Semua, Mengambil Bagian Untuk Berdoa - Kisah Para Rasul 21:1-6



Salah satu tanggung jawab yang diberikan kepada seorang Ayah adalah menjadi IMAM bagi keluarganya. Pandangan ini dilandasi dari beberapa ayat alkitab seperti Kejadian 3:16; 1 Timotius 3:12 ; 1 Korintus 11:3, Kolose 3:21 dan Efesus 6:4. Namun tidak berarti pula bahwa hanya Ayah yang memiliki tanggung jawab penuh pada keutuhan sebuah keluarga. Sebab pada akhirnya, baik Ayah, Ibu dan anak, semua harus benar-benar mengambil bagian untuk merawat dan menjaga keutuhan keluarganya.

Suami dan isteri harus melakonkan perannya dengan baik dalam rumah tangga Kristen. Seorang suami harus tetap menjadi imam dalam rumah tangga yang membawa anggota keluarga tetap takut kepadaNya dan seorang isteri harus tetap menjadi penolong yang sepadan bagi suaminya. Sedang, seorang anak memiliki tanggung jawab untuk menyukacitakan orangtuanya, dengan hidup menghormati orang tua sebagai wujud nyata akan diri yang telah takut akan Tuhan.

Karena itu, Keluarga sering disebut sebagai representasi persekutuan kasih, tentang bagaimana hidup saling mengisi dan melengkapi. Keluarga harus mampu melukiskan dan menggambarkan bagaimana Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus hidup dalam ke-satuan dan kasih yang luar biasa, sehingga suami istri dan anak-anak mampu mengisi satu nuansa persekutuan yang bisa menimbulkan satu kekuatan luar biasa yang mampu mengatasi masalah apa pun, karena cinta kasih yang menyala.

Sebagai representasi persekutuan kasih, tentu hal tersebut tidak boleh hanya tinggal dalam rumah saja. Namun kita juga harus mampu menjadikan keluarga kita sebagai kesaksian bagi orang yang melihatnya. Seperti saat Paulus dalam perjalannya menuju Yerusalem yang melewati beberapa daerah dan singgah di Tirus, karena kapalnya yang bongkar muatan.

Salah satu pengalaman menarik yang ditemukan Paulus dalam daerah tersebut adalah keluarga-keluarga Kristen disana, telah menjadi representasi persekutuan kasih. Hal tersebut dilihat Paulus ketika, keluarga termasuk anak-anak mereka, mendoakan keberangkatannya menuju Yerusalem.

Saudara bisa bayangkan bagaimana keluarga tersebut memiliki dampak, bukan hanya saat memberikan saran kepada Paulus yang mereka dapat dari bisikan Roh Kudus. Tetapi keluarga-keluarga itu menjadi kesaksian bagi pengalaman iman Paulus, saat mereka mengambil bagian dalam mendoakan keberangkatan Paulus.

Lalu bagaimana dengan keluarga kita saat ini, apakah keluarga kita juga merupakan bagian dari representasi persekutuan kasih? Apakah keluarga kita telah berdampak secara positif bagi keluarga-keluarga yang tidak mengenal Allah? Atau malahan, keluarga kita telah menjadi batu sandungan bagi sekeliling kita untuk mengenal Allah?

Seorang suami pernah bersaksi dan bagaimana bahagianya ia bisa mengerjakan lebih dari 1000 jenis pekerjaan dalam sehari. Bahkan, katanya bila suasana hati semakin baik jumlah pekerjaan yang dia lakukan juga dapat lebih banyak. Lalu seorang temannya yang bijak bertanya kepadanya, bagaimana dengan tanggung jawab yang dipikul oleh isterti dan anak-anakmu?

Seketika lelaki itu terdiam sejenak, ia mengalami keheranan bahwa betapa mudahnya mengingat semua tanggung jawab yang telah dilakukannya, bahkan tanggung jawab lainnya yang telah dipikul. Tetapi pada saat yang sama pula, lelaki itu sangat mudah untuk melupakan semua hal yang dilakukan oleh isteri dan anak-anaknya  “Enak betul, mereka”. Demikianlah pandangan itu terlintas dalam benaknya.

Beproses menjadi keluarga sebagai representasi persekutuan kasih juga sering kali mengalami perdebatan-perdebatan, “siapa yang harus melakukan apa, siapa yang harus melakukan lebih banyak lagi dan sebagainya”. Sadarkah kita, bahwa perdebatan ini dimulai saat kita menghitung-hitung” semua hal yang telah kita lakukan. Sebab sikap itu justru membuat kita semakin tidak berpuas diri, ketika melihat keluarga kita.

Padahal kita dapat lebih bergembira saat berproses menjadi keluarga sebagai representasi persekutuan kasih, apabila kita memiliki keikhlasan dalam melaksanakan tanggung jawab itu. Daripada mempersoalkan apakah suami telah menjadi Imam bagi keluarga, apakah isteri dan anak telah melakoni tugasnya atau tidak.

Pada bagian ini, kita perlu hati-hati bahwa saya tidak mengatakan bahwa yang penting saudara telah benar dan melaksanakan tanggung jawab di dalam keluarga. Sebab tidaklah penting kita benar dan juga tidaklah penting kita melakukan tanggung jawab kita lebih sering dari anggota keluarga lainnya. Sebab itu hanya perdebatan-perdebatan kecil yang justru akan sering menjadi besar karena kita terus mempermasalahkanya dalam keluarga. Sementara, saat kita meniadakan perdebatan itu, lalu dengan penuh ketulusan dan ikhlas dalam melaksanakan tanggung jawab kita sebagai bagian dari anggota keluarga. Maka saat yang sama kita telah membebaskan diri kita dan memakai lebih banyak energi dan waktu kita untuk terus berproses menjadikan keluarga sebagai representasi persekutuan kasih baik di dalam rumah, ataupun di luar rumah.

Sebab, apa yang paling banyak kita praktikanlah yang membentuk diri kita dan apa yang paling banyak anggota keluarga itu praktikan jugalah yang membentuk keluarga itu tersebut. Untuk itu, bila saudara ragu-ragu siapa yang harus mendoakan siapa, maka berdoalah lebih dahulu bagi keluarga dan siapapun itu.

Komentar