di mana pun Allah menempatkan kita. Kita tidak akan menjadi seorang pemarah yang selalu menyalahkan orang lain atas keadaan yang kita alami. Kita tidak juga menjadi pemurung, karena selalu membebani diri kita sendiri dengan evaluasi tidak jelas.

Marahlah kepada diri kita sendiri, bila kita hanya terus-menerus menunggu waktu berubah, menunggu keadaan lebih baik. Marahlah kepada diri kita sendiri, karena menyebut Kristen tetapi tidak memaknai tentang kelahiranNya di dunia ini. Ya¸seperti kelahiranNya; biarlah pesan itu juga sampai kepada kita untuk terus berusaha menghadapi setiap masalah, menyelesaikan perselisihan dengan meminta maaf lebih dahulu dan meniggalkan zona nyaman kita menuju kepada keadaan yang lebih baik!

Komentar