Bagaimana bila doa tidak terkabul?




Pertanyaan-pertanyaan tentang pengabulan doa ataupun kehadiran Allah sering dipertanyakan oleh mereka yang sedang berjuang menghadapi masalah dalam hidupnya. Penulis mazmur juga memperlihatkan hal serupa dengan mazmur-mazmur minta tolong kepada Tuhan. Tentu, perasaan-perasaan tersebut sangat lumrah terjadi kepada diri manusia. Sebab manusia itu rapuh, tanpa pertolongan dariNya. Justru karena susah payah dan ketidakmampuanlah, maka manusia membutuhkan Tuhan. Tapi bagaimana ketika permohonan yang diucapkan dalam doa, tidak pernah terkabulkan?

Beberapa pendeta memberikan jawaban dengan mengatakan bahwa “Tuhan memiliki waktuNya” atau “Semua akan indah pada waktuNya”. Kata-kata itu diberikan kepada orang-orang percaya tentu atas dasar iman dan pengharapan. Namun, kesalahpahaman justru terjadi ketika manusia tidak lagi mau menerima kehendak Tuhan dan memaksa keinginannya dikabulkan.

Memang, dalam beberapa ayat sering menjanjikan tentang kepastian akan Allah yang mendengar dan Allah yang pengasih. Bahkan beberapa orang mengambil cerita tentang bagaimana kuasa-kuasa Allah bekerja bagi mereka yang meminta dan memohon kepadaNya. Ilustrasi dari Yesus juga memperlihatkan hal serupa;

“Bapa manakah di antara kamu, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surge! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepadaNya.” (bdk Luk 11:5-13)

Namun benarkah perumpamaan yang disampaikan Yesus tersebut adalah kepastian akan semua kehendak manusia akan dikabulkan oleh Bapa? Tentu tidak! Perumpamaan-perumpamaan yang Yesus berikan tidak menunjukkan bahwa semua permohonan manusia akan dikabulkan. Tetapi dari perumpamaan tersebut, kita mengetahui bahwa Tuhan kita seperti orang yang pernuh kasih dan murah hati. Untuk itu maka, Yesus mengajak kita untuk datang kepadaNya dengan segala kerinduan dan kegelisahan kita terhadap segala hal yang tidak seharusnya terjadi.

Sedang, beberapa pendeta lain mengungkapkan tentang bagaimana dosa justru menjadi kutukan dan hambatan bagi orang-orang yang berdoa. Seolah-olah, permohonan para pendosa tidak akan pernah dipenuhi oleh Tuhan. Kalaupun itu benar, maka saat Yesus memenuhi permohonan penjahat yang disalib sebelahnya akan menjadi pertanyaan besar bagi mereka yang menganggap bahwa doa-doa orang pendosa tidak dapat dikabulkan.

Hal menarik ketika saya pernah melihat penjual es krim yang mengeluh akan hari hujan. Ia selalu bersungut-sungut saat hujan datang. Sedang sisi lainnya para petani bersyukur karena hujan turun menyirami tanamannya. Hal yang justru lebih menarik lagi, ketika hujan dalam beberapa waktu terakhir dan membuat para petani ikut kesal, karena tanamanya terendam banjir.

Oleh sebab itu seorang Guru pernah berkata bahwa, yang terpenting dalam doa kita sebenarnya bukan apakah doa itu terkabul atau tidak, tetapi bahwa dengan berdoa kita menyerahkan segala sesuatu termasuk keinginan dan pergumulan kita kepada Tuhan. Artinya, memang kita sudah seharusnya membawa keinginan dan kepentingan pribadi kita harus kita tempatkan di bawah kepentingan Kerajaan Allah. Kalau apa yang kita inginkan itu ternyata merugikan kemuliaan Tuhan atau merusak suasana Kerajaan Allah: perdamaian, kasih dan keadilan maka kita harus rela jika doa kita tidak dikabulkan Tuhan, seperti sikap Paulus ketika Tuhan menolak mengabulkan doanya.

Inilah yang tersulit dalam berdoa, memberikan diri untuk benar-benar berserah kepada kehendakNya. Kita sering tidak terlalu ikhlas ketika mengatakan: “Jadilah kehendak-Mu”. Sebaliknya, kehendak Tuhan hanya kita perhatikan kalau itu menunjang kehendak kita. Alhasil, kata-kata seperti “Indah pada waktunya” sering menjadi bentuk ego tertinggi dari manusia yang tidak menerima kehendak Allah.

Menariknya, pesan-pesan seperti yang saya sampaikan ini ternyata digemari oleh pendeta-pendeta dengan doa-doa kurang berkuasa kata para jemaatnya. Bahkan pesan-pesan ini diangap sebagai pembenaran atas doa-doa yang tidak berkuasa untuk menyembuhkan sakit-penyakit; pengusiran setan; mukjizat dsb.

Sayapun tidak memungkiri bahwa setiap orang memiliki karunia dari Allah untuk berlaku hal serupa. Tetapi, karunia tersebut juga tidak terbatas hanya kepada orang-orang tertentu saja. Mungkin Tuhan tidak mengizinkan saya menjadi seorang pendoa dengan penuh mukjizat, karena bagi Tuhan itu tidaklah baik.

Loh koq bisa tidak baik? Bisa dong!

Allah akan memberi apa yang kita minta baik bagi kita, tetapi kita tidak tahu apakah yang kita minta itu “roti” atau “batu”, apakah keinginan kita sesuai atau  bertentangan dengan kerajaan Allah. Untuk itulah maka kita diajar untuk berdoa dengan sikap rendah hati seperti yang dilakukan Tuhan Yesus, “bukan kehendak-Ku, tetapi kehendak-Mulah yang jadi”. Maka, doa bukanlah klaim atau tuntutan agar kehendak kita dikabulkan atau segala kesusahan dienyahkan daripada kita. Sebab, doa permohonan bukanlah tentang membujuk Allah untuk melakukan sesuatu yang melawan kehendakNya, melainkan tindakan berdiri di hadapan Allah atas kehendak kita dan mencari kehendak Allah bagi hidup kita.

Komentar