BAHAN SERMON KHOTBAH MINGGU GBKP 27 MARET 2022 - Beruskacitalah di dalam Tuhan

 

Taman Seribu Bunga, Desa Raya

TEKS DAN KONTEKS

a.      Invocatio : Filipi 4:4

Seperti kita ketahui, dalam surat Paulus kepada Jemaat di Filipi terdapat pengulangan nasihat semacam ini. Sesuatu yang menunjukkan bahwa keadaan di Filipi adalah sedemikian rupa sehingga nasihat semacam ini rasanya tidak masuk akal. Orang Kristen dapat diperintahkan untuk bersukacita, sebab sumber sukacita mereka bukan dalam situasi tetapi dalam Tuhan.

b.     Bacaan Pertama : Lukas 15:1-7

Dalam pasal sebelumnya, banyak orang Yahudi berduyun-duyun mengikuti Yesus (14:25), dengan penuh keyakinan bahwa mereka akan diterima dalam Kerajaan Allah, sehingga Kristus merasa wajib mengatakan kepada mereka hal-hal yang akan mengguncangkan harapan mereka yang sia-sia. Tetapi di sini, kita melihat banyak pemungut cukai dan orang berdosa berbondong-bondong datang kepada-Nya, dengan perasaan rendah hati dan takut akan ditolak oleh-Nya, sehingga Kristus merasa perlu memberikan dorongan kepada mereka, terutama karena ada orang-orang tertentu yang dengan sombong dan angkuh suka memandang rendah mereka.

Tentu pilihan sikap yang diambil oleh Yesus membuat kejengkelan para ahli Taurat dan orang Farisi terhadap-Nya karena hal ini. Mereka bersungut-sungut, dan menegur Yesus Tuhan kita karena perbuatan-Nya itu: Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka (ay. 2). Mereka marah karena para pemungut cukai dan orang-orang bukan-Yahudi diberi sarana untuk menikmati anugerah, dipanggil untuk bertobat, dan didorong untuk mengharapkan pengampunan pada saat bertobat.

Kristus membenarkan diri-Nya dalam hal ini, dengan menunjukkan bahwa semakin jahat orang-orang yang di-Injili-Nya, semakin besar pula kemuliaan yang akan diberikan kepada Allah, dan semakin besar pula sukacita yang akan ada di sorga, jika dengan pemberitaan-Nya mereka menjadi bertobat.

Hal ini digambarkan-Nya di sini dengan dua perumpamaan, salah satunya adalah perumpaan tentang domba yang hilang. Perumpamaan yang serupa sudah kita lihat dalam Matius 18:12. Dalam Kitab Matius, perumpamaan tersebut dirancang untuk menunjukkan pemeliharaan Allah atas orang-orang kudus, dan oleh karenanya kita tidak boleh berbuat jahat terhadap mereka, sedangkan di sini perumpamaan tersebut dirancang untuk menunjukkan betapa senangnya Allah dengan pertobatan orang-orang berdosa, dan oleh karena itu kita juga harus bersukacita dengan pertobatan mereka itu.

c.      Bacaan Khotbah : Masmur 32:8-11

Masmur 32:8-11 menunjukkan tentang hasil refleksi pemazmur akan penghiburan yang dirasakannya ketika ia memperoleh belas kasihan dan pengampunan. Perasaan tersebut adalah keyakinan pemazmur akan anugerah Ilahi kepadanya juga pada orang-orang berdosa yang bertobat. Bahkan Pemazmur tidak ragu bahwa anugerah itu pasti akan terus mengalir dan menciptakan rasa aman juga sukacita. Hal ini Pemazmur tekankan pada ayt 10 dan 11

Ayat 10 : Mereka yang bertobat diyakinkan bahwa jika saja mereka mau percaya pada Tuhan dan tetap dekat padaNya, maka mereka akan dikelilingiNya dengan kasih setia. Dengan demikian mereka tidak akan pergi meninggalkan atau ditinggalkan oleh Allah, sebab kasih setia itu akan menjaga mereka tetap ada di dalam Dia. Juga, tidak akan ada kejahatan nyata yang akan menerobos masuk mengganggu mereka, sebab kasih setia itu akan menjaga kejahatan untuk tetap berada di luar.

Ayat 11 : Mereka yang bertobat diyakinkan untuk mendapatkan sukacita dalam Tuhan dan bersorak-sorak di dalam Dia, karena seluruh penyertaan dan perlindungan yang Tuhan berikan. Bahkan membuat orang lain yang melihatnya menjadi tergugah karena sukacita Tuhan. Karena hidup yang bersekutu dengan Allah itu adalah hidup yang paling menyenangkan dan penuh penghibutan yang dapat kita jalani di dunia ini.

Bahan Alkitab dan Minggu Letare / Minggu Passion V

GBKP mendefinisikan Minggu Letare ini dengan kata “Teridahlah”, Sedang pada umumnya Gereja-gereja mendefinisikan Minggu ini sebagai Minggu Sukacita, berdasarkan bahasa latin yang diambil untuk penamaan liturgi dari minggu ini; LEATERE. Bahkan, secara umum Minggu ini diletakkan pada Minggu keempat dalam prapaskah, tentu GBKP memiliki alasan tertentu dalam peletakkan Minggu ini.

