Mengajar Dan Memberitakan Firman Tuhan / Kisah Para Rasul 15:30-35

 


Seringkali kita punya ribuan alasan untuk menolak memberitakan Firman Tuhan kepada orang. Segala keterbatasan pun akan mudah kita berikan. Takut, tidak tahu caranya, tidak mengerti terlalu banyak, tidak pintar ngomong, sudah terlalu sibuk dan lain-lain. Padahal sejatinya banyak cara yang bisa kita lakukan. Misalnya, bagi kita yang tidak memiliki talenta penginjilan, bersaksi bisa membangkitkan kenangan yang tidak menyenangkan atau kegelisahan yang melumpuhkan. Sesungguhnya, kadang kala saya merasa gagal ketika mencoba mengikuti berbagai metode yang dirancang untuk memudahkan dalam bersaksi.

Jim Henderson, penulis Evangelism Without Additives: What if Sharing Your Faith Meant Just Being Yourself (Menginjili Tanpa "Zat Tambahan": Bagikan Iman Anda dengan Menjadi Diri Sendiri), membuat saya lebih tenang dengan menyarankan suatu cara berpikir yang berbeda. Daripada memakai perkataan atau kisah orang lain, ia menyarankan "cukup jadilah diri Anda sendiri" dalam memberi kesaksian.

Di ruang pengadilan, kesaksian yang tidak berasal dari sumber utama tidak diperkenankan karena dianggap tidak dapat dipercaya. Hal yang sama berlaku dalam kerohanian. Kisah autentik tentang karya Kristus yang telah terjadi dalam hidup kita merupakan kesaksian terbaik yang kita miliki. Kita tidak perlu mereka-reka atau mengisahkannya secara dramatis. Jika kita menceritakan kebenaran tentang kuasa Kristus yang menyelamatkan dan melepaskan kita dari dosa, kesaksian kita dapat dipercaya.

Kesaksian lainnya juga terjadi pada Ethel Hatfield yang berusia 76 tahun. Karena ingin melayani Tuhan, ia bertanya kepada pendeta di gerejanya, apakah ia boleh mengajar Sekolah Minggu. Akan tetapi, pendeta tersebut berkata bahwa Ethel mungkin sudah terlalu tua! Ia pulang ke rumah dengan hati sedih dan kecewa.

Kemudian suatu hari, ketika Ethel sedang merawat kebun mawarnya, seorang mahasiswa keturunan Tionghoa dari kampus yang ada di dekat situ berhenti untuk mengomentari keindahan bunga-bunga mawarnya. Ethel menawarkan secangkir teh. Ketika mereka sedang bercakap-cakap, Ethel berkesempatan untuk bercerita mengenai Yesus dan kasih-Nya. Keesokan harinya mahasiswa tadi datang bersama mahasiswa lain, dan itulah awal pelayanan Ethel.

Ethel merasa sangat senang dapat membagikan Injil Kristus kepada mahasiswa-mahasiswa tersebut, justru karena Ethel sudah tua, para mahasiswa keturunan Tionghoa itu mendengarkannya dengan rasa hormat dan penghargaan. Ketika ia meninggal, sekitar 70 orang keturunan Tionghoa yang sudah menjadi orang percaya berkumpul di upacara pemakamannya. Mereka telah dimenangkan bagi Kristus oleh seorang wanita yang dianggap terlalu tua untuk mengajar kelas Sekolah Minggu!

Saudaraku, setiap orang Kristen memiliki pesan utama dan sama yakni; Baik atau tidak baik waktunya, kita harus selalu siap sedia menyampaikan firman Tuhan dan senantiasa harus mengajarkannya. Ketika kita memikirkan betapa sulitnya atau mungkin berbahayanya menjadi duta Kerajaan Allah maka lakukan itu dengan CINTA. Sebab, sejatinya keselamatan dari Allah dimulai dengan CINTA dan hanya dapat disaksikan dengan CINTA pula.

Mengapa? Karena dengan CINTA, kita memiliki pengajaran dan pemberitaan yang membebaskan. Sesuatu yang juga dirasakan oleh Yudas Barsabas dan Silas dalam bahan refleksi kita saat sidang Yerusalem bersama tokoh Alkitab lainnya. Juga saat mereka memberikan pengajaran dan pemberitaan di Antiokhia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Anthiokia yang kita tahu sebagai tempat dimana Kata Kristen pertama kali disebut telah dibangun dan dimulai dengan CINTA.

Sesuatu yang juga menjadi dasar utama untuk kita dalam mengajarkan dan memberitakan FIRMAN TUHAN. Sebab;

·        Dengan Cinta, kita menyadari bahwa kita ini hanya “utusan, bukan pesan itu sendiri”

Seringkali beberapa diantara kita terjebak dengan memperbanyak kesaksian diri bukan lagi kesaksian tentang Tuhan, saat mengajar dan memberitakan. Alhasil penerima ajaran dan berita melihat diri kita bukan Firman Tuhan; atau kemungkinan lain mereka merasa resah. Karena dalam kesaksian diri terlihat kesombongan pribadi. Sementara ajaran dan pemberitaan dengan CINTA menyadarkan diri kita bahwa yang pertama dan utama hanyalah Tuhan.

·        Dengan Cinta, kita memiliki pengajaran dan pemberitaan yang “membebaskan”

Seringkali beberapa diantara kita terjebak pada penilaian ataupun hukuman saat mengajar dan memberitakan. Alhasil, para penerima justru merasa terjebak ketika mendengarnya. Padahal, dalam bahan refleksi kita Yudas dan Silas menyampaikan pesan pembebasan semata-mata karena CINTA Tuhan. Sehingga orang bukan Yahudi tidak lagi harus menjadi dan mengikuti aturan keYahudian untuk mendapatkan keselamatan yang datangnya dari Tuhan.

·        Dengan Cinta, kita memiliki pengajaran dan pemberitaan yang “Ikhlas”

Seringkali beberapa diantara kita terjebak pada “hasil” bukan “keikhlasan” dalam mengajar dan memberitakan. Alhasil, saat penerima tidak mengaplikasikan apa yang kita ajarkan dan beritakan, membuat diri kecewa atau bahkan tidak jarang timbul amarah dalam diri kita.  Padahal Silas yang melanjutkan pelayanannya bersama Paulus juga pernah masuk dipenjara. Tapi peristiwa tersebut tidak menyulutkan semangat mereka. Sebab CINTA yang mereka rasakan dari Tuhan memotivasi diri mereka untuk ikhlas saat menjadi pengajar dan pemberita.

 

Atau dengan kata lain, bila saat ini kita merasakan kesulitan dalam pengajaran dan pemberitaan Firman Tuhan. Maka semua itu dikarenakan, diri kita yang sering menganggap pengetahuan agama, seni berbicara, keteladanan dsb sebagai hal utama. Kita lupa, bahwa terwujudnya pengajaran dan pemberitaan Firman Tuhan adalah tergantung pada Tuhan sendiri. kita hanya diundang untuk berperanserta, bukan untuk mengambilalih sepenuhnya pekerjaan Tuhan. Dengan demikian, kita menyadari bahwa Tuhan masih aktif bekerja, dan kehendakNya, caraNya, polaNya masih berlaku sampai saat ini karena CINTA Maka, masuklah dalam lingkupan CINTA Tuhan dan  bagikanlah dengan CINTA

 

 

Komentar