Nyanyikanlah Nyanyian Yang Baru - Masmur 98:1-9


Suatu waktu seorang anak kecil yang sedang makan bersama dengan orangtuanya, memperhatikan Ayahnya berdoa. Dalam kesempatan itu, anak tersebut memperhatikan dengan penuh saksama, bagaimana Ayahnya mengucapkan kata-kata yang sangat tidak dia mengerti. Ketika, doa telah selesai, anak itu bertanya dengan polos kepada Ayahnya, katanya; Ayah, aku tadi tidak berdoa dan hanya melihat Ayah. Apakah, Tuhan akan marah kepadaku, bila aku melupakan doa?”

Saudaraku, pernahkah diantara kita, memiliki pertanyaan serupa seperti anak tersebut. Ataukah ada diantara kita memiliki pengalaman seperti saya, dimana Guru Sekolah Minggu mengatakan kepada kita tentang Tuhan Yang Marah bila, kita tidak berdoa.

Rasa-rasanya, ada banyak diantara kita, memiliki pengalamans serupa dengan saya. Sampai-sampai pengalaman tersebut membuar kita berfikir bahwa tindakan-tindakan saleh kita, seperti berdoa, menyanyi, beribadah dan membaca Kitab Suci dilakukan sebagai sarana pengamanan untuk menghindari hukuman Tuhan. Bila kita berpikir demikian, kita akan memiliki motivasi yang salah dalam melakukan sesuatu bagi Allah. Pemikiran semacam itu hanya membuat kita berdoa dan memuji Allah demi kepentingan atau perkenan pribadi.

Dalam cerita berbeda, seseorang pernah bersaksi pada diriku tentang peribadahan yang dilakukannya di beberapa Gereja. Bagaimana ia menikmati setiap nyanyian-nyanyian yang diiringi oleh para pemusik Gereja tersebut. Tidak jarang pula, suasana demikian membuat dirinya semakin menghayati setiap nyanyian-nyanyia. Mungkin juga diantara kita, merasakan hal serupa ketika mengikuti kebaktian-kebaktian demikian. Setelah kesaksian tersebut ia, bertanya tentang pengalamanya yang tidak pernah, didapatkannya saat beribadah dalam Gereja Kesukuan.

Bila boleh berpendapat, beberapa Gereja Kesukuan juga harusnya memandang pelayanan musik dan pemimpin nyanyian sebagai sesuatu yang penting. Hal ini saya utarakan, dikarenakan beberapa pengalaman saya melihat Gereja Kesukuan justru menanggap pelayanan tersebut menjadi sesuatu yang dipandang sebelah mata, bahkan tidak jarang pula para pemain musik penyanyinya tidak mempersiapkan diri (langsung tampil).

Namun dari sisi yang berbeda pengalaman yang diceritakan oleh orang tersebut juga layak untuk kita kritisi dengan beberapa pertanyaan, seperti “Apakah pujian penyembahan berguna untuk pemuasan emosional jemaat?” “Apakah pujian dan penyembahan terbatas pada suasana dan tempat? Bila penyembahan dan pujian hanya berguna untuk memuaskan emosional manusia saja dan terbatas pada tempat. Maka, hal berbeda justru kita temukan dalam Mazmur 98:1-9

Mazmur ini ditulis untuk mengenang kembali karya penyelamatan Allah terhadap bangsa Israel pada peristiwa-peristiwa Keluaran dari Mesir. Pemazmur memujui-muji Tuhan untuk keajaiban-keajaiban yang telah Tuhan nyatakan bagi bangsa Israel. Pemazmur juga memuji Tuhan untuk keselamatan yang Tuhan telah berikan pada bangsa Israel sejak mereka keluar dari Mesir hingga masuk tanah Kanaan. Pemazmur mengingat bahwa Israel adalah bangsa yang kecil dan lemah yang baru keluar dari perbudakan, tetapi Allah telah menyertai mereka secara luar biasa dan memberikan keselamatan kepada mereka. Pemazmur juga memuji Tuhan untuk kasih setia Tuhan yang tidak berkesudahan pada bangsa Israel. Meskipun berulangkali Israel gagal untuk setia pada perjanjian Tuhan, tetapi Tuhan selalu setia dan mengingat perjanjianNya.

Ya, semua tentang Tuhan dan hanya Tuhan.

Bukan tentang pemuasaan emosional diri kita belaka. Atau dengan kata lain, penyembahan kita kepada Tuhan tidak dilakukan untuk mendapatkan keuntungan untuk diri kita. Namun, setiap pemikiran atau tindakan pengagungan kita harus keluar dari rasa hormat kita bagi Dia dan kebesaran-Nya. Hati dan suara kita harus dipenuhi dengan pujian seperti yang dinyatakan dalam Mazmur 98. Pernyataan rasa syukur kita adalah kurban bagi-Nya (Mazmur 116:17)

Sebab ada banyak hal dalam hidup yang membuat kita seharusnya terus-menerus memuji Tuhan. Bahkan kemampuan kita untuk memuji-muji Tuhan sangat bergantung pada seberapa jauh kesadaran kita akan campur tangan Tuhan dan karya-karyaNya dalam hidup kita. Jadi bukan terbatas pada tempat dan situasi, melainkan tentang kesadaran bahwa; kita bisa hidup, kita bisa bernafas, kita dapat mengenal Tuhan, kita dapat bekerja, kita dapat melayani, kita dapat memiliki keselamatan, dan sebagainya, itu semua bukan karena kemauan dan kemampuan kita sendiri tetapi karya Tuhan dalam hidup kita. Kita patut memuji-muji Tuhan untuk setiap anugerahNya bagi kita.

Lebih daripada itu, dalam Mazmur 98 ini, bercerita pula tentang hati yang dibaharui. Jangan sampai pujian dan penyembahan yang baik justru tidak tampak dalam kehidupan bersama seluruh ciptaan. Jangan sampai pujian dan penyembahan hanyalah formalitas kepada Tuhan dan menjadi batu sandungan bagi orang-orang dan alam yang hidup bersama dengan kita.

Hati yang memuji dan menyembah itu, bukanlah pemuasan diri. Tapi tentang Tuhan dan hanya Tuhan 

Komentar