HEALING DALAM KRISTUS - MASMUR 32:8-11

 


Saat ini sedang ramai tren “healing” di kalangan masyarakat, terutama di kalangan muda-muda kini. Istilah kekinian ini kerap digunakan warganet untuk mengungkapkan sesuatu yang menyenangkan melalui unggahan media sosial. Namun bagi Rhenald Kasali seorang Guru Besar di Universitas Indonesia, trend kata healing di kalangan anak muda kerap disalah artikan. “Apa-apa self healing!,” ujar Guru Besar UI, Rhenald Kasali, dalam video yang diunggah oleh channel Rhenald Kasali, pada Senin, 21 Februari 2022, dengan judul ‘Tahu Engga Healing Itu Dibutuhkan Siapa?’.

Dalam video tersebut Rhenald Kasali menjelaskan, bahwa Healing artinya adalah pemulihan atau penyembuhan yang harus dilakukan oleh seseorang yang mengalami depresi atau penyakit tekanan mental. Artinya, tidak semua orang yang memiliki masalah, atau memiliki beban hidup, harus melaksanakan healing atau harus mengganti kata refreshing menjadi healing.

Menarik bukan?

Saya sendiri tidak mengerti dari mana awal mulanya, fenomena ini terjadi; namun cara pandang dan respon Rhenald Kasali, memperlihatkan kepada kita tentang situasi masyarakat saat ini terlalu mudah mengeluh dan bersungut-sungut. Tentu, sangat “toxic” bila membanding-bandingkan pergumulan dan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi oleh saat ini. Bahkan “kurangnya iman” seseorang juga tidak bisa dikaitkan dengan keluh kesah yang diungkapkan ataupun dialami oleh orang dalam berbagai macam pengalaman hidupnya.

Itulah mengapa bahan Renungan ini terasa menarik bagi saya. Sebab diungkapkan bagaimana sukacita itu nyata dan hidup dalam orang-orang beriman bukan karena situasi tetapi karena hidup dalam lingkup kasih juga penyertaan Tuhan.

Sehingga; kesalahan-kesalahan masa lalu sebagai pencetus permasalahan yang mungkin saat ini sedang saudara hadapi; atau kehilangan-kehilangan (harta,tahta ataupun orang-orang terkasih) dipulihkan dalam penghiburan yang Tuhan beri melalui penjagaan dan penyertaanya kepada orang-orang yang berserah.

Hanya problema saat ini, kebanyakan diantara kita lebih sering membutuhkan solusi bukan menjalani proses yang Tuhan beri. Sehingga janji dan penyertaan itu dianggap sebagai suatu ilusi (hanya khayalan atau penenang semata).

Padahal, sering kali Tuhan bukan tidak memberikan solusi. Hanya manusia selalu membutuhkan proses untuk mendapatkan hikmat ataupun pencerahan dalam menyelesaikan segala macam problem tersebut. Tetapi, kuk yang enak dan ringan (bdk Mat 11:28-30) tersebut juga kita hindari. Itu mengapa ilustasi ini menarik bagi kita;

Dikisahkan di sebuah ladang terdapat sebongkah batu yang amat besar.  Dan seorang petani tua selama bertahun-tahun membajak tanah yang ada di sekeliling batu besar itu. Sudah cukup banyak mata bajak yang pecah gara-gara membajak di sekitar batu itu. Padi-padi yang ditanam di sekitar batu itu pun tumbuh tidak baik.

Hari ini mata bajaknya pecah lagi. Ia lalu memikirkan bahwa semua kesulitan yang dialaminya disebabkan oleh batu besar ini. Lalu ia memