Lalu, "UNTUK APA"?

 

Diceritakan dalam satu kisah, tentang suatu persekutuan yang sedang hikmat berdoa dan bernyanyi lagu “Menyenangkanmu”. Lagu yang ditulis baik oleh Ir. Welyar Kauntu. Sampai akhir dari bait lagu itu, seluruh anggota persekutuan sangat hikmat menyanyikannya dan diantara mereka juga ada yang terseduh-seduh menyanyikannya. Hingga suara nyaring tiba tiba terdengar dan berkata kepada mereka “Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." Seketika itu juga mereka saling menatap dan melihat satu dengan yang lainnya. Seorang diantara mereka berteriak, “Hantuuu….” dan membuat persekutuan itu bubar.

Tahukah kita? Ada banyak orang menyukai pengajaran tapi tidak melakukan apapun. Menyukai doa, lalu mendesain otaknya dan berfikir bahwa berdoa itu sudah lebih daripada “cukup”. Apakah saya menyalahkan ini? Tentu tidak. Tapi apakah kita benar-benar menyukai doa? Atau sebenarnya kita menyukai doa untuk melupakan “DIAKONIA”?

Hidup memang sangat sulit, banyak orang menghabiskan waktu untuk bekarja mencari makanan dan minumannya. Tidak ada yang mengingkari hal ini, sebab sayapun juga merasakan hal demikian. Namun, bukankah binatang juga mencari makanan dan minimunan untuk hidup? Bahkan, binatang juga mencari makanan dan minuman untuk anak-anaknya. Lalu, apa bedanya dengan manusia yang fokus hidupnya hanya untuk mencari makanan dan minuman?

Hidup memang sangat sulit tanpa Firman Tuhan. Namun, jika kita hanya menyukai Firman Tuhan tanpa menghidupinya? Apakah hal itu akan menjadi sia-sia dalam kehidupan kita? Kitab Yohanes mencatat “Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.”

Hidup kita memang luar biasa dan semua karena pekerjaan Tuhan. Kita telah menyaksikan hal tersebut dan bersaksi bagi banyak orang atas pekerjaan Tuhan dalam hidup kita “dulu”. Tetapi bagaimana dengan kehidupan kita “sekarang”, Apakah kita benar-benar masih menyaksikan dan merasakan pekerjaan Tuhan dalam hidup kita?

Salomo adalah tokoh Alkitab yang dikenal dan terkenal dengan hikmatnya. Bahkan kisah penobatannya sebagai pemimpin menjadi banyak kesaksian orang-orang. Tapi bagaimana setelahnya? Salomo terjatuh dalam dosa dan hikmat Allah diabaikan olehnya. Alhasil, akhir pemerintahannya telah membuat bangsa Israel terpecah menjadi dua.

Kita mengenal Yeremia sebagai seorang nabi untuk bangsa Israel. Ia dipanggil menjadi nabi oleh Allah ketika dirinya masih sangat muda.

Ia memiliki tugas khusus untuk mengingatkan bangsa Israel dari segala perbuatan jahat. Yeremia juga bertugas untuk mengingatkan bangsa Israel agar berhenti menyembah berhala dan kembali kepada Allah yang benar.

Apakah Yeremia sebijaksana Salomo? Ketika Ia dipilih Tuhan dirinya berkata “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda." (bdk. Yer 1:6)  Saat masa pelayanannya, Yeremia lebih banyak mengalami pergumulan. Pergumulan itu diantara mengenai bangsanya yang tidak mau bertobat, sanak tetangga/bahkan keluarga di anatot yang ingin membunuhnya dan berbagai ancaman perihal pelayanannya. Sukar merasakan betapa dalamnya dukacita Yeremia mengalami keadaan ini. Tanpa berharap lagi akan penghiburan (Yeremia 8:18, 21), air matanya hendak berderai meratapi Yehuda yang terhukum (9:1; 13: 17) dan membiarkannya hancur akibat ulahnya sendiri (9:2). Karena yakin bahwa kegagalan sudah mutlak, ia mengutuki hari lahirnya (15: 10; 20:14-18), mengeluh karena kehinaan menimpa dia (20:7b-10), dan memohon pembalasan atas orang-orang yg menyiksa dia (18: 18,21-23). Dalam arti inilah Yeremia, yg hatinya tergugah dan tercabik-cabik itu adalah insan tragis. Kepahitan dan getiran hidupnya timbul karena gejolak pertentangan dalam batinnya dan sekelilingnya. Semangat yg membara bentrok dengan hatinya yang kecut, keberjayaan tertentu bentrok dengan kekalahan.

Tetapi, apakah Yeremia berhenti? Tidak, Yeremia tetap berjuang untuk mengasihi dan setia dalam panggilannya.

Ya, demikianlah panggilan hidup untuk mengasihi kepada keluarga kita dan banyak orang. Tanpa menunggu ataupun menanti “standar hikmat dari manusia”, tanpa menanti sebuah jabatan, status dsb. Semua tetap dan harus kita lakukan, persis seperti Mother Teresa sampaikan, “Tidak semua dari kita dapat melakukan hal-hal besar. Tetapi kita dapat melakukan hal-hal kecil dengan penuh cinta”

Jadi bagaiamana?

“Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku. Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.” (1 Korintus 13:1-9)


Komentar