CINTAILAH HIKMAT / AMSAL 4:1-9


Jelaslah bagi kita, bahwa ketika seseorang mengasihi ataupun mencintai hikmat, maka hal itu yang menjaga kita. Saat kita menjunjung hikmat dalam melakukan dan memutuskan apapun, kitapun akan ditinggikan oleh hikmat. Bahkan hal itu juga yang nantinya membuat diri terhormat dan mahkota yang paling indah dibanding mahkota apapun di dunia.

Apakah hikmat itu merupakan pelajaran yang dapat di bangku sekolah? Kita sadar bahwa itu tidak mungkin didapatkan dalam sebuah pelajaran di bangku sekolah.

Apakah hikmat itu sebuah bawaan dari lahir dan diberikan hanya kepada beberapa orang saja? Kita sadar bahwa itupun adalah kekeliruan. Sebab, kitapun tau ada banyak orang berhikmat dahulunya juga bukan orang berhikmat dan melakukan hal-hal bodoh. Bahkan ada pula orang berhikmat di masa lalu, namun seketika berubah karena situasi dan keadaan yang tidak pernah dia harapkan seperti sebelumnya.

Apakah hikmat itu merupakan sesuatu yang didapatkan sekali dan bertahan selamanya? Kitapun sadar bahwa hal itu tidak didapatkan sekali dan mampu bertahan selamanya.

Jadi bagaimana?

Hikmat, tentu didapatkan dari sikap hidup yang takut akan Tuhan. Karena takut akan Tuhan adalah permulaan dari segala pengetahuan. Belajar dari Amsal 4:1-9, hikmat juga didapatkan dari proses pembelajaran dan pendengaran akan nasihat-nasihat baik oleh orang tua kita atau siapapun itu.Sebab setiap dalam diri setiap orang, Roh Kudus juga bekerja untuk memberikan kita hikmat dalam menjalani kehidupan ini.  Cara mengujinya sederhana, Yakobus 3:13-18 menjelaskan dan membedakan tentang hikmat yang datang pertama-tama murni, selanjutnya pendamai,  peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik.  Itulah mengapa, orang yang mencari kedamaian disebut sebagai manusia. Sementara orang yang membagikan kedamaian disebut manusia yang berhikmat. Sebab, buah manusia yang berhikmat adalah kedamaian bagi dirinya juga orang lain yang berjalan berdampingan bersamanya.

Nah, apakah menjadi berhikmat ataupun mencintainya adalah kesusahan?

Bisa ia, bisa tidak! Seperti seekor kerbau yang terbiasa berendam dalam lumpur. Pastilah, untuk berendam di air kolam yang bersih adalah kesusahan baru baginya. Ini hanya sebuah kebiasaan! Kebiasaan untuk selalu mencari hikmat dalam setiap hal yang terjadi dalam kehidupan, atau membiasakan diri untuk terbawa pada situasi dan suasana hati yang muncul.

Sederhananya begini, hidup terisi oleh kesempatan untuk memilih antara membuat suatu hal menjadi persoalan besar (disebut tidak berhikmat) atau membiarkannya berlalu begitu saja sambil menyadari bahwa semua akan baik-baik saja dalam penyerahan diri dan pengharapan pada pertolongan Tuhan (disebut berhikmat).

Loh, jadi hikmat bukan sebuah solusi? Kadang solusi, kadangpun hanya sebuah penerimaan. Justru yang menjadi pertanyaan adalah apakah hikmat membuat segala sesuatunya berjalan sempurna? Kalau sempurna yang dimaksudkan adalah tidak adanya masalah dan penderitaan, maka itu hanya sebuah fantasi.

Bagi saya, pilihan penulis Kitab Amsal tentang orang tua sebagai pemberi hikmat dan anak sebagai penerima hikmat. Dikarenakan seorang anak akan lebih powerfull dalam kehidupan ini. Sesuatu yang membuatnya untuk tidak sungkan sungkan dalam memperdebatkan, berkonfrontasi atau bahkan memperjuangkan sesuatu yang diyakininya. Namun, sikap demikian ternyata membuat hidup semakin tidak tentram. Karena itulah, seumpama orang tua yang selalu menikmati dan menghidupi sebuah ketentraman, kedamaian dan demikianlah hikmat itu diberikan kepada kita yang mungkin saat ini masih sangat powerfull untuk selalu membuat segala sesuatunya berjalan sempurna, bahkan pada hal kecil sekalipun.

Karena itulah, saat berjumpa dengan masalah dan penderitaan. Hikmat tidak membawa kita pada sebuah kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran berlebihan. Sebaliknya, hikmat membawa kita pada sebuah kedamaian. Sebab kitapun paham, bukan kehidupan tidak ada kedamaian, namun dalam reaksi kita pada kehidupanlah yang sering kali membuat tidak adanya kedamaian.

Semakin membingungkan ya?

Hahaha,  itulah hikmat… sesuatu yang membingungkan kita, lalu kemudian memaksa kita untuk berhenti berfikir dan menemukan kedamaian dalam sebuah penyerahan dan pengharapan kepada kehendak Tuhan dalam setiap persoalan, serta kehidupan yang kita jalani.  

 

Komentar