COVID BELUM SELESAI, RUSIA MELAKUKAN INVASI. ORANG KRISTEN HARUS APA?

 


Covid 19 belum selesai, Rusia telah melakukan Invasi di Ukraina bagian Timur. Terlepas dari bagaimana alasan invasi tersebut. Kita layak  mempertanyakan tentang kasih di dunia saat ini? Seberapa banyak orang yang masih saling mengasihi satu dengan yang lain dan seberapa banyak diantara kita yang masih mampu juga percaya terhadap kasih.

Sebelum lebih jauh membahas hal ini, saya ingin memberitahukan satu hal bahwa salah satu kesalahan yang sering kita lakukan adalah merasa kasihan pada diri sendiri, atau pada orang lain, berfikir bahwa hidup ini seharusnya adil, atau suatu hari nanti hidup ini pasti adil. Tidak benar begitu dan tidak akan begitu. Bila kita melakukan kesalahan ini, kita cenderung menghabiskan waktu kita berkuabgn dan/atau mengeluh tentang apa yang salah dengan hidup ini. “Tak adil,”kita mengeluh, tidak menyadari bahwa, mungkin, hidup ini akan begitu terus.

Fakta bahwa hidup ini tidak adil bukanlah berarti kita sebaiknya tidak mengerahkan kemampuan kita untuk memperbaiki kehidupan kita dan dunia ini pada umumnya. Sebaliknya, karena itulah kita sebaiknya melakukannya. Bila kita tidak menyadari atau mengakui bahwa hidup ini tidak adil, kita cenderung untuk jatuh kasihan pada orang lain dan diri kita sendiri. Rasa kasihan, tentu saja, adalah emosi yang melemahkan yang tidak bermanfaat bagi setiap orang, kecuali membuat orang merasa lebih buruk daripada sebelumnya. Bila kita benar-benar menyadari bahwa hidup ini tidak adil, kita seharusnya merasa pduli pada orang lain dan diri kita sendiri. Dan rasa peduli adalah emosi yang tulus yang mengirimkan kebaikan yang penuh kasih untuk setiap orang yang disentuhnya.

Ketika Covid 19 berkembang dan beberapa orang semakin tidak menanggapi hal ini dengan serius, kita marah dan kesal akan tersebut. Tapi adakah yang benar-benar peduli dengan situasi tersebut? Beberapa diantara kita, justru semakin fokus untuk mengamankan diri sendiri dan sibuk berkomentar juga melontarkan cuitan akan kebobrokan orang lain yang tidak acuh pada perkembangan Covid 19.

Ketika, Rusia telah melakukan invasi kepada Ukraina hal serupa juga terjadi. Kita sibuk berkomentar tentang kemanusian dan perdamaian. Tapi bagaimana dengan lingkungan sekitar kita, benarkah orang-orang telah merasakan tindakan kita untuk memanusiakan orang lain dan memberikan perdamaian.

Belajar dari kehadiran Yesus, tindakan kasih yang disampaikan dalam Markus 12:30-32 dan Lukas 6:31 dapat diaplikasikan bila kita memahami bahwa; "menjadi yang benar hampir tidak pernah lebih penting daripada membuat diri kita bahagia". Seperti Yesus, Dia datang (mendekati) ke dunia untuk menebus dosa manusia. Bukan marah dan terus-terusan kecewa terhadap perbuatan manusia yang berdosa. Bisakah, kita melakukan hal serupa?

Kehadiran Yesus meneduhkan dan memberikan kehangatan kepada setiap orang. Karena Dia datang ke dunia untuk memulihkan hubungan kita dengan Bapa. Bukan mempersalahkan manusia. Sekalipun beberapa diantara kita, dengan beberapa alasanya tidak merasakan dan mengabaikan kehadiranNya. Itu tidak menjadi soal bagi Yesus! Sebab Ia hadir oleh dan karena KasihNya kepada manusia.

Dunia saat ini membutuhkan orang-orang yang tidak hanya bertutur tentang cinta Allah, tetapi juga yang memperagakan cinta Ilahi itu dengan hadir bagi sesamanya.  Mengapa?

Dunia sekarang ini sedang jungkir balik dan sangat menderita karena sedikit kasih di dalam rumah, di dalam kehidupan keluarga. Orangtua tidak punya cukup waktu untuk anak-anak, tidak punya waktu untuk diri sendiri, dan tidak cukup waktu untuk menikmati kebersamaan. Orang sibuk dengan pekerjaannya. Sibuk dengan bisnisnya. Sibuk dengan egonya. Sibuk dengan gadgetnya. Yang jauh menjadi dekat, yang dekat menjadi jauh.

Situasi yang demikian itu oleh Ibu Teresa disebut sebagai kelaparan kasih. Begini ia mengungkapkannya, “Kemiskinan yang terburuk adalah kesepian dan merasa tidak dicintai. Penyakit terbesar saat ini bukanlah penyakit lepra ataupun TBC, tetapi perasaan tidak dikehendaki. Ada banyak kelaparan kasih dan apresiasi di dalam dunia saat ini dibandingkan kelaparan makanan”.

Jadi, bagaimana? Masihkah kita mampu untuk saling mengasihi dan menjaga kehidupan ini lebih baik dari satu waktu ke waktu yang lain?

Komentar