SIAPA YANG MENYUKAI KEGAGALAN ?




Adakah seseorang yang menyukai kegagalan ? Pertanyaan bodoh ini muncul seketika dalam benakku. Rasa-rasanya ada beberapa orang yang menyukai kegagalan, tapi bukan saat ia mengalami hal tersebut. “Setelahnya” ketika dia telah melewatinya dan mampu berkata bahwa tidak ada orang yang gagal, melainkan semuanya hanya kesuksesan tertunda.

Bila saudara saat ini, sedang mengalami kegagalan, lalu seseorang menasihatimu dengan kata-kata tersebut. Janganlah cepat marah, sebab hampir semua orang tidak pernah menyukai suatu kegagalan. Bahkan setiap orang berdoa agar dijauhkan dari sebuah kegagalan.

Tapi, kegagalan tetaplah sebuah proses yang tidak pernah dihindarkan!

Hari ini, tepat 18 hari lamanya aku merasakan kegagalan untuk kedua kalinya dalam prosesku menjadi seorang pelayan dalam Gereja. Namun, tepat dihari ini pula, tulisan ini didedikasikan untuk saudara yang (mungkin) sedang dihantui perasaan kegagalan yang serupa seperti dengan saya saat ini.

Pernahkah saudara menikmati beberapa roti yang berisi coklat ditengahnya? Biasanya para pembuat roti tidak meletakkan apapun di pinggiran roti tersebut, hanya adonan tepung biasa. Tidak heran, saat masa anak-anak sering kali kita hanya memakan bagian tengah roti lalu membuang pinggiran roti tersebut.

Mungkin? Serupa dengan kegagalan, pilihan seseorang hanya ada dua setelah mengalaminya; “Give up” atau “Gate up”. Karena itu, putus asa adalah musuh utama dari keberhasilan. Rasa mudah putus asa ini membuat kita berpikir bahwa satu kegagalan adalah hasil yang final. Dan karenanya, kita menjadi enggan untuk berusaha lagi. Ibarat roti tadi, kita hanya mencicipi sepotong dan merasakan tidak enak, lalu kita membuangnya. Padahal bisa saja, bagian yang kita cicipi itu adalah bagian pinggiran yang hambar. Sementara, ada bagian lain dari kue yang bisa kita nikmati. Jika kita berusaha lebih keras lagi, mungkin hasil yang manis akan kita rasakan tak lama lagi.

Namun, sanggupkah seseorang melakukannya? Sanggupkah seseorang keluar dari perasaan putus asa karena kegagalannya ? Atau kita hanya menjadi pecundang yang berfikir bahwa semua usaha telah kita lakukan, padahal belum sepenuhnya?

Beberapa hari terakhir ini, saya sering cerita dengan beberapa orang yang pernah dan sedang mengalami kegagalan. Secara umum, mereka menceritakan tentang kegagalan dalam percintaan yang akhirnya justru merambat keseluruh hidupnya. Bahkan tidak jarang, masalah-masalah kecil justru menjadi besar. Mengapa?

Mungkin acuan yang kita pakai dalam hidup ini adalah apa yang akan terjadi, bukan apa yang sedang terjadi.

Kegagalan kita saat ini, membuat kita berfikir tentang resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi didepannya. Padahal, belum tentu semua hal itu terjadi seperti yang kita khawatirkan. Pengalaman saat kegagalan itu muncul, hari pertama sampai hari keempat; ketakutan terus menghantui hidup saya. Ketakutan-ketakutan, tentang bagaimana perasaan orang-orang yang saya kasihi dan menaruh harapan kepada saya. Perasaan khawatir itu menipu diri dan melupakan hal terpenting, yakni “mencari solusi untuk diri sendiri, menjalani sesuatu yang sedang terjadi saat ini atau melewatinya dan memulai sesuatu yang baru”.

Berhenti memikirkan apa-apa yang belum terjadi. Apa yang sudah terjadi saat ini juga membutuhkan solusi

Ya, setiap orang membutuhkan pelepasan atas kegagalan yang menghantui hidupnya, karena pengalaman kegagalan justru hanya melemahkan diri, bila hal tersebut terus menerus dipikirkan dan membuat kita semakin mengkhawatirkan masa depan. Daripada repot menghalau semua rasa perih, kenapa tidak mencoba menikmatinya? Terimalah fakta jika kita merasa kecewa, terimalah kenyataan saat kita merasa tidak berguna. Biarkan diri kita meluapkan kesedihan itu, hingga matahari muncul dan kita siap untuk kembali duntuk perjalanan lainnya.

Saya dan kamu yakin telah memahami hal ini. Bahkan kita mengetahui pula, bahwa mimpi besar membutuhkan usaha besar dan setiap usaha pasti memiliki resikonya. Saya dan kamu juga lebih dari paham bahwa kegagalan adalah hal yang biasa dan dari sana kita selalu bisa bangkit untuk berusaha lebih keras lagi.

Tapi apakah kita paham pula, untuk belajar dari kegagalan-kegagalan yang kita alami? Ataukah kita menganggap bahwa yang penting tidak putus asa dan mau berusaha lagi? Setiap kegagalan menyimpan sedikitnya satu pelajaran. Itulah yang harus kita harus ketahui, agar ke depannya tidak mengulang kesahalan yang sama dan menemui kegagalan yang sama,

Setiap kegagalan datang, kita selalu punya pilihan. Mau kecewa berkepanjangan, atau memulai proses menjadi manusia yang lebih baik? Kita juga punya kuasa untuk memutuskan apakah akan bertanggung jawab atas kegagalan itu, atau justru menyalahkan orang lain atasnya.

Kita selalu punya opsi untuk tidak jadi pecundang dan mampu menghadapinya dengan gagah berani. Rasa terpuruk dan gagal selalu datang sepaket dengan kesempatan untuk jadi manusia yang lebih pemberani.

Tuhan kan tidak pernah tidur , sekecil apapun usaha kita Tuhan pasti menghargai , setidaknya kita sudah mau berusaha dan tak berdiam diri hanya meminta

Mungkin saudara juga pernah mendengar tentang buah dari “kekonsistenan”, bahwa kesuksesan bisa datang kapan saja kepada orang yang konsisten dan terus berkomitman pada usaha yang dia lakukan saat ini. Bahkan banyak tokoh yang selalu kit abaca, berbuah karena kekonsistenannya. Jadi apa yang terbaik saat ini, terus menerus berada pada perasaan tidak menyukai atau mencoba menikmatinya?

Hidup terus berjalan bukan, setiap orang punya pilihan, dan sekarang mau kemana pilihan kita?


Komentar