Kerja Untuk Apa? / Kisah Para Rasul 18:1-4

 


Adalah kisah tentang seorang Nelayan dan Profesor sukses disebuah perguruan tinggi. Profesor sukses tersebut baru saja pulang dari kota dan berkunjung ke kampungnya. Ketika pagi datang, ia pun pergi menikmati suasana pantai yang tidak jauh dari rumahnya. Suasana yang sangat dirindukannya, sampai ia melihat seorang nelayan dan tidak sabar untuk memberikan wejangan gratis kepadanya.

Profesor itupun menyapa nelayan tersebut untuk bertanya, “Saudaraku, mengapa pagi-pagi seperti ini kamu sudah pulang?”Dengan penuh kebingungan si nelayan pun menjawab, “Loh, kenapa saya harus dilautan terus? Toh, apa yang saya dapatkan sudah cukup. Cukup untuk memberi makan keluarga saya dan sedikit kelebihannya untuk dijual. Kemudian saya akan makan siang bersama istri saya dan, setelah tidur siang sejenak, saya akan bermain-main bersama anak-anak saya. Lalu setelah makan malam saya akan ngopi dan ngobrol bersama teman-teman saya dan itu cukup bagi saya.”

Tidak menyangka dengan jawaban si nelayan, profesorpun memulai wejangannya sebagai orang yang ahli bisnis, katanya “ Saudaraku, dengarkanlah perkataanku. Aku seorang professor dan banyak menyebutku sebagai pakar ekonomi. Ini nasihat baik untukmu, percayalah hidupmu akan lebih bahagia, katanya. Nelayan semakin bingung, apakah ada yang salah dalam kehidupan yang selama ini dia jalani, pikirnya.

Si Professorpun melanjutkan wejangannya, begini katanya,”Jika kamu tetap melaut sampai larut sore, dengan mudah kamu akan mendapatkan tangkapan dua kali lipat. Kamu dapat menjual kelebihannya, menabung uangnya dan dalam waktu enam bulan, atau Sembilan bulan, kamu akan mampu membeli perahu yang lebih bagus dan lebih besar dan menggahi beberapa awak. Kemudian kamu akan mampu menangkap ikan empat kali lebih banyak. Pikirkanlah berapa banyak tambahan uang yang kamu dapatkan!”. Saudara dapat melanjutkan wejangan ini sendiri yang jelas saat itu, Si Nelayan itu mendengarkan dengan khusyuk wejangan professor tersebut.

Ketika dia selesai memberikan wejangan, si Nelayanpun bertanya “Ketika aku telah menjadi kaya raya dan sukses seperti yang professor sampaikan, lalu apa yang bisa saya buat dengan semua itu?

Si professor terkejut dengan pertanyaan tersebut, lalu diapun mereka-reka apa yang bisa dilakukan seseorang dengan kesuskesan yang disampaikannya. “Astaga, betapa bodoh kamu, hidupmu akan lebih bahagia. Kamu akan bisa pensiun dan membeli villa untuk menikmati kebersamaan dengan keluargamu”

Si Nelayan tidak menyangka dengan jawaban dari si professor dan sambil tersenyum ia memberikan respon kepadanya, “Astaga, aku tidak menyangka professor sebodoh itu. Bukankah sekarang ini saya sudah bisa hidup begitu tanpa harus menuruti seperti yang saudara katakana?

Kisah dan filosofi-filosofi hidup semacam ini sangatlah digemari oleh banyak orang. Namun yang menjadi masalah adalah filosofi semacam itu justru membawa kita pada tindakan bermalas-malasan, atau mencari pemasukan yang serba instan. Padahal, sejatinya filosofi-filosofi semacam itu tidak mengajarkan orang-orang untuk hidup demikian.

Sebaliknya, filosofi-filosofi yang mengajak untuk santai dengan kehidupan ataupun belajar menikmati hidup sebenarnya bertujuan agar hidup kita, tidak mudah stress atas setiap hal yang terjadi dalam pekerjaan kita ataupun usaha yang naik turun. Jadi bukan tidak bekerja dan bermalas-malasan. Tetapi memiliki ketenangan batin, selayaknya orang beriman yang tidak hanya bertumpu pada usaha dan pekerjaannya tapi juga menyerahkan semua hal tersebut kepada Tuhan. Sehingga hidup demikian tersebut, membuat diri kita tidak menjadi seorang yang terlalu ambisius dan lebih ringan dalam berkonsentrasi dan mencapai tujuan kita.Sebab demikianlah pengalaman yang diceritakan Paulus, Akuila dan Persila saat mereka harus pindah dari Atena menuju ke Korintus. Mereka mempercayai penyertaan Tuhan dan bahkan menghidupi keyakinan tersebut, sehingga mereka tetap bekerja dan beribadah.

Bagaimana dengan kita? Apakah pengalaman-pengalaman seperti Paulus, Akuila dan Priskila membuat diri kita tidak lagi bersemangat untuk bekerja? Atau kita malah menggunakan filosofi-filosofi hidup sederhana untuk tidak mengerjakan apapun?

Terakhir, camkanlah ini JANGANLAH NAIF, SEKEDAR BERSYUKUR-PUN JUGA TAK BAIK! Sering kali orang-orang Kristen terjebak pada kata Bersyukur yang menurut calonteolog.com terlalu naif. Saudara, mungkin puas dan tidak mau sibuk atau ribet dengan hal-hal baru lagi. Sebab pencapaian kesuksesan bagi saudara adalah sesuatu yang gampang dan bisa digarap esok hari. Hanya, kita diingatkan agar kita tidak boleh menyalahkan kalau saudara nggak bisa berkembang dan ketinggalan jauh dari orang lain. Seperti Paulus yang masih bekerja, sekalipun mendapatkan dukungan finansial dari beberapa jemaat. Mengapa?

Karena sebenarnya, saudara bisa menghimpun energi baru dan semangat yang menyegarkan, kemampuan saudara pun bisa dikembangkan untuk menjawab perkembangan zaman yang kian hari kian kejam. Tapi saudara memilih untuk berhenti dan terjebak pada kata bersyukur yang menuru calonteolog.com naif. Belajarlah dari perumpamaan Yesus tentang TALENTA. (Bdk Mat 25:14-30) Saudara harus sadar semua berjalan cepat, saudara harus siap, rencanakan segala hal tanpa harus ribet.Saudara boleh puas sekarang, tetapi waktu terus berjalan dan semua berkembang. Kepuasan batin memang perlu, nggak bisa dimungkiri tanpa kepuasan saudara nggak bisa merasakan kelegaan dan rasa syukur. Saudara tak punya alasan juga untuk berhenti dan memuji pencapaianmu sendiri. Bersyukurlah, dan jangan lupa untuk bergerak maju, sambut dan susun ulang tujuan baru, pencapaian gemilang menantimu di hari depan.

Komentar