Terlepas dari kesemua ini, berdasarkan tema bahan khotbah dan benang merah dari teks juga konteks bahan-bahan alkitab dalam minggu ini didapati bahwa; Minggu Letare ini mengingatkan tentang sukacita orang-orang yang bertobat dan hidup dalam Tuhan saat menjalani prapaskah haruslah menjadi kesaksian juga undangan bagi orang lain untuk bertobat dan hidup di dalam Nya. Sebab sukacita orang-orang yang bertobat dalam Kristus, bukanlah sukacita karena situasi melainkan sukacita karena penyertaan dan penjagaanNya kepada kita.dalam menghadapi berbagai macam persoalan kehidupan yang sedang dijalani.

APLIKASI

Saat ini sedang ramai tren “healing” di kalangan masyarakat, terutama di kalangan muda-muda kini. Istilah kekinian ini kerap digunakan warganet untuk mengungkapkan sesuatu yang menyenangkan melalui unggahan media sosial. Namun bagi Rhenald Kasali seorang Guru Besar di Universitas Indonesia, trend kata healing di kalangan anak muda kerap disalah artikan. “Apa-apa self healing!,” ujar Guru Besar UI, Rhenald Kasali, dalam video yang diunggah oleh channel Rhenald Kasali, pada Senin, 21 Februari 2022, dengan judul ‘Tahu Engga Healing Itu Dibutuhkan Siapa?’.

Dalam video tersebut Rhenald Kasali menjelaskan, bahwa Healing artinya adalah pemulihan atau penyembuhan yang harus dilakukan oleh seseorang yang mengalami depresi atau penyakit tekanan mental. Artinya, tidak semua orang yang memiliki masalah, atau memiliki beban hidup, harus melaksanakan healing atau harus mengganti kata refreshing menjadi healing.

Menarik bukan?

Saya sendiri tidak mengerti dari mana awal mulanya, fenomena ini terjadi; namun cara pandang dan respon Rhenald Kasali, memperlihatkan kepada kita tentang situasi masyarakat saat ini terlalu mudah mengeluh dan bersungut-sungut. Tentu, sangat “toxic” bila membanding-bandingkan pergumulan dan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi oleh saat ini. Bahkan “kurangnya iman” seseorang juga tidak bisa dikaitkan dengan keluh kesah yang diungkapkan ataupun dialami oleh orang dalam berbagai macam pengalaman hidupnya.

Itulah mengapa bahan Renungan ini terasa menarik bagi saya. Sebab diungkapkan bagaimana sukacita itu nyata dan hidup dalam orang-orang beriman bukan karena situasi tetapi karena hidup dalam lingkup kasih juga penyertaan Tuhan.

Sehingga; kesalahan-kesalahan masa lalu sebagai pencetus permasalahan yang mungkin saat ini sedang saudara hadapi; atau kehilangan-kehilangan (harta,tahta ataupun orang-orang terkasih) dipulihkan dalam penghiburan yang Tuhan beri melalui penjagaan dan penyertaanya kepada orang-orang yang berserah.

Hanya problema saat ini, kebanyakan diantara kita lebih sering membutuhkan solusi bukan menjalani proses yang Tuhan beri. Sehingga janji dan penyertaan itu dianggap sebagai suatu ilusi (hanya khayalan atau penenang semata).

Padahal, sering kali Tuhan bukan tidak memberikan solusi. Hanya manusia selalu membutuhkan proses untuk mendapatkan hikmat ataupun pencerahan dalam menyelesaikan segala macam problem tersebut. Tetapi, kuk yang enak dan ringan (bdk Mat 11:28-30) tersebut juga kita hindari. Itu mengapa ilustasi ini menarik bagi kita;

Dikisahkan di sebuah ladang terdapat sebongkah batu yang amat besar.  Dan seorang petani tua selama bertahun-tahun membajak tanah yang ada di sekeliling batu besar itu. Sudah cukup banyak mata bajak yang pecah gara-gara membajak di sekitar batu itu. Padi-padi yang ditanam di sekitar batu itu pun tumbuh tidak baik.

Hari ini mata bajaknya pecah lagi. Ia lalu memikirkan bahwa semua kesulitan yang dialaminya disebabkan oleh batu besar ini. Lalu ia memutuskan untuk melakukan sesuatu pada batu itu.

Lalu ia mengambil linggis dan mulai menggali lubang di bawah batu. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa batu itu hanya setebal sekitar beberapa inchi saja. Sebenarnya batu itu bisa dengan mudah dipecahkan dengan palu biasa. Kemudian ia lalu menghancurkan batu itu sambil tersenyum gembira. Ia teringat bahwa semua kesulitan yang di alaminya selama bertahun-tahun oleh batu itu ternyata bisa diatasinya dengan mudah dan cepat.

Akhir kata…..

Saya menyadari bahwa perjalanan kehidupan setiap orang itu berbeda-beda; tidak jarang diantara kita berlari secepat mungkin untuk terhindar dari berbagai macam problema kehidupan ini dan berharap cepat sampai pada tujuan. Namun dipertengahan jalan harus terjatuh karena tali sepatu yang tidak terikat dengan baik. Tak ubahnya dengan kehidupan saat ini, bukan persoalan “cepat” atau “lambatnya” perjalanan kehidupan. Kesemuanya ini, tentang bagaimana ikatan tali sepatu kita; siapa teman kita berjalan; dan jalan mana yang kita ikuti?

Komentar