TUHAN TIDAK BUTUH PENGAGUM!


 

Saya pernah memperhatikan rambut yang muncul dalam buah jagung. Ketika jagung belum berisi dan belum layak dikonsumsi, rambut itu kemerahan dan indah. Namun ketika rambut mulai berwarna kecoklatan dan kering, disitulah tanda bahwa jagung itu berisi dan siap untuk dipanen. Pengetahuan ini seketika memberikan pemahaman baru kepada saya bahwa segala sesuatu yang telah kita lihat bahkan kita dengarkan, tidak menjadi jaminan bahwa kita juga memahaminya. Sesuatu yang terlihat indah dan cantik, belum tentu berisi. Sementara yang kecoklatan dan terlihat kering justru, itulah buah yang berisi.

Tapi mengapa, saat ini ada begitu banyak orang yang justru menjadi mata dan telinganya sebagai sebuah kebenaran dalam menilai ataupun menghakimi orang lain? Berapa banyak orang yang dengan mudah mengatakan sebuah kebenaran hanya dengan bermodalkan pendengar dan penglihatannya? Seolah-olah “konfirmasi”. Menjadi sebuah kegiatan yang tidak lagi diperlukan dalam relasi antar manusia.? Padahal setiap murid yang hadir disekolah, ketika melihat dan mendengar gurunya mengajar. Belum tentu memahami semuah hal yang disampaikan oleh Guru.

Suatu hal yang sangat berbahaya dalam kita berelasi antar sesama manusia. Mengapa? Karena pada akhirnya, kita telah mengukur apa yang harus kita lakukan kepada orang lain dengan penglihatan dan pendengaran kita. Seolah-olah Tuhan juga memperlakukan hal serupa pada kita. Padahal, bila Tuhan melakukan hal tersebut maka tidak akan mungkin satupun diantara kita yang menikmati jaminan surga dari Tuhan.

Itulah mengapa, bagi saya “Tuhan tidak lagi membutuhkan pengagum di dunia ini”. Sebab terlalu banyak yang menjadikan dirinya sebagai pengagum bukan pembelajar untuk meneladani sikap Tuhan didunia ini. Padahal jelas dikatakan “Belajarlah kepadaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati". Kita diajak untuk belajar dari kerendahan hati Yesus agar orang-orang lain di sekitar kita cukup mudah mendapatkan anugerah tuhan melalui sikap kita terhadap mereka. 

Ada sebuah cerita tentang Leonardo da Vinci. Ketika sedang melukis peristiwa Perjamuan Terakhir, ia akan menggambarkan wajah Yesus. Kita tahu bahwa dalam Perjamuan Terakhir, Yesus telah menunjukkan kerendahan hatiNya dengan menjadi pelayan bagi murid-muridNya. Saat itu Da Vinci harus menunda lukisannya karena harus menemui seorang sahabat.

Akan tetapi, dalam pertemuan itu Da Vinci bertengkar hebat dengan sahabatnya itu, dan kembali dengan hati yang panas dan tekad untuk tidak mau kenal lagi dengan orang itu. Ketika ia kembali pada lukisannya, ia tidak mampu melukis wajah yesus. Berhari-hari karyanya itu tidak dapat diselesaikannya. Tetapi ketika ia lebih keras berusaha membayangkan wajah Yesus pada Perjamuan Malam itu berperan sebagai pelayan yang rendah hati, ia menyadari kesalahannya. Dengan rendah hati, ia menjumpai sahabatnya itu untuk meminta maaf dan memulihkan lagi persahabatan tersebut. Baru setelah itu, tanpa kesukaran, ia dapat menyelesaikan karya agungnya itu. Da Vinci telah belajar dari kerendahan hati Yesus dank arena itu sahabatnya tidak mengalami kesukaran untuk menemukan pengampuan dan perdamaian dalam dirinya.

Banyak orang Kristen, yang telah mendapatkan dengan mudah anugerah Allah yang rendah hati itu, tetapi tidak belajar dari kerendahan hati Yesus. Orang Kristen semacam itu menjadi pelit dalam hal; kasih pengampunan, penghargaan dan pengorbanan. Apakah kita salah satu diantaranya?

Kedua, saya ingin bercerita tentang seorang Raja Abdullah yang menjadi raja Yordania sejak tahun 1999, terkenal sering menyamar dan pergi ke tempat-tempat umum. Tujuannya ialah berbicara dengan rakyat jelata dan mencari tahu apa yang sedang mereka pikirkan, dan menyelidiki bagaimana para pegawai pemerintah memperlakukan rakyatnya. Ia telah mengunjungi rumah sakit-rumah sakit dan kantor-kantor pemerintah untuk melihat bagaimana mereka melayani rakyatnya.

Raja mendapatkan ide ini ketika berada di New York. Waktu itu ia tidak dapat meninggalkan hotel tanpa dikerumuni orang, jadi ia keluar dengan menyamar. Ternyata berhasil. Selanjutnya ia mencoba melakukan hal yang sama di kerajaannya sendiri. Ia menyatakan bahwa tak lama setelah penyamaran itu dilakukan, para pegawai pemerintah dan rumah sakit mulai memperlakukan setiap orang seperti raja

Menarik bukan? Mengaggap semua orang sebagai Raja, namun bisakah?

Sulit! Mengapa? Karena seorang Raja atau Pemimpin Negara saat ini justru lebih sering mendapatkan kritikan tajam ketimbang masukkan dalam rupa solusi. Bahkan tidak jarang, Raja atau Pemimpin Negara tidak lagi memiliki harga diri dimata rakyatnya. Lalu seperti apa? Tokoh Agama? Itupun sulit, karena justru banyak Tokoh Agama yang tidak lagi menunjukkan keteladan yang baik seperti umunya dia bicarakan diatas mimbarnya masing-masing. Jadi seperti apa?

Seperti Tuhan, persis seperti yang ada dalam bahan refleksi kita saat ini. Bahwa semua yang kita lakukan kepada orang lain, termasuk kepada yang paling hina sekalipun. Demikianlah hal yang kita lakukan kepada Tuhan. Bisakah?

Komentar