MAU KAH, ENGKAU MENGIKUTINYA? / Yohanes 1:43-51

 


Bagi saya “Tuhan tidak lagi membutuhkan pengagum di dunia ini”. Sebab terlalu banyak yang menjadikan dirinya sebagai pengagum bukan pembelajar untuk meneladani/mengikuti sikap Tuhan saat dan kepada dunia ini. Padahal jelas dikatakan “Belajarlah kepadaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati". Kita diajak untuk belajar dari kerendahan hati Yesus agar orang-orang lain di sekitar kita cukup mudah mendapatkan anugerah Tuhan melalui sikap kita terhadap mereka. Nah, Apakah kita mau mengikutiNya?

Berjalan dan mengikuti seseorang pasti membawa akibat atau dampak. Hidup kita pasti akan berubah dan perubahan itu tergantung dari siapa yang kita ikuti. Misalkan kita mengikuti hidup seorang pendaki gunung. Pasti banyak hal yang berubah dalam hidup kita: waktu tidur dan waktu bangun kita, tempat-tempat yang kita kunjungi, pergaulan kita, dan yang lainnya. Tetapi yang lebih mendasari lagi, gaya hidup kita akan berubah.

Sebenarnya, segala aspek hidup kita akan berubah. Perubahan itu menjadi berbeda lagi, jika yang kita ikuti bukanlah seorang pendaki gunung, melainkan seorang pelaut, atau seorang musikus di klab malam, atau seorang penyelundup narkoba, atau seorang biarawan.

Demikian juga halnya jika kita mengikuti dan berjalan di belakang Tuhan Yesus. Hidup kita mau tidak mau akan berubah. Karena Yesus mempunyai gaya hidup yang sungguh-sungguh unik. Cobalah telusuri kembali jalan hidup Yesus. (Kemana DIA pergi; Dengan siapa DIA pergi; Apa yang diperbuatNya, apa pula yang dikatakanNya)

Bila, kita mau menelusurinya kembali. Kita semua akan terkesima, karena demikianlah perjalanan bersama Yesus; prioritas hidupNya unik, keprihatinan hidupNya unik, dan orienntasi hidupNya pun unik. Oleh sebab itu, dengan berjalan di belakang Yesus, mau tidak mau kita pun belajar mengubah apa yang perlu kita utamakan dalam hidup kita, lalu belajar memahmi apa yang diutamakan Yesus; mengubah apa yang perlu kita prihatinkan dalam hidup kita, lalu belajar memegang arah hidup Yesus. Dengan mengikuti Tuhan Yesus, mau tidak mau kita akan berubah. Sungguh janggal jika kita berjalan di belakang Yesus, namun gaya hidup kita sama saja seperti semula.

Harap kita jangan salah paham. Perubahan bukanlah suatu tuntutan. Yesus tidak menuntu agar kita berubah. Yesus mengajak kita berjalan di belakangNya, dan jika kita berjalan di belakangNya, mau tidak mau kita akan berubah. Tuhan Yesus tidak menyuruh kita berubah, tetapi mengajak kita berubah. Ajakan Tuhan Yesus, misalnya Khotbah di Bukit, bukanlah merupakan petunjuk tentang bagaimana kita harus hidup, melainkan gambaran bagaimana kita akan hidup jika kita berjalan di belakang Dia.

Jadi, bagaimana? Hanya sekedar mengaggumi atau mengikutiNya?

Sebelum menjawabnya dengan cepat, saya ingin mengajak saudara kembali dengan bahan refleksi kita.

