KAMU DAPAT MEMILIH UNTUK HIDUP BAHAGIA - Matius 5:1-12



Percayakah saudara, bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang tidak menginginkan kebahagian. Semua orang hidup dengan keinginan untuk bahagia. Namun yang selalu menjadi pertanyaan adalah “Bagaimana aku dan kamu memandang kebahagian tersebut?”

Sebelum membahas hal ini lebih lanjut saya ingin membagikan beberapa analogi mengenai kebahagian;
  • ·         Jika kekuasaan bisa membuat seseorang bahagia, tentu Getulio Vargas, Presiden Brasil, tidak akan menembak jantungnya sendiri.
  • ·         Jika kecantikan bisa membuat seseorang bahagia, Marilyn Monroe yang kala itu dijuluki wanita tercantik di dunia, tidak akan meminum alkohol dan obat depresi yang menyebabkan overdosis.
  • ·         Jika kekayaan bisa membuat seseorang bahagia, tentunya Adolf Merckle orang terkaya dari Jerman tidak menabrak dirinya sendiri ke kreta api
  • ·         Jika ketenaran seseorang bahagia, pasti Michael Jakcson tidak akan meminum obat tidur setiap malam hingga akhirnya overdosis

Dalam beberapa kasus ekstrim, ditemukan orang-orang yang bahagia dengan melukai diri sendiri ataupun melukai orang lain. Namun, setelahnya bagaimana? Mereka tidak pernah puas, tubuh akan terus dilukai dan korban akan terus bertambah. Bila demikian, kebahagian apa yang selama ini mereka dapatkan?

KEBAHAGIAN SEMU! Tanpa disadari, banyak diantara kita sedang memperjuangkan kebahagian yang semu, tidak penuh dan hanya sementara. Sekalipun saudara telah membaca banyak sekali ilustrasi mengenai kebahagian sejati. Faktanya, masih banyak diantara kita yang hidup untuk mengejar kebahagian semu. Mengapa? Sebab, memperjuangkan kebahagian semu itu, lebih terlihat realistis ketimbang daripada kebahagian yang banyak para penyair ungkapkan. Tidak percaya?

Ketika membaca kesaksian penulis Injil Matius, saya melihat bagaimana Yesus menyadari tentang kehidupan orang-orang yang mengikutinya juga sedang mengejar kebahagian semu. Orang-orang tersebut mendekati Yesus, dengan pengharapan mesianis yang sangat berbeda dengan tujuan Kristus.
Sebab itu, tidak mengherankan ketika Dia mengatakan; Berbahagialah orang yang miskin (ay.3) dan berbahagialah orang yang berdukacita (ay.4). Yesus tidak mengatakan kepada banyak orang tersebut; “berbahagialah karena keadaanmu yang dahulu miskin telah kubuat menjadi bahagia….”  atau; “berbahagialah karena mereka yang engkau kasihi telah disembuhkan dan hidup kembali”. Tidak, Yesus tidak mengatakan hal tersebut.

Yesus mengajarkan kepada kita bahwa kekayaan duniawi tidak pernah memuaskan kehidupan, untuk itu setiap orang haruslah hidup miskin di hadapan Allah. Itulah realitas seutuhnya, sehingga ketika banyak orang berkata bahwa “uang bukan segalanya, tapi segala sesuatunya butuh uang” sebagai alasan untuk mengejar kebahagiaan semu sebagai realitas. Maka, katakanlah bahwa tidak segala sesuatunya membutuhkan uang. Sebab bila kebahagian dapat dibeli, maka orang kaya akan membeli kebahagian itu dan memborongya sampai habis. Mereka yang tidak memiliki kekayaan, pasti tidak akan pernah bahagia. Namun realitasnya bagaimana? Banyak orang yang tidak memiliki kekayaan duniawi justru lebih berbahagia dari orang kaya, bukan?

Mereka yang miskin dihadapan Allah, menyadari bahwa air dan roti tidak dapat memuaskan kehidupan mereka, Hanya kebenaran yakni Yesus Kristus, itulah yang dapat memberikan kebahagian seutuhnya. Termasuk ketika kita mendapati dukacita sekalipun. Kita juga masih disebut berbahagia, sebab Allah yang menjadi pemilik kita memberikan penghiburan sejati bagi kita. Sekali lagi, kebahagian tidak ditentukan dari luar diri kita. Melainkan dari apa yang memenuhi pandangan dan hati kita. Apakah Yesus ada di dalamnya? Bila, Yesus ada dalam diri saudara, dalam kesesakan sekalipun, saudara dapat memilih bahagia.

Contoh sederhananya seperti ini;

Suatu hari, saudara menemukan gundukan pupuk kandang tepat didepan rumah saudara. Pupuk kandang tersebut sangatlah kotor dan baunya memenuhi rumah saudara. Nah, ada dua respon yang menunjukkan kebahagian itu bukan ditentukan oleh keadaan.

Respon pertama, dari seorang yang tidak pernah meminta hikmat dan penghiburan dari Allah. Ia membawa kotoran kemana mana bersama kita. Alhasil, orang yang berlaku demikian ini akan memiliki bau yang sama seperti pupuk kandang dan dijauhi oleh orang-orang disekitarnya.

