LIHAT SAJA, BAPAK KU AKAN DATANG / MAZMUR 85:9-14



“Siapa yang mampu menentukan kesetian seseorang?” Faktanya tidak ada yang bisa menentukan ataupun menilai kesetian seseorang selain daripada “Akhir”. Saat seorang menjadi suami-istri, sekalipun umur pernikahan mereka sudah sampai 25 tahun. Namun, bila diumur pernikahan yang ke-26 seorang tersebut selingkuh. Maka ia pun tetap dikatakan tidak setia. Sebaliknya, sekalipun umur pernikahan tersebut hanya 3 tahun, dan mereka masih bersama. Maka diapun dapat dikatakan setia. Dengan kata lain, satupun diantara kita tidak ada yang berhak menilai satu dengan yang lainnya sebagai orang yang setia atau tidak. Karena penilaian kepada kesetian itu adalah akhir dari setiap proses yang dijalani. Termasuk saat kita menjalani proses keimanan ini, apakah kita tetap setia kepadaNya atau tidak. Penentuannya ada pada kedatangannya nanti. Apakah saat Ia datang kembali, kita masih memiliki iman percaya kepadanya?

Tentu, mempertahankan keimanan kita itu bukan suatu hal yang mudah. Terlebih mempertahankan sesuatu hal yang kita anggap benar, di situasi dan tempat dimana kebenaran tersebut tidak banyak yang memegangnya. Tapi menarik rasanya bila kita merenungkan tentang, Seorang anak kecil memegang prinsip yang disampaikan Bapanya. Lalu semua teman-temannya mennghina dan menertawakan prinsip yang dipegang oleh dirinya. Tapi anak tersebut tidak pernah mengkhianati apa yang disampaikan oleh Bapaknya, sekalipun dia harus menangis karena apa yang diperbuat oleh teman-temannya kepadanya. Dia justru berkata “Lihat saja, nanti Bapa ku akan datang kembali kepadaku. Dia akan menjadi pembelaku atas semua yang terjadi pada saat ini.”. Pertanyaannya sekarang adalah, maukah kita memiliki iman seperti anak tersebut? Maukah engkau tetap setia dan berpegang kepadaNya?

Karena demikianlah yang menjadi bahan refleksi kita, dimulai dengan Mazmur 85:2-8 sebagai penyataan iman pemazmur dalam bentuk ratapan. Ratapan tersebut bukan menunjuk pada keputusasaan pemazmur, tetapi sebaliknya menjadi nyata benar sikap pemazmur yang tetap memiliki iman kepada Tuhan Allah di dalam penderitaannya di negri asing (Babilonia) dan dalam setatus tertindas, dijajah bangsa lain. Inilah salah satu bentuk ratapan umat Israel yang sedang berada di pembuangan. Sedangkan Mazmur 85:9-14 adalah penyataan iman pemazmur dalam bentuk profetis (kenabian) yang mengharapakan sesuatu yang baik dari Tuhan terjadi kelak. Barangkali, mazmur 85 ini dinyanyikan di hadapan Tuhan pada masa pembuangan di abad VI SM, saat umat Tuhan tergoda untuk mempercayai bahwa Tuhan Allah telah meninggalkan mereka untuk selama-lamanya.

Tapi perlu diingat pula, seperti yang dituliskan dalam ayat 10, bahwa pemazmur mengingatkan kita tentang Keselamatan umat Allah dan Kemuliaan Allah yang akan dinyatakan dalam hidup umat-Nya tidak datang secara otomatis. Hal itu (keselamatan dan kemuliaan) akan datang bilamana umat menjadi dan terus menerus takut akan TUHAN. Umat yang takut akan TUHAN adalah umat yang memiliki tekad yang kuat di dalam hatinya untuk bertaqwa (tunduk, bersandar, mengandalkan dan taat) kepada TUHAN. Umat akan bertaqwa bila hatinya telah berubah dari pemberontak menjadi penurut Allah. Walaupun mereka sudah hidup dalam takut akan Tuhan, bukanlah barti mereka sudah memiliki keselamatan yang utuh dan sempurna. Mereka baru “dekat” dengan keselamatan yang dari Tuhan. Arti keselamatan dari Tuhan itu dekat pada orang yang takut akan Tuhan adalah bahwa keselamatan itu belum secara utuh dan sempurna dialami oleh mereka yang takut akan Tuhan.

Terakhir, ada sebuah kisah Pasar malam dibuka di sebuah kota . Penduduk menyambutnya dengan gembira. Berbagai macam permainan, stand makanan dan pertunjukan diadakan. Salah satu yang paling istimewa adalah atraksi manusia kuat. Begitu banyak orang setiap malam menyaksikan unjuk kekuatan otot manusia kuat ini.

Manusia kuat ini mampu melengkungkan baja tebal hanya dengan tangan telanjang. Tinjunya dapat menghancurkan batu bata tebal hingga berkeping-keping. Ia mengalahkan semua pria di kota itu dalam lomba panco. Namun setiap kali menutup pertunjukkannya ia hanya memeras sebuah jeruk dengan genggamannya. Ia memeras jeruk tersebut hingga ke tetes terakhir. ‘Hingga tetes terakhir’, pikirnya.

