KEBAHAGIAN DAN BERKAT DIANUGERAHKAN TUHAN, UNTUKMU - Mazmur 112:1-10


Takut akan Tuhan dan menyukai perintahNya akan diberkati dan mendapatkan berkat? Apakah benar demikian? Apakah ketika kita takut dan mengikuti perintah Tuhan, maka kita akan menjadi berkat?

Kalimat, “Takut akan Tuhan dan menyukai perintahNya” sepertinya menjadi kata-kata yang saat ini menjadi  SENJATA UTAMA bagi beberapa pemuka Agama. Salah satu pengalaman nyata yang pernah saya dengarkan dari seorang yang beribadah di suatu Gereja. Dalam Gereja tersebut, jemaat yang setiap awal tahun mendengarkan ajaran dari pendeta dengan kalimat tersebut. Pendeta tersebut mengatakan bahwa setiap orang yang memberikan buah sulung (persembahan=uang) di awal tahun akan dilipatkgandakan oleh Tuhan. Begitulah keyakinan si Pendeta mengajarkan kepada orang tersebut. Beberapa jemaatpun mengikuti pengajaran tersebut dengan anggapan bahwa mereka yang memberikan buah sulungnya adalah orang-orang yang takut akan Tuhan dan menyukai perintahNya. Harapannya, sangatlah jelas, dengan mengikuti pengjaran tersebut maka mereka akan mendapatkan kebahagian dan berkat dari Tuhan. Namun hal berbeda justru terjadi pada salah satu temannya yang justru mendapatkan musibah. Ekonomi dari temannya tersebut, tidak bertambah seperti disampaikan dan diyakini oleh Pendeta tersebut. Alhasil, karena kekecewaan yang berlebihan jemaat tersebut memutuskan untuk mengganti keyakinannya.

Cerita itu seketika membuat saya melihat dua hal;

Pertama, sering kali dengan kepentingan dan keyakinan dari diri kita untuk mengajarkan kepada orang lain tentang satu hal justru menjadi kekeliruan. Mengapa? Karena kita fokus pada diri kita, kepentingan kita dan ego dari diri kita. Pusat dari pengajaran kita bukanlah lagi Allah. Kedua, sering kali beberapa orang mendefinisikan kebahagian ataupun berkat dari Tuhan dengan pertumbuhan ekonomi dalam keluarganya. Alhasil, seperti yang terjadi pada jemaat tersebut. Ia malah menjadi kecewa karena, kebahagian dan berkat itu tidak ia dapatkan dari Tuhan. Padahal, ia merasa sudah melakukan seluruh pengajaran dari Pendeta tersebut, salah satunya memberikan buah sulung di awal tahun.  Kedua hal tersebut, menarik saya untuk menuliskan tulisan ini dan membaca Mazmur 112:1-10. Tulisan dari pemazmur yang dikategorikan oleh beberapa teolog sebagai mazmur hikmat.

Saat saya memperhatikan teks ini, saya menemukan bahwa pasal 112 itu tidak bisa disampingkan dengan pasal 111 yang menceritakan tentang Allah. Atau dengan kata lain pemazmur lebih dahulu menceritakan tentang kebajikan Allah dan melanjutkannya pada pasal 112 tentang manusia yang harusnya memusatkan kehidupannya pada Allah, bukan dirinya sendiri. Oleh sebab itu, ketika seseorang menerima pengajaran untuk takut akan Tuhan dan menyukai pengajaranNya; seharusnya dirinya menyadari bahwa Kebajikan Dialah yang menjadi pusat dari kehidupan. Kita menyadari tentang semua hal yang telah Allah lakukan dalam hidup kita dan memberikan penghormatan kepada dirinya dengan rasa takut dan percaya bahwa semua yang telah dirancangkannya merupakan kebaikan. Sebab, hanya dengan hikmat demikianlah maka kita akan mendapatkan kebahagian dan berkat tersebut.

Sederhananya seperti ini;