Respon kedua, dari seorang yang meminta hikmat dan penghiburan dari Allah. Ia mengubur kotoran tersebut. Tentu, prosesnya lama, karena gundukan pupuk kandang itu sangatlah banyak. Namun, seorang tersebut terus mencampurkannya dengan tanah di halaman rumahnya. Sembari, menanam beberapa tanaman muda. Sampai, akhirnya tanaman muda tersebut menghasilkan buah untuk dibagikan kepada para tetangganya.

Tahukah saudara, bahwa membawa kotoran adalah seumpama seorang yang menyerah pada keadaan. Lalu ia tenggelam dan depresi, hal-hal negatif, atau amarah terus muncul dalam dirinya karena keadaan tersebut. Sementara mereka yang mencampurkan gundukan pupuk kandang dengan tanaman muda, seumpama pengenalan terhadap rasa sakit yang tragis. Ia mempelajari rasa sakit tersebut dengan hikmat yang Allah berikan. Lalu mereka membagikannya sebagai kesaksian (buah dari tanaman muda) kepada para tetangganya, tentang Allah yang menghibur.

Ya, demikianlah setiap orang dapat memilih bahagia bukan karena sesuatu dari luar dirinya. Melainkan, dari dalam diri mereka. Ketika hati dipenuhi dan dikuasai oleh Yesus Kristus. Maka dalam kesesakan sekalipun, saudara dapat berbahagia.

Selanjutnya, bila saudara memperhatikan soal respon seseorang yang menanam gundukan dan membagikan hasil tanaman mudanya kepada para tetangganya. Maka saudara dapat memahami, mengapa Yesus menyebut mereka yang lemah, lembut, murah hati dan membawa damai, sebagai orang yang berbahagia. Sebab, hati mereka suci dan tidak dipenuhi oleh keserakahan.

Hal ini tidak begitu menjadi masalah, sebab sekalipun sulit tapi saya yakin mereka yang telah dipenuhi dan dikuasai oleh Kristus. Tidak akan berbuat serakah, dan menjadi lupa diri. Sekalipun, saya juga menyadari bahwa tidak sedikit orang menjadi lupa diri ketika kehidupannya jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Lebih penting dari pada itu, saya justru lebih tertarik tentang ucapan bahagia bagi; orang-orang yang dianiaya, dicela dan difitnah oleh karena Kristus. Mengapa? Sebab ini sulit, dan sangatlah banyak orang meninggalkan kebahagiannya hanya karena situasi yang demikian ini.

Berbicara mengenai hal ini, saya teringat dengan seseorang sahabat yang berkeinginan untuk masuk dalam salah satu institusi Agama. Namun, keinginan tersebut harus sirna hanya karena dia memiliki prinsip untuk tidak mengikuti bentuk-bentuk penyelewangan yang ada dalam institusi tersebut. Cukup berat baginya untuk mempertahankan prinsip tersebut. Orang tua terus menekannya, lingkungannya juga memaksa dia untuk mengikuti semua tradisi yang ada. Tapi dia tetap bersikeras memegang prinsip tersebut. Sebab katanya, bahwa tidak ada yang perlu dikejar di dunia ini selain Kebenaran dari Firman Tuhan. Baginya, status yang didapatkan dari penyelewengan hanya akan mendidik dirinya sama seperti dunia.

Titik balik itu dia temukan ketika ia bertemu dengan seorang GM Hotel didaerahnya. Dalam pertemuan tersebut, ia mendengarkan salah satu nasihat yang baik dan sangat dalam terucap dari GM Hotel tersebut, katanya;
“Saya seorang pelayan dan saya senang untuk melayani banyak orang”
Kata-kata itu, membuat dirinya semakin tegar dan bertahan pada prinsipnya. Apakah sahabat saya itu tidak merasakan depresi dan stress dengan prinsip yang dia pegang? Dari semua hal yang dia ceritakan, keinginan untuk menyerah dan mundur dari semua perjuangannya juga sering menghantui dirinya. Tapi dia tetap bertahan, baginya Allah tidak pernah tidur dan melihat hatinya. Satu tulisan yang menguatkannya dibagikan kepada saya; ditulis demikian;
Tuhan itu baik; Ia adalah tempat pengungsian waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepadaNya (Nahum 1:7)
Diantara kita juga mungkin memiliki pengalaman serupa. Ketika dunia menekan kita, ketika orang-orang terdekat memaksa kita untuk beradaptasi dengan dunia dan meninggalkan kebenaran Tuhan. Bagi saudara yang mengalaminya percayalah, bahwa “Ini pun akan berlalu”. Saudara berhak untuk mengikuti kata hati saudara, memilih hidup bahagia dalam kebenaran Tuhan. Sekalipun, keadaan semakin menyesakkan saudara. Setidaknya saudara memahami, bahwa keadaan itu memang tidak menentukan kebahagian kita.
Kebahagian itu bukan dari luar diri kita, sebaliknya kebahagian itu selalu bergantung pada pandangan dan hati kita! - AGM

Komentar

Unknown mengatakan…
Super sekali..! Berbahagialah...