Berdoa Meminta Hikmat - 2 Tawarikh 1:1-12



Tahukah saudara bahwa, bahwa fakta menunjukan dalam beberapa hal manusia tidak lebih unggul daripada binatang, misalnya; sekalipun seorang manusia mampu berlari 100 meter dalam waktu kurang dari 10 detik, tetapi cheetah dapat melampauinya. Adapula, seorang manusia yang mampu menentukan dan menganalisa arah jalan, tetapi sulit rasanya untuk membandingkan kepintaran tersebut dengan seekor burung layang-layang, hewan kecil yang mampu bermigrasi dari satu tempat ke tempat yang lain dan kembali ketempat yang sama setiap tahunnya. Namun, dibalik itu semua kita juga mengetahui bahwa manusia memiliki sesuatu yang melebihi binatang atau mahluk ciptaan lainnya, yakni “Pikiran”. Pikiran kita dapat melihat segala seusatu yang dapat dilihat oleh mata, dan juga dapat melihat melampaui apa yang tampak dengan melalui imajinasi. Pikiran juga dapat mengetahui adanya suara, yang mana mata tidak dapat melihatnya, dan menyadari sentuhan baik yang nyata mautupun yang ciptaan impian. Pikiran kitapun dapat mengetahui apa yang berada di luar jangkuan pancaindera kita. Karena segala sesuatu yang dapat diketahui dapat masuk ke dalam pikiran kita, itulah mengapa pikiran menjadi kelebihan paling utama dari manusia.

Hanya perlu diingat bahwa, fakta itu tidak mengartikan bahwa manusia menjadi ciptaan yang paling sempurna dan ciptaan lainnya, sebab manusia juga memiliki kekurangan sangat besar juga dari pola pikirnya. Seperti seorang penyair Amerika terkenal bernama, Walt Whitman, yang merasa terganggu dan iri pada ternak yang merumput sepuasnya di padang rumput, sebab mereka tidak pernah khawatir dan memikirkan hal-hal yang menyusahkan. Itulah sebabnya, dalam refleksi kita yang diambil dari 2 Tawarikh 1:1-12; Salomo memberikan keteladanan untuk kita berdoa dan meminta hikmat kepada Tuhan. Sebab, pikiran menjadi potensi paling besar yang dapat mengubah hidup saudara menjadi lebih baik atau menjadi sangatlah buruk. Sementara hikmat, mampu membantu pikiran kita untuk mengubah hidup jadi lebih baik setiap waktunya. Bahkan dengan hikmat, kita dimampukan untuk melihat segala sesuatunya; pujian fitnah, kritik, persoalan  hidup, situasi yang buruk dsb, sebagai Guru yang paling potensial untuk mengembangkan diri saudara.

Seperti kisah seorang murid yang menantang Sang Guru, dan meminta izin kepadanya untuk keluar dari seluruh pembelajaran Sang Guru, turun kemasyarakat, melihat alam dan belajar dari semesta. Murid tersebut berkeyakinan, bahwa kelak Sang Guru akan menemui dan membaca semua hal yang dipelajarinya dalam sebuah buku yang penuh hikmat dari tulisan tangannya.

Tepat, seperti yang dikatakannya kepada Sang Guru, murid tersebut turun kemasyarakat, melihat alam dan belajar dari semesta. Lalu menuliskan setiap hal yang dipelajarinya, mengumpulkannya dalam satu buku berjudul “Pedoman Menjadi Berhikmat”. Tulisan tersebut membuat murid itu mendapatkan banyak sekali orang-orang yang menjadikannya sebagai guru. Sampai suatu ketika, ia teringat tentang janjinya kepada Sang Guru, untuk mengirimkan tulisan tersebut kepadanya.

Ia menyuruh salah satu dari pengikutnya untuk mengirimkan tulisan tersebut kepada Sang Guru. Tepat, sesuai dengan janji yang dia sampaikan. Sang Guru menerima tulisan tersebut, tetapi tidak membacanya. Katanya kepada orang suruhan murid tersebut bahwa buku ini berisi kata-kata sampah. Pengikutnya terkejut dengan tanggapan Sang Guru, dan menyampaikannya kepada murid tersebut.

Tahukah saudara, murid tersebut marah dan kesal kepada Sang Guru atas tanggapan yang disampaikannya. Dengan perasaan tersebut, murid itu akhirnya mendatanginya. Ia bermaksud untuk menanyakan sikap Sang Guru terhadap tulisannya.

Merekapun bertemu dan amarah murid tersebut sangat terlihat dari raut wajahnya. Sang Guru, hanya tersenyum dan bertanya kepada murid, “Mengapakah wajahmu muram, bukankah kau telah belajar dan menuliskan semua hikmat itu dalam bukumu? Lalu mengapa engkau masih terganggu pada pujian ataupun kritikan?”. Murid tersebut malu dan tertunduk kepada Sang Guru, ia menyadari bahwa ungkapan tersebut adalah cara untuk menguji murid. Sebab, dalam ujian tersebut Sang Guru mengajaknya untuk melepas egonya lenyap dari kritikan ataupun pujian; tidak berfokus hanya pada keingianan ataupun tujuannya, tapi membiarkan segala sesuatu berlangsung sesuai kehendak Tuhan.

Ya demikianlah sebuah hikmat, tidak dinilai dari perkataan, sekalipun dia memiliki kata yang mengesankan; tidak dinilai dari tulisan, sekalipun tulisannya telah mengubah hidup banyak orang; bahkan tidak dinilai dari materi ataupun cerita-cerita kesuksesan. Sebab hikmat selalu berbicara tentang keikhlasan dan ketulusan dalam kita melihat segala sesuatu yang Tuhan telah kehendaki untuk kita jalani dan berproses bersamaNya.

Maka dari itu, berdoa meminta hikmat, bukanlah doa meminta solusi dalam menghadapi berbagai persoalan, apalagi meminta agar Tuhan menghilangkan persoalan-persoalan hidup. Berdoa meminta hikmat adalah sebuah sikap untuk menghadap Tuhan dalam sikap berserah, bertanya dan mendengar tentang kehendak Tuhan atas semua hal yang harus kita hadapi, jalani dan hidupi. Apakah ada tips, untuk melakukannya? Tidak! Saudara tidak memerlukan tips apapun untuk dapat melakukannya, karena beruntunglah kita yang diberikan Roh Kudus untuk mengajari, membimbing dan menuntun dalam setiap kali berdoa.

Komentar