Keluarga Yang Membawa Damai/ Mikha 5:2-5a

 


Tahukah kita? Ketika Nabi Mikha menubuatkan pesan ini, kondisi rakyat Yehuda kala itu sangatlah memprihatinkan, mereka kehilangan damai sejahtera. Penyebab utama kondisi ini sebagian besar datang dari kondisi spiritual bangsa yang ada dalam keterpurukan. Raja Ahas sebagai pemimpin bangsa menunjukkan ketidakpercayaan kepada Allah dengan menduakan Allah melalui patung-patung Baal dan menyembahnya. Dalam kehidupan sehari-hari banyak tindakan tidak terpujui yang dilakukan yang akhirnya menyebabkan Allah merendahkan Yehuda dan membiarkan mereka terbuang di negeri bangsa yang tidak mengenal Allah(bdk 2 Tawarikh 28/;23b)

Karena itu beberapa hal sangat baik untuk kita pelajari melalui bahan refleksi kita ini untuk menciptakan Keluarga yang Damai

1.      1. Allah yang berbaik kembali

Sadarkah kita bahwa penyebab utama terjadinya ketidakdamaian dalam keluarga dikarenakan saling mecintai? Disini terdapat paradox (= dua hal yang saling bertentangan) dan kausalitas (= dua hal yang saling menyebabkan). Anggota-anggota satu keluarga adalah orang-orang yang paling dekat dengan kita.

Mereka adalah orang-orang yang paling kita andalkan. Karena itu, kita mempunya ekspektasi (=harapan yang mengandung unsur tuntutan) yang tinggi dari mereka. Namun sebagai orang dekat, kita juga mudah melihat segala keburukan mereka. Ekspetasi kita berbeda dari kenyataan. Kita bias menjadi kecewa. Lalu kita menjadi kesal. Selanjutnya, sebagai orang dekat kita tidak sungkan mengecam. Kecaman itu dapat menimbul keributan. Akibatnya dapat timbul perasaan benci. Di sini letak paradoksnya: kita benci karena kita mencitai. Itu sebabnya kata “benci” seolah-olah merupakan singkatan dari “benar-benar cinta.

 

Paradoks dan korelasi itu pun tampak dalam hubungan antara Allah dengan umat. Namun yang menarik di sini, ketika nubuatan Nabi Mikha justru mempertujunkan teladan baik kepada kita yakni Allah yang berbaik kembali. Allah yang dalam posisi benar dan baik memberikan dirinya untuk berbaik kembali dengan umat manusia supaya manusia juga bias berbaik kembali dengan Allah dan saling berbaik satu sama sama lain.  Tapi apakah hal itu nyata  dalam kehidupan kita? Faktanya, sangat banyak  orang mendambakan dan mencintai perdamaian. Tapi sangat sedikit untuk orang melakukan pendekatan terlebih dahulu.

 

Saudaraku, betapa banyak diantara kita yang terjebak dalam ketidakdamaian hanya karena memendam kebencian, ketidaksukaan dan amarah kepada orang lain. Perasaan-perasaan yang mengubah “masalah kecil” menjadi “masalah besar” dalam pikiran kita. Kita mulai percaya bahwa posisi kita lebih penting daripada kebahagian kita. Ternyata tidak demikian. Belajar dari nubuatan Nabi Mikha dan kehadiran Yesus di dunia, ketidakdamaian itu dapat hilang bila kita memahamai bahwa; "menjadi yang benar hampir tidak pernah lebih penting daripada membuat diri kita bahagia". Seperti Yesus, Dia datang (mendekati) ke dunia untuk menebus dosa manusia. Memulihkan hubungan, membuat dosa itu berlalu. Bukankah Yesus pedoman hidup kita? Maukah kita membiarkan orang lain menjadi benar?

 

Ini tidak berarti bahwa kita bersalah. Semua akan baik-baik saja. Kita menikmati pengalaman membiarkan masalah berlalu, juga nikmatnya membiarkan orang lain menjadi yang “benar”, mereka akan menjadi tidak defensif dan lebih menyukai kita. Bayangkan, betapa kehadiran Allah meneduhkan dan memberikan kehangatan setiap orang. Mengapa? Karena Dia datang ke dunia untuk memulihkan hubungan kita dengan Bapa. Bukan mempersalahkan manusia. Sekalipun beberapa diantara kita, dengan beberapa alasanya tidak merasakan dan mengabaikan kehadiranNya. Itu tidak menjadi soal! Karena ini tentang kita, orang-orang percaya. Maukah kita melakukan hal serupa dalam masa penantian ini? Mendekati orang yang telah bersalah kepada kita, dan mengabaikan kebenaran yang kita miliki. Karena keinginan kita untuk menjadi bahagia, dengan tidak terjebak dalam perasaan menyakitkan  itu?

 2.      Menumbuhkan Pengharapan.

Selain daripada situasi yang telah diulas sebelmunya, ternyata latar belakang situasi saat Nabi Mikha saat menubuatkan kehadiran Yesus di dunia mengalami krisis bukan hanya dalam segi spiritual, dari social Yehuda juga ada dalam keadaan yang terpuruk. Marak terjadi ketidakadilan di tengah-tengah bangsa ini, kesenjangan social, pemerasan dan perampasan sewenang-wenang yang membuat rakyat semakin menderita.

 

Tapi apa yang dilakukan Nabi Mikha? Terlihat bahwa dia tidak memperkeruh suasana, sebaliknya nubuatannya menumbuhkan harapan dan membuat kedamaian bagi mereka yang mendengarkannya.