Ketika seseorang bertemu dengan orang terpandang, misalnya pejabat tinggi negara, atau bahkan dengan artis kenamaan, maka besar kemungkinan dia akan bercerita kepada keluarga atau teman-temannya tentang pertemuannya itu. Dia tentunya merasa senang, bangga, dan bisa jadi mau menunjukkan kelebihannya dari teman kepada siapa dia bercerita. Hal yang sama juga dilakukan oleh Filipus yang bertemu dengan Yesus, seorang tokoh terkenal sekaligus kontroversial pada waktu itu, terutama di kalangan orang Yahudi dan pemerintah Romawi. Yang unik dari pertemuan Filipus dengan Yesus adalah bahwa pertemuan itu membuahkan kebajikan dengan membagikan dan mengundang orang lain untuk ikut serta dalam sukacita bertemu dengan Yesus. Setelah Filipus bertemu dengan Yesus, dia kemudian mengkomunikasikannya kepada Natanael, yang nantinya juga bertemu dengan Yesus. Artinya, setiap orang yang merasa telah bertemu dengan Yesus dalam iman, seharusnya mengajak orang lain juga bertemu dengan Yesus. Mengapa unik? Karena dia menceritakannya kepada Natanael bukan sekadar menyatakan kelebihan atau rasa bangga, melainkan lebih pada upaya untuk mengajak Natanael bertemu juga dengan Yesus, Sang Idola masyarakat kecil pada waktu itu.

Dengan gayanya yang khas, penulis Injil Yohanes merangkai sedemikian rupa kisah pertemuan dengan Yesus ini untuk menyatakan hal besar di ayat 50b dan 51. Natanael ditampilkan sebagai seorang tokoh yang pada mulanya menyatakan dengan jujur “ketidakpercayaannya” akan datangnya yang baik dari Nazaret. Pernyataan yang jujur ini sekaligus menyatakan pengakuan bahwa Yesus sebagaimana disebut oleh Musa dan para nabi (ay. 45) adalah “yang baik”. Tidak ada penjelasan khusus mengenai Nazaret di sini, tapi ada kesan bahwa daerah ini sangat sedikit menghasilkan orang-orang dengan kabar yang baik.

Bagaimana tanggapan Yesus sendiri? Yesus justru menyebutnya sebagai seorang Israel sejati, karena tidak ada kepalsuan di dalamnya. Artinya ke-sejati-an itu tidak ditentukan oleh penampakan fisik tetapi oleh kebenaran yang ada di dalam seseorang itu.

Natanael nampaknya terkejut karena Yesus ternyata mengenalnya, padahal mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Yesus menunjukkan kuasa-Nya di sini, bahwa Dia sudah mengetahui Natanael bahkan sebelum Natanael menyadarinya. Natanael semakin diyakinkan dengan kenyataan Yesus ini bahwa Dia memang berasal dari Allah. Kalau selama ini Natanael hanya mendengar dari orang lain, sekarang dia melihat sendiri dan membuktikan sendiri bagaimana sosok dan kuasa Yesus. Tapi Yesus membawa Natanael ke arah hal-hal yang lebih besar dari apa yang dirasakannya saat itu juga.

Jadi, sampai sini paham?

Ya,MERASAKAN”! Yesus akan tetap menjadi idola bagi banyak orang, Yesus juga akan tetap menjadi kisah Hebat dan Yesus akan selalu tetap termulia. Bila kita hanya menjadikan diri sebagai penonton, pengaggum atau apapun itu Namanya. Tapi, akan berbeda bila kita merendahkan hati seperti Natanael untuk menyadari dan merasakan kehadiranNya.

Karena itu, dalam refleksi kita saat ini. Sangat baik, bila kita mempertanyakan diri kita kembali; benarkah kasih itu sudah nyata dan terasa dalam hidup kita? Percayalah, tidak seorangpun dapat mengikuti Yesus berbagi kasih kepada dunia ini. Bila dirinya tidak pernah merasakan KASIH itu sendiri.

Tuhan mengenal kita, seperti diriNya mengenal Natanael. Tuhan mengetahui kemampuan dan kerapuhan kita. Oleh sebab itu, Tuhan tidak pernah menuntut kita melakukan semua hal yang tidak mungkin dalam diri kita.  Dia hanya berkata kepada kita, Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepadaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapatkan ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan”

“TUHAN MENGENALMU; MAKA DATANGLAH, BELAJARLAH DAN IKUTILAH JALAN-NYA”-AGM

Komentar