Masihkah, Kamu Berpengharapan? Masmur 38:8-18

 


Suatu ketika di sebuah padang, terdapat sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun oleh dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu tampak gagah dibandingkan dengan pohon-pohon lain di sekitarnya.

Pohon itu pun menjadi tempat hidup bagi beberapa burung di sana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya. Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka di dalam pohon yang besar itu. Pohon itu pun merasa senang karena ia mendapatkan teman saat mengisi hari-harinya yang panjang.

Orang-orang bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk dan membuka bekal makan di bawah naungan dahan-dahannya yang rindang. "Pohon yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai berteduh. Lagi-lagi, sang pohon bangga mendengar perkataan tadi.

Waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan. Daun-daunnya rontok, ranting-rantingnya pun mulai berjatuhan. Tubuhnya, kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan yang dulu dimilikinya. Burung-burung pun mulai enggan bersarang di sana. Orang yang lewat, tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh.

Sang pohon pun bersedih. "Ya Tuhan, mengapa begitu berat ujian yang Kau berikan padaku? Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?" begitu ratap sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan. "Mengapa tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini?" Sang pohon terus menangis, membasahi tubuhnya yang kering.

Musim telah berganti, namun keadaannya belum berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering. Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi malam-malam hening yang panjang. Hingga pada saat pagi menjelang.

"Cittt ... cericirit ... cittt" Ah suara apa itu? Ternyata, ada seekor anak burung yang baru menetas. Sang pohon terhenyak dalam lamunannya. "Cittt ... cericirit ... cittt, suara itu makin keras melengking. Ada lagi anak burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas kelahiran burung-burung baru. Satu ... dua ... tiga ... dan empat anak burung lahir ke dunia. "Ah, doaku di jawab-Nya," begitu seru sang pohon.

Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka, akan membuat sarang-sarang baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung jenis tertentu tertarik untuk bersarang di sana. Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang yang kering daripada sebelumnya. Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. "Ah, kini hariku makin cerah bersama burung-burung ini", gumam sang pohon dengan berbinar.

Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya kembali membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya. Sang tunas tersenyum. Ah, rupanya, air mata sang pohon tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada alam.

Seperti kisah diatas, situasi kita saat ini juga memberikan seribu alasan untuk mengeluh, tetapi orang yang memercayai Tuhan tidak akan pernah berputus asa dan hilang harapannya. Sebab demikian jugalah teladan yang diperlihatkan Pemazmur ketika ia mengalami penderitaan karena beban dosa, rasa sakit, dan permusuhan dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Ia dengan sedih menyesali dosa, kesalahan, dan kebodohannya. Karena dirinya gentar terhadap geram, murka dan amarah Tuhan yang menimpa dirinya. Pemazmur tidak terus-membiarkan dirinya tenggelam dalam kesedihan yang mendalam. Ia mengarahkan pandangannya kepada Tuhan yang penuh belas kasih. Karena itulah, Pemazmur tidak pernah hilang harapannya.

Bagaimana dengan kita, apakah masih ada pengharapan dalam diri kita?

Berbicara mengenai harapan, Dr Shane J Lopes juga dalam bukunya “Making Hope Happen” mengungkapkan bahwa harapan memang memainkan peranan penting dalam kehidupan seseorang. Pertama, harapan dapat mengangkat kesejahteraan seseorang. Menurutnya, harapan memiliki korelasi yang kuat dengan kesejahteraan. Harapanlah yang menggerakkan seseorang untuk mengejar apa yang paling penting baginya, sehingga secara tidak langsung terjadi peningkatan setahap demi setahap pada kesejahteraan hidupnya. Kedua, harapan membuat kita menikmati kesehatan yang baik. Orang-orang yang memiliki harapan akan berusaha tetap berpikir positif dan mau mengubah cara hidup untuk lebih sehat. Ketiga, harapan dapat membuat hidup lebih panjang. Shane menjelaskan bahwa, orang-orang yang merasa tidak punya harapan, memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk meninggal dunia dibandingkan mereka yang memiliki harapan akan masa depan mereka. Harapan akan membantu orang lebih bersemangat menjalani hidup meskipun kondisi kesehatannya dalam keadaan sakit parah.

Nah, persoalannya di sini adalah, kepada siapa pengharapan kita? Masihkah ada pengharapan itu dalam diri kita? Atau kita terbelenggu pada keputusasaan?

Ingatlah ini! Saudara dapat melihat hembusan nafas saudara saat cuaca dingin tetapi tidak dengan cuaca yang panas. Itu bukan karena nafas saudara berhenti pada cuaca yang panas, tetapi karena saat cuaca panas, udara sangat panas dan hembusan nafas saudara terlalu lembut hingga tidak menampakkan diri, sebagaimana hal itu dilawan dengan cuaca yang dingin. Sama halnya dengan cara dan rancangan Tuhan dalam setiap niatan baik saudara ataupun kehidupan saudara. Ia terlalu lembut untuk saudara dapat lihat, tapi DIA ada bersama saudara dengan cara dan rancanganNya. Maka dari itu, tetaplah mempercayakan hidup saudara kepadaNya saja.

 


Komentar