 

Tahukah kita, berbicara menumbuhkan harapan juga ternyata menjadi bagian yang sangat penting dalam kita menciptakan kedamaian dirumah. Mengapa? Karena dengan menumbuhkan harapan, keluarga tidak akan menjadi bosan dalam menjalani kehidupannya di dunia. Sesuatu yang membuat diri kita damai dalam perjalanan kehidupan yang tidak pernah damai ini.

 

Sebab harapan membantu kita melihat segala sesuatunya dengan perspektif yang lebih positif. Disaat kita menagalami kegagalan dan menghadapi kekecewaan di hidup ini. Harapan akan mengubah perspektif kita atas kegagalan dan membantu kit auntuk melihatnya sebagai momen untuk bertumbuh dan mengembangkan diri – untuk melihat kesempatan di setiap tantangan.

 

Harapan membantu kita membuat rencana cadangan dan terus melangkah ke depan. Harapan membantu kita menjadi sensitif, tetap beridri tegak saat kita jatuh dan terus belajar dari kesalahan-kesalahan kita. Sehinggga, kedamaian itupun akan muncul dalam diri kita.

 

Khususnya orang tua pula, menumbuhkan pengharapan menjadi tanggung jawab besar orang tua kepada anak. Karena harapan akan melahirkan pemikiran yang positif, berpikir positif membentuk sikap percaya pada orang lain dan hari esok.

 

Saat anak tidak memiliki harapan, maka dia berarti selalu berfikir negatif karena ketidakpercayaan dirinya pada orang lain. Sikap ini akan membuat anak-anak selalu penuh kecemasan dan ketakutan. Ini jelas akan mengaggu proses tumbuh dan kembangnya (tumbuh dalam ketidakdamaian)

Terakhir, saya akan menceritakan tentang dua orang buta yang seorang yang sudah tua dan yang seorang masih muda, mereka adalah guru dan murid, mereka mencari nafkah dengan bermain kecapi.

Pada suatu hari orang buta yang tua ini jatuh sakit, dia tahu umurnya sudah tidak panjang lagi, lalu dia memanggil muridnya ke samping tempat tidurnya.

Tangannya yang gemetaran menggengam tangan muridnya dengan susah payah berkata,” Anakku, didalam sini ada sebuah resep rahasia, resep rahasia ini akan membuat engkau melihat dunia terang lagi, aku menyembunyikannya didalam kecapi ini, tetapi kamu harus ingat, kamu harus bermain kecapi sampai seribu senar kecapi ini terputus, baru boleh mengeluarkan resep rahasia ini, jika tidak kamu tidak akan melihat cahaya terang lagi.”

Si buta kecil ini sambil menghapus air matanya berjanji kepada gurunya, gurunya dengan tersenyum damai pergi meninggalkan dunia ini.

Sehari demi sehari berlalu, setahun demi setahun berlalu, si buta kecil selalu ingat kepada pesan gurunya, selembar demi selembar tari senar putus disimpannya baik-baik, selalu menghitungnya didalam hati. Ketika dia bermain sampai tari senar yang ke 1000 terputus, pemuda kecil buta yang lemah yang dulu sekarang sudah menjadi si buta tua renta.

Dia tidak dapat mengekang rasa bahagia yang ada didalam hatinya, dengan tangan gemetar dia membuka kecapinya, mengeluarkan resep rahasia yang ada didalam kecapi.

Kemudian, orang lain memberitahu kepadanya bahwa itu adalah sepotong kertas kosong, diatas kertas itu tidak tertulis sepatah katapun, air matanya menetes diatas kertas, dia tertawa.

Apakah si buta tua membohongi si buta kecil?

Si buta tua yang dahulunya adalah si buta kecil, memegang kertas putih yang tidak ada tulisan sama sekali, lalu kenapa dia malahan bisa tertawa?

Pada saat dia membuka resep rahasia itu, seketika itu juga dia menjadi mengerti makna yang terkandung didalam hati gurunya, walaupun hanya sepotong kertas putih, tetapi itu merupakan sebuah resep rahasia tanpa tulisan, resep rahasia yang tidak akan ada orang tahu.

Hanya dia sendiri yang dari kecil menemani gurunya bermain kecapi yang mengerti makna yang terkandung dalam resep rahasia yang tanpa tulisan ini.

Resep rahasia itu adalah "HARAPAN" yang memancarkan sinar terang, yang ketika dia berada dalam kesusahan menghadapi perjalanan hidup ini gurunya menyalakan sinar terang ini untuk menemani menjalani perjalanan hidup yang susah ini, jika tidak ada sinar terang ini, dia mungkin sudah ditelan oleh kegelapan hidup ini, mungkin dari dahulu dia sudah tersungkur jatuh oleh kesusahan hidup ini.

Karena "HARAPAN" akan seberkas terang ini, dia dapat bermain kecapi sampai seribu senarnya terputus, karena dia ingin bisa melihat cahaya terang lagi, dengan teguh tanpa goyah mempercayai pesan gurunya.

Kegelapan bukan selamanya terjadi, asalkan tidak mudah melepaskan keyakinan, setelah semua kegelapan ini berlalu, akan ada cahaya yang tidak terbatas.

Setelah menaklukkan berbagai rintangan dan kesusahan, kepercayaan yang teguh ini akhirnya membuat hatinya bisa melihat cahaya terang yang sebenarnya.

Apakah akhirnya dapat melihat sinar terang didunia ini hal yang perlu dibanggakan?

Manusia memiliki sepasang mata yang terang, tetapi memiliki sisi hati yang gelap, apakah ini berguna?

Komentar