Yesus Datang Ke Dunia, Sekalipun Dirinya Benar - Yohanes 1:14-18



Seperti kita ketahui, masa adven adalah masa penantian. Namun yang perlu dipertanyakan adalah pemahaman kita soal penantian tersebut. Liturgi Gerejawi menempatkan minggu-minggu adven sebelum tanggal 25 desember. Tidak heran, hal ini berakibat pemahaman adven hanyalah suatu romantisme mengenang masa-masa menjelang Yesus lahir. Salahkah? Tentu, tidak!

Tetapi masa masa adven melebihi dari pada hal itu saja, sebab masa-masa ini juga merupakan penantian nyata akan kedatangan Yesus. Bukankah Yesus mengatakan bahwa Ia akan datang kembali pada akhir zaman? Kapan itu? Entahlah.

Namun pernahkah saudara menyadari bahwa kehadiran (pendekatan) yang dilakukan Yesus menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan dan diperlukan oleh orang-orang saat ini?

Betapa banyak di antara kita yang selalu bertahan pada rasa tidak suka yang bisa menjadi awal pertengkaran, kesalahpahaman, pemicu kemarahan, atau saat menyakitkan lainnya. Kita bersikeras menunggu orang lain mendekati kita – percaya bahwa inilah satu-satunya cara yang akan membuat kita bisa memaafkan atau menghidupkan kembali sautu persahabatan atau hubungan keluarga.

Salah satu film menarik dari India, berjudul “Dream Girl” menceritakan tentang seorang laki-laki bernama Karam yang mampu menirukan suara perempuan. Karena sulitnya mendapatkan pekerjaan dengan latar belakang akademinya, dan situasi perekenomian keluarga yang terlilit utang, membuat dirinya bekerja dalam sebuah perusahan legal yang memanfaatkan suara perempuannya. Perusahan tersebut mempekerjakan perempuan-perempuan (kecuali Karam) untuk menerima setiap panggilan dari laki-laki yang merasakan kesepian. Pekerjaan yang diguluti Karam membuat dirinya banyak disukai oleh para lelaki yang menelponnya. Bahkan, dalam cerita tersebut adapula seorang perempuan yang sudah tiga kali gagal dalam berumah tangga dan tidak mempercayai laki-laki mencintai suara Karam. Hal yang dilakukan Karam, sangatlah sederhana, merubah nama menjadi Pooja dan suaranya sangat mirip dengan perempuan. Ia memberikan telinganya untuk mendengar setiap masalah-masalah dan kesukaan-kesukaan dari penelponnya. Selebihnya, tidak ada! Ia tidak melakukan apapun selain berkomunikasi dengan para penelponya. Kegiatan tersebut ternyata, membuat dirinya memiliki banyak sekali palanggan.

Menarik dari refleksinya setelah melakukan kegiatan tersebut adalah Karam memperingatkan semua orang, bahwa populasi manusia mungkin semakin meningkat, tetapi hal serupa juga terjadi pada rasa kesepian. Hal tersebut, dia rasakan ketika Karam memberikan rasa empati dan dirinya bagi pelanggannya. Sesuatu yang sebenarnya dapat orang lain lakukan, tapi kita berhenti untuk tidak melakukan hal tersebut. Mengapa? Karam mengumpamakannya dengan foto. Fakta yang dilihatnya betapa banyak orang lebih mementingkan foto selfie kita, bukan foto kebersamaan bersama orang-orang yang kita sayangi. Bahakan hal tersebut, membuat ego seseorang semakin tinggi, sampai batas kesepian itu memuncak. Orang-orang dapat membunuh dirinya sendiri, sembari melupakan lingkungan yang begitu mengasihinya.

Saudaraku, betapa banyak diantara kita yang terjebak dalam kesepian hanya karena memendam kebencian, ketidaksukaan dan amarah kepada orang lain. Perasaan-perasaan yang mengubah “masalah kecil” menjadi “masalah besar” dalam pikiran kita. Kita mulai percaya bahwa posisi kita lebih penting daripada kebahagian kita. Ternyata tidak demikian. Belajar dari kehadiran Yesus, kesepian dapat hilang bila kita memahamai bahwa; "menjadi yang benar hampir tidak pernah lebih penting daripada membuat diri kita bahagia". Seperti Yesus, Dia datang (mendekati) ke dunia untuk menebus dosa manusia. Memulihkan hubungan, membuat dosa itu berlalu. Bukankah Yesus pedoman hidup kita? Maukah kita membiarkan orang lain menjadi benar?

Ini tidak berarti bahwa kita bersalah. Semua akan baik-baik saja. Kita menikmati pengalaman membiarkan masalah berlalu, juga nikmatnya membiarkan orang lain menjadi yang “benar”, mereka akan menjadi tidak defensif dan lebih menyukai kita. Bayangkan, betapa kehadiran Allah meneduhkan dan memberikan kehangatan setiap orang. Mengapa? Karena Dia datang ke dunia untuk memulihkan hubungan kita dengan Bapa. Bukan mempersalahkan manusia. Sekalipun beberapa diantara kita, dengan beberapa alasanya tidak merasakan dan mengabaikan kehadiranNya. Itu tidak menjadi soal! Karena ini tentang kita, orang-orang percaya. Maukah kita melakukan hal serupa dalam masa penantian ini? Mendekati orang yang telah bersalah kepada kita, dan mengabaikan kebenaran yang kita miliki. Karena keinginan kita untuk menjadi bahagia, dengan tidak terjebak dalam perasaan menyakitkan  itu?

Demikianlah, penantian adven ini tidak pasif dan bukan hanya sekedar romantisme mengenang masa-masa menjelang Yesus lahir. Penantian ini adalah sebuah tindakan aktif: mengintropeksi diri, berjaga-jaga dalam iman dan pengharapan, memantaskan diri dengan selalu berfikir positif, menciptakan dunia yang penuh kasih sayang (bukan penghakiman) disekeliling kita.

Percayalah, para penjual, baik offline ataupun online, baik barang maupun jasa, akan berjaga menanti konsumenya datang atau memesan? Bukankah ketika ada pembeli datang atau memesan, mereka akan dengan sigap memberikan pelayanannya? Apa jadinya bila mereka tengah tertidur pulas ketika pembeli datang atau memesan?

Komentar