Manusia kuat lalu menantang para penonton : “Hadiah yang besar kami sediakan kepada barang siapa yang bisa memeras hingga keluar satu tetes saja air jeruk dari buah jeruk ini!”

Kemudian naiklah seorang lelaki, seorang yang atletis, ke atas panggung. Tangannya kekar. Ia memeras dan memeras dan menekan sisa jeruk tapi tak setetespun air jeruk keluar. Sepertinya seluruh isi jeruk itu sudah terperas habis. Ia gagal. Beberapa pria kuat lainnya turut mencoba, tapi tak ada yang berhasil. Manusia kuat itu tersenyum-senyum sambil berkata : “Aku berikan satu kesempatan terakhir, siapa yang mau mencoba?”

Seorang wanita kurus setengah baya mengacungkan tangan dan meminta agar ia boleh mencoba. “Tentu saja boleh nyonya. Mari naik ke panggung.” Walau dibayangi kegelian di hatinya, manusia kuat itu membimbing wanita itu naik ke atas pentas. Beberapa orang tergelak-gelak mengolok-olok wanita itu. Pria kuat lainnya saja gagal meneteskan setetes air dari potongan jeruk itu apalagi ibu kurus tua ini. Itulah yang ada di pikiran penonton.

Wanita itu lalu mengambil jeruk dan menggenggamnya. Semakin banyak penonton yang menertawakannya. Lalu wanita itu mencoba memegang sisa jeruk itu dengan penuh konsentrasi. Ia memegang sebelah pinggirnya, mengarahkan ampas jeruk ke arah tengah, demikian terus ia ulangi dengan sisi jeruk yang lain. Ia terus menekan serta memijit jeruk itu, hingga akhirnya memeras dan “ting!” setetes air jeruk muncul terperas dan jatuh di atas meja panggung. Penonton terdiam terperangah. Lalu cemoohan segera berubah menjadi tepuk tangan riuh.

Manusia kuat lalu memeluk wanita kurus itu, katanya, “Nyonya, aku sudah melakukan pertunjukkan semacam ini ratusan kali. Dan, banyak orang pernah mencobanya agar bisa membawa pulang hadiah uang yang aku tawarkan, tapi mereka semua gagal. Hanya Anda satu-satunya yang berhasil memenangkan hadiah itu. Boleh aku tahu, bagaimana Anda bisa melakukan hal itu?”

“Begini,” jawab wanita itu, “Aku adalah seorang janda yang ditinggal mati suamiku. Aku harus bekerja keras untuk mencari nafkah bagi hidup kelima anakku. Jika engkau memiliki tanggungan beban seperti itu, engkau akan mengetahui bahwa selalu ada tetesan air walau itu di padang gurun sekalipun. Engkau juga akan mengetahui jalan untuk menemukan tetesan itu. Jika hanya memeras setetes air jeruk dari ampas yang engkau buat, bukanlah hal yang sulit bagiku”.

Lanjut perempuan tersebut,”Selalu ada tetesan setelah tetesan terakhir. Aku telah ratusan kali mengalami jalan buntu untuk semua masalah serta kebutuhan yang keluargaku perlukan. Namun hingga saat ini aku selalu menerima tetes berkat untuk hidup keluargaku. Aku percaya Tuhanku hidup dan aku percaya tetesan berkat-Nya tidak pernah kering, walau mata jasmaniku melihat semuanya telah kering. Aku punya alasan untuk menerima jalan keluar dari masalahku. Saat aku mencari, aku menerimanya karena ada pribadi yang mengasihiku.”

Setiap orang pasti memiliki pengalaman hidup beraneka ragam:  mulai dari yang menyenangkan, indah, manis, sampai kepada yang pahit, getir dan menyakitkan.  Banyak di antara kita ketika dihadapkan pada pengalaman-pengalaman hidup yang tidak mengenakkan  (masalah, ujian, kegagalan, penderitaan, tekanan, kesengsaraan, sakit-penyakit, krisis dan sebagainya)  cenderung memiliki respons negatif:  kecewa, putus asa, marah, mengeluh dan bersungut-sungut.  Sikap-sikap yang demikian justru akan menjadi musuh terbesar dan penghalang utama kita berjalan dalam tujuan Tuhan bagi hidup kita.  Padahal, adakalanya Tuhan memakai peristiwa-peristiwa yang menurut penilaian kita sebagai hal yang buruk tersebut sebagai cara dan sarana untuk membentuk, mempersiapkan dan menggenapkan rencana-Nya

Ingatlah ini, bahwa Tuhan turut bekerja dalam segala sesuatu.  Kata segala sesuatu berarti segala situasi dan kondisi, termasuk hal-hal yang buruk dan tidak mengenakkan sekalipun.  Karena itu penting sekali kita belajar memahami cara Tuhan bekerja, karena Ia tidak pernah menjanjikan bahwa hidup orang percaya itu bebas dari masalah.  Ingatlah!  “Bila Anda memiliki alasan yang cukup kuat, Anda akan menemukan jalannya”, demikian kata seorang bijak. Seringkali kita tak kuat melakukan sesuatu karena tak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menerima hal tersebut. Tapi sekarang kita punya alasan kuat untuk tetap setia, yakni CINTA dari Tuhan.


Komentar