ADA ANAK-ANAK YANG MATI SAAT NATAL.

 


Menjelang natal ini, saya mendapatkan berita tentang dua anak yang telah dipanggil oleh Tuhan dikarenakan penyakit leukemia. Kedua anak tersebut, merupakan bagian dari jemaat yang saya layani di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo.

Saat melayat ke rumah duka, saya tidak hentinya menjatuhkan air mata melihat tangisan para ibu yang melihat anaknya telah pergi meninggalkan mereka. Peristiwa, yang juga membuat diri bertanya-tanya, tentang maksud Tuhan atas kehidupan mereka.Tapi pertanyaan tersebut juga tidak begitu berarti, karena kelahiran dan kematian. Itu bukanlah sesuatu yang bisa dijangkau dan dipikirkan oleh manusia. Itulah mengapa kematian kerap dimengerti sebagai misteri kefatalan diri.

Namun saya tidak ingin berhenti pada kesimpulan ini saja. Saya juga mengingat akan peristiwa Yesus lahir. Peristiwa yang diungkapkan Injil Matius 2:16 akan Raja Herodes memerintah untuk membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya. Sehingga genaplah Firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia; “Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi” (Yeremia 31:15)

Peristiwa yang membawa saya pada analogi demikian; “Bila Yesus lahir untuk menyelamatkan, mengapa anak-anak lain justru menjadi korban atas kelahiran dan kasihNya. Atau dengan kata lain, untuk penebusan dan keselamatan kita orang Kristen. Terdapat pula pengorbanan Ibu yang kehilangan anak-anaknya di dunia”.

Seperti diungkapkan sebelumnya, salah satu anak yang meninggal karena leukemia diliturgikan oleh pendeta perempuan.Dalam proses liturgi tersebut, Pendeta itu ikut menangis dan tergoncang hatinya sebagai seorang ibu. Perasaan yang mungkin juga dialami oleh Maria saat mendengar peristiwa pembunuhan anak-anak di Betlehem atas perintah Herodes.

Bila peristiwa ini terasa begitu sangat mengerikan, mungkinkah masih ada sukacita dalam natal seperti yang selalu kita kemas dalam banyak peribadahan?

Ajahn Brahm dalam pelayananya sebagai biksu di sebuah perdesaan Thailand mengungakpkan kisah yang menarik di Wihara tempatnya tinggal. Adapun wihara tersebut juga berfungsi sebagai tempat kremasi. Ia melihat bagaimana orang-orang disana datang mambawa orang meninggal, memimpin upacara dan melihat mereka pasca peristiwa kematian dari orang-orang terdekatnya. Dan ada sesuatu yang sangat menarik dituliskannya, bahwa penduduk desa tersebut dalam peristiwa-peristiwa itu tidak mengalami duka sama sekali. Mereka tidak menangis dan bahkan menurut keterangan Brahm, mereka juga bukan menekan perasaan duka mereka sebab dirinya melihat kehidupan penduduk itu sehari-hari dan menyimpulkan bahwa duka itu memang tidak ada di sana.

Mustahil? Betul, Brahm juga merasakan hal itu. Tapi, demikianlah adanya bahwa penduduk disana memiliki pengetahuan dan asumsi yang berbeda akan kematian. Pengalaman yang mengajarkan kepada saya bahwa pengetahuan dan pembelajaran kita akan kematian tidak bisa merubah kebenaran yang dimiliki oleh penduduk disana. Sesuatu yang juga membuat diriku menyimpulkan; “Jangan-jangan, memang ada orang-orang yang Tuhan tahu; bahwa mereka kuat dan mampu untuk melewati peristiwa-peristiwa kematian ini.”

Hanya saja, apakah hal ini juga berlaku universal? Bagaimana dengan kaum ibu yang akhirnya mengalami depresi dan bahkan sampai mengalami gangguan jiwa atas peristiwa kematian tersebut? Alhasil pertanyaan berikutnya menjadi; Jika Allah yang Mahakuasa itu tidak menghendaki kemalangan pada manusia ciptaanNya, mengapa Allah tidak mencegah terjadinya peristiwa kematian seperti itu?

Kita harus rela untuk mengakui bahwa sebenarnya kita tidak selalu dapat menjelaskan mengapa seseorang menderita begitu hebat sedangkan orang lain tidak. Dan… Kita juga harus rela mengakui pula; bahwa orientasi iman yang seringkali kita hidupi sebagai tindakan iman, masih terarah pada trauma kematian sebagai akhir dari segalanya. Sehingga kita membiarkan kuasa-kuasa kematian mencabik-cabik realitas kehidupan kita dan melupakan tujuan utama akan kelahiran Yesus di dunia sebagai penebus untuk memberikan hidup yang kekal.

Itulah mengapa dalam Yeremia 31:17, dituliskan demikian “Masih ada harapan , untuk hari depanmu, demikianlah firman TUHAN: anak-anak  akan kembali ke daerah mereka.” Kebenaran yang mengajarkan kepada kita bahwa kelahiran Yesus dan kebangkitaNya membawa harapan untuk pertemuan selanjutnya di keabadian.

Selamat Natal, Harapan dan Sukacita Natal tetap menyertai kita semua….  

Komentar