MENYEMBAH DALAM ROH DAN KEBENARAN

 


Ibadah bukanlah sekedar aktivitas seremonial rutin dalam kehidupan orang Kristen. Ibadah pada hakikatnya merupakan perjumpaan antara jemaat dengan Allah. Selain itu, ibadah juga merupakan sarana yang penting untuk menghidupkan dan menguatkan kepercayaan jemaat, dan untuk menyinarkan kasih Kristus kepada orang-orang yang belum mengenal Kristus. Konsekuensi logis dari kesadaran ini adalah usaha membangun praktik ibadah di atas fondasi prespektif yang benar. Yohanes 4:21-24 memberikan kita tiga hal penting yang layak untuk kita refleksikan;

Pertama, esensi penyembahan bukan lagi berpusat kepada tempat ataupun liturgi, namun kepada Yesus sendiri yang tidak lain adalah Allah

Ketika Yesus hidup di bumi, Bait Suci di Yerusalem merupakan pusat dari ritual agama Yudaisme. Bait ini adalah tempat dilakukannya pengorbanan hewan dan ibadah sesuai dengan hukum Musa, yang saat itu benar-benar ditaati dengan setia. Surat Ibrani 9:1-9 menjelaskan kalau di dalam Bait Suci terdapat tirai yang memisahkan Ruang Maha Kudus – tempat berdiamnya hadirat Allah di dunia ini – dari ruangan lainnya yang merupakan tempat berdiamnya manusia.

Ini menandakan bahwa manusia terpisah dari Allah karena dosa (Yes 59:1-2). Hanya Imam Besar yang diijinkan untuk melewati tirai ini setiap setahun sekali (Kel 30:10; Ibr 9:7) untuk masuk ke dalam hadirat Allah mewakili semua orang Israel dan mengadakan pendamaian bagi dosa-dosa mereka (Imamat pasal 16).

Bait Suci yang dibangun oleh Salomo memiliki tinggi 30 hasta (1 Raj 6:2), tapi Herodes membangunnya lebih tinggi hingga menjadi 40 hasta (berdasarkan tulisan Yosefus, seorang sejarawan Yahudi yang hidup pada abad pertama). Ada ketidakpastian mengenai ukuran yang tepat dari satu hasta, tetapi kita bisa mengasumsikan kalau tirai ini tingginya sekitar 18 m. Yosefus juga menjelaskan kalau tirai ini memiliki ketebalan 10 cm. Jika setiap sisi kain ini ditarik oleh empat kuda bersamaan sekalipun tidak akan mampu merobek tirai tersebut. Kitab Keluaran menyatakan kalau tirai yang tebal ini terbuat dari kain ungu tua, kain ungu muda, kain kirmizi dan lenan halus yang dipintal.



Ukuran dan ketebalan tirai ini membuat peristiwa yang terjadi pada saat kematian Yesus di kayu salib menjadi fakta yang penting. "Yesus berseru pula dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya. Dan lihatlah, tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah dan terjadilah gempa bumi, dan bukit-bukit batu terbelah" (Mat 27: 50-51a).

Jadi, apa arti dari semua ini? Apa makna dari tirai yang terbelah dua bagi uman manusia pada hari ini? Robeknya tirai itu secara dramatis pada saat kematian Yesus melambangkan bahwa pengorbanan-Nya, darah-Nya yang tercurah, merupakan penebusan yang sudah memadai bagi dosa-dosa manusia. Kejadian ini menandakan kalau jalan menuju Pribadi yang Maha Kudus sudah terbuka dan genaplah yang disampaikan Yesus pada perempuan Samaria itu. Sehingga esensi penyembahan bukan lagi berpusat kepada tempat ataupun liturgi, namun kepada Yesus.

Kedua, konsep penyembahan yang benar terjadi pada waktu umat menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Hal itu menegaskan dan menandaskan bahwa penyembahan benar adalah penyembahan yang dipusatkan kepada Allah

Sering kali menjadi persoalan dalam sebuah peribadahan tentang, “Apakah aku benar-benar merasakan kehadirat Tuhan?” dan “Siapakah Pelayan Ibadahnya?”. Dua persoalan ini sering kali membuat kita tidak lagi melakukan penyembahan yang dipusatkan kepada Allah. Walaupun benar, sikap dan penampilan orang lain dapat mengganggu peribadahan. Tetapi, faktanya kesemua itu lahir dari cara kita merespon peribadahan tersebut bukan pada apa yang orang lain kita lakukan. Sering kali permasalahannya terletak pada fokus kita yang mengarah tentang apa yang orang lain lihat dan yang kita lihat dari orang lain. Alhasil, sebagaimanapun dan dimanapun peribadahan tersebut, letak permasalahannya hanya pada diri kita.

Terakhir, menyembah Allah dalam Roh dan kebenaran pada dasarnya terjadi bukan semata-mata karena dorongan roh manusia atau sikap tulus manusia. Namun lebih dari itu, penyembahan yang benar terjadi pada saat Roh Kudus menggerakkan atau memberdayakan manusia untuk menyembah Allah. Dengan demikian, umat percaya baru dapat terlibat dalam penyembahan yang benar apabila Kristus berdaulat penuh sebagai Juruselamatnya pribadi. Penyembahan yang benar juga membawa umat percaya kepada pengenalan yang sungguh-sungguh akan keberadaan Kristus dalam kehidupannya. Dengan demikian penyembahan atau ibadah bukanlah diperuntukkan untuk memuaskan manusia, namun untuk memuliakan Allah. Penyembahan yang benar pada akhirnya akan menuntun umat percaya untuk memberitakan Kristus yang telah dia kenal kepada orang-orang yang belum percaya.

Komentar