Setiap orang dapat berbahagia dan merasakan berkat dari Tuhan. Bukan karena semua hal yang terjadi sesuai dengan harapan dan keinginan dirinya. Tetapi, karena ia meyakini bahwa Kebajikan dari Allah adalah anugerah yang membentuk proses hidup lebih baik. Sikap itulah, yang membuat dirinya dapat lebih bahagia dan memaknai proses kehidupan sebagai berkat yang telah Allah anugerahkan kepada dirinya. 
Inilah yang saya maksudkan tentang  memusatkan diri pada Allah (takut akan Allah) dan menyukai setiap proses yang membentuk hidup kita (menyukai perintah Allah). Bukan menjadikan peraturan-peraturan dari Allah yang tertulis dalam beberapa kitab sebagai alat untuk meluruskan kepentingan diri sendiri.
Karena itu pula, maka kebahagian dan berkat bukanlah hasil dari usaha kita. Kebahagian dan berkat adalah bagian dari Anugerah yang Allah berikan kepada manusia yang memiliki sikap takut akan Allah dan menyukai perintahNya.
Sering kali apa yang kita ekspetasikanlah yang membuat diri kita menjadi merasa kecewa. Dan mereka yang memiliki ekspetasi berlebihan pada Allah, justru tidak lagi memiliki sikap untuk takut pada Allah dan menyukai perintahnya. Alhasil orang-orang yang demikian, justru menjadi seseorang yang sulit untuk berjiwa besar dan berfikir positif.. Sebab, orang-orang yang memaksakan ekspetasinya terjadi, justru menafikan apa yang telah Allah rancangkan untuk kehidupannya.
Lalu, bagaimana cara kita menyelediki apakah kita takut akan Tuhan dan menyukai perintahnya?
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, bahwa pasal 112 tidak dapat dipisahkan dari pasal 111. Sehingga, ketika Mazmur 111 menyatakan bahwa Allah itu benar (ay. 3), pengasih dan penyayang (ay. 4-5).: Demikian halnya dengan mereka yang memiliki sikap takut akan Tuhan dan menyukai perintahNya; ia benar (ay. 2, 3, 4), pengasih, dan penyayang (ay. 4, 5)
Selanjutnya, dari teks ini kita juga mengetahui bahwa mereka yang takut akan Tuhan dan menyukai perintahNya akan lebih mudah mendapatkan kebahagian dan berkat. Untuk memahami hal tersebut saya teringat akan cerita mengenai seorang professor dan pelaut tua didalam sebuah kapal. Dalam peristiwa tersebut, professor menemui pelaut tua dengan berkeinginan untuk belajar dan mendapatkan ilmu dari si pelaut tua tersebut. Pertama-tama si professor mempertanyakan tentang pemahamannya mengenai laut. Sebab, si pelaut tua telah lama bekerja di kapal tersebut. Namun, si pelaut tua justru tidak memberikan jawab seperti yang dia harapkan. Malahan, si pelaut tua heran dengan pertanyaan yang diajukan oleh Professor tersebut.
Dengan sikap pantang menyerahnya, si Professor mempertanyakan lagi tentang hal berbeda seperti pemahaman si pelaut tua tentang bintang dan arah angin. Dalam pikiran si professor, sangatlah mustahil bila si pelaut tua tersebut tidak memiliki ilmu dalam melihat bintang dan arah angin.
Namun, seperti jawaban sebelumnya; si pelaut mengatakan bahwa dia tidak memahami apa yang professor itu pertanyakan pada dirinya. Alhasil, si professor kesal dan berkata “Sia-sia hidupmu sebagai pelaut, itu sajapun tidak engkau pahami”
Beberapa waktu kemudian, gelombang laut semakin tinggi dan mengakibatkan beberapa bagian dari kapal yang mereka tumpangi rusak. Semua orang mulai panik dan menyelamatkan hidupnya masing-masing. Si pelaut tua menghampiri kamar si professor untuk memberitahukan situasi tersebut.

Dengan perasaan takut, si professor mengatakan, “tolong aku, sebab aku tidak bisa berenang”. Karena si pelaut tua juga tidak menyelamatkan dirinya, maka si pelaut tuapun menanggapinya dengan berkata. “Sia-sia hidupmu sebagai professor, berenang sajapun tidak engkau pahami sementara kapal ini akan tenggelam”
Cerita ini memperlihatkan bagaimana professor tersebut lupa, bahwa yang paling penting diketahui oleh seorang pelaut adalah; berenang. Demikian pula, hal terpenting untuk kita ketahui dalam hidup bukanlah mengetahui soal teologi, biologi, geologi dsb. Tapi bagaimana menjaga pikiran dan hati kita untuk terpusat pada Allah. Ada hari-hari tenang dalam hidup, ada hari-hari badai dalam hidup, namun sudahkah anda belajar berenang andaikata kapada anda tenggelam? Ketika anda kehilangan seluruh harta Anda, bursa saham jatuh, ditinggalkan pasangan dan ditinggal mati oleh orang tersayang? Jika belum, maka kecewa dan duka akan menenggelamkan anda.
Jadi apa yang dimaksud dengan berenang? Berenang adalah sikap yang saya gambarkan tentang seseorang yang takut akan Tuhan dan menyukai perintahnya. Sikap demikian membawa mereka untuk berjiwa besar dan berfikir positif atas setiap hal yang terjadi dalam hidupnya. Mereka memahami bahwa akan banyak hal-hal yang tidak kita inginkan akan terjadi. Masih akan ada orang yang mereka sayangi meninggal, perpisahan, kehilangan. Namun saat kita memiliki sikap untuk takut akan Tuhan dan menyukai perintahnya, maka tidak sulit untuk kita melepas; memiliki kepedulian luas biasa terhadap kehdiupan; tidak gampang marah terhadap kehidupan yang justu telah memisahkan kita dengan orang yang terkasih. Sebab, hanya sikap yang demikianlah maka kebahagian dan berkat yang dianugerahkan dari Allah tidak akan pernah direnggut oleh siapapun dan keadaan bagaimanapun.
“Sebab, Allah selalu memiliki kebaikan dalam setiap proses yang membentuk kehidupan kita” - AGM

Komentar