Berdoa dan Menjalani Hidup dalam Keikhlasan. (Mazmur 119:164)


Sumber ketegangan kita berasal dari ketidakmampuan kita menerima bahwa hidup ini, dalam berbagai cara, berbeda dari yang kita harapkan. Kita ingin hal-hal menjadi seperti ini padahal tidak seperti itu. Sadarkah kita bahwa hidup selalu sederhana, seperti yang Benjamin Franklin pernah katakan bahwa, “Perspektif, harapan dan ketakutan kita yang membatasi, telah menjadi ukuran hidup kita, dan bila keadaan tidak sesuai dengan harapan,keadaan itu berubah menjadi penderitaan bagi kita.”

Dengan kata lain, sering kali kita menghabiskan hidup kita, dengan mengharapkan sesuatu, orang-orang, dan peristiwa-peristiwa menjadi sesuatu yang kita inginkan, dan bila tidak, kita memaksakannya dan lalu menderita. Misalnya seperti ini; Sewaktu kita miskin, kita iri kepada mereka yang kaya. Namun, banyak orang kaya yang iri kepada persahabatan tulus dan keterbebasan dari beban tanggung jawab yang dipunyai oleh mereka yang miskin. Menjadi kaya hanyalah mengganti “derita orang miskin” dengan “derita orang kaya”. Pensiun dan penurunan penghasilan hanyalah mengganti “derita orang kaya” dengan “derita orang miskin”. Begitulah seterusnya….

Saat saudara berfikir akan menjadi bahagia dalam situasi dan kondisi yang berbeda, maka saat yang sama saudara hanya sedang hidup dalam imajinasi yang menghasilkan keluhan setiap harinya. Menjadi sesuatu yang lain hanyalah mengganti satu bentuk derita dengan bentu derita lainnya. Namun saat saudara ikhlas, maka saat yang sama  saudara akan merasa berkecukupan dengan apa adanya diri saudara, kaya atau miskin.  Karena, tidak ada manusia yang bisa memiliki segalanya. Oleh karena itu, ikhlaslah pada situasi dan kondisi saat ini. Hanya demikianlah, kita dapat bersyukur pada semua hal yang telah kita jalani dan hidupi saat ini.

Tentu, memiliki sikap penuh syukur bukan berarti bahwa secara wajib kita harus riang gembira, atau meletakkan senyum pada wajah kita ketika merasa buruk. Tetapi, itu berarti bahwa kita sendiri berkomitmen untuk ikhlas dalam melihat “berlian di dalam lumpur” dan berhenti sejenak untuk mengagumi warna baru yang ada di dalam kehidupan kita. Hal demikian ini akan memberi kita rasa yang lebih agung yakni keikhlasan dan kenikmatan akan keputusan Allah yang selalu adil dalam kehidupan kita. Sebab, kita hanya selalu meminta apa yang menurut kita baik. Padahal, Ia-lah yang selalu memberi yang terbaik menurut kita, sebab kita tidak pernah mengetahui apakah permintaan kita itu adalah “roti” atau “batu”, apakah keinginan kita sesuai atau  bertentangan dengan kerajaan Allah. Untuk itulah maka kita diajar untuk berdoa dengan sikap penuh keikhlasan seperti yang dilakukan Tuhan Yesus, “bukan kehendak-Ku, tetapi kehendak-Mulah yang jadi”

Komentar