KELAPARAN KASIH

 

Creation of A.I. After Michelangelo's Sistene Chapel Creation of Adam Art Print


Saat menutup tahun 2021 dan mengawali tahun 2022, tidak sedikit diantara kita yang menuliskan dan membuat resolusi di media social. Tentu, hal ini bukanlah menjadi masalah. Bahkan, saya juga tidak mempermasalahkan hal tersebut, terlebih ketika resolusi itu soal menaikkan atau menurunkan berat badan. Sebuah resolusi yang sama di setiap tahunnya untuk berat badan ideal. Saya sama sekali tidak ingin bicara tersebut, sebaliknya saya ingin bertanya kepada saudara; “Adakah diantara kita yang berbicara untuk menjadi solusi bagi orang lain?”. Atau mungkin bukan orang lain, melainkan orang terdekat kita. Adakah diantara kita, yang memiliki harapan untuk menjadi solusi bagi orang-orang terdekat kita?

Tanpa kita sadari, semakin kemari setiap orang menyukai foto selfie dibandingkan dengan foto bersama. Fenomena yang menurut saya juga menjadi ukuran tentang, pribadi setiap orang yang semakin hari semakin sering bicara tentang diri sendiri, kepentingan diri sendiri dan masalah diri sendiri. Alhasil, rasa empati dan simpati kepada orang lain dalam berelasi saat ini sangatlah berkurang.

Terlebih saat kita memendam rasa kebencian. Banyak diantara kita yang terjebak dalam kesepian hanya karena memendam kebencian, ketidaksukaan dan amarah kepada orang lain. Perasaan-perasaan yang mengubah “masalah kecil” menjadi “masalah besar” dalam pikiran kita. Kita mulai percaya bahwa posisi kita lebih penting daripada kebahagian kita.

Ternyata tidak demikian. Belajar dari kehadiran Yesus, kesepian dapat hilang bila kita memahamai bahwa; "menjadi yang benar hampir tidak pernah lebih penting daripada membuat diri kita bahagia". Seperti Yesus, Dia datang (mendekati) ke dunia untuk menebus dosa manusia.

Ini tidak berarti bahwa kita bersalah. Semua akan baik-baik saja. Kita menikmati pengalaman membiarkan masalah berlalu, juga nikmatnya membiarkan orang lain menjadi yang “benar”, mereka akan menjadi tidak defensif dan lebih nyaman dengan kita.

Itulah mengapa kehadiran Allah meneduhkan dan memberikan kehangatan kepada setiap orang. Karena Dia datang ke dunia untuk memulihkan hubungan kita dengan Bapa. Bukan mempersalahkan manusia. Sekalipun beberapa diantara kita, dengan beberapa alasanya tidak merasakan dan mengabaikan kehadiranNya. Itu tidak menjadi soal bagi Allah! Sebab Ia hadir oleh dan karena KasihNya kepada manusia.

Dunia saat ini membutuhkan orang-orang yang tidka hanya bertutur tentang cinta Allah, tetapi juga yang memperagakan cinta Ilahi itu dengan hadir bagi sesamanya.  Mengapa?

Dunia sekarang ini sedang jungkir balik dan sangat menderita karena sedikit kasih di dalam rumah, di dalam kehidupan keluarga. Orangtua tidak punya cukup waktu untuk anak-anak, tidak punya waktu untuk diri sendiri, dan tidak cukup waktu untuk menikmati kebersamaan. Orang sibuk dengan pekerjaannya. Sibuk dengan bisnisnya. Sibuk dengan egonya. Sibuk dengan gadgetnya. Yang jauh menjadi dekat, yang dekat menjadi jauh.

Situasi yang demikian itu oleh Ibu Teresa disebut sebagai kelaparan kasih. Ibu Teresa pernah mengungkapkan, “Kemiskinan yang terburuk adalah kesepian dan merasa tidak dicintai. Penyakit terbesar saat ini bukanlah penyakit lepra ataupun TBC, tetapi perasaan tidak dikehendaki. Ada banyak kelaparan kasih dan apresiasi di dalam dunia saat ini dibandingkan kelaparan makanan”.

Realitas dewasa ini diwarnai keadaan memprihatinkan. Awal milenium III ditandai pembunuhan, penjarahan, pembohongan, dan pemerkosaan. Secara tegas Ignacio Ellacuria, filsuf dan teolog El Salvador, Amerika Tengah, mengungkapkan orang zaman ini hidup dalam “dunia yang sakit”. Bahkan Paus Yohanes Paulus II pernah menyebut pada awal milenium baru ini manusia menghadapi “saat yang penuh cobaan dan ketegangan”.

Laporan perkembangan tahun 2000-an dari UNDP memperlihatkan 54 negara menjadi lebih miskin daripada keadaan pada tahun 1900-an, 12 negara mengalami penurunan jumlah anak yang mendaftar ke Sekolah Dasar, penduduk 34 negara mengalami penurunan rentang hidup, lebih dari 25% dari penduduk di 9 negara tidak mempunyai akses pada air bersih, dan lebih dari 25% dari penduduk 15 negara tidak mempunyai jaminan kesehatan. Terkait kematian, 14 negara memiliki lebih banyak anak meninggal pada usia balita, 30.000 anak per hari meninggal karena penyakit yang dapat dicegah dan 500 ribu perempuan meninggal ketika hamil atau melahirkan.

Sungguh, inilah mengapa saya bertanya kepada saudara; “Adakah diantara kita yang berbicara untuk menjadi solusi bagi orang lain?”. Atau mungkin bukan orang lain, melainkan orang terdekat kita. Adakah diantara kita, yang memiliki harapan untuk menjadi solusi bagi orang-orang terdekat kita?

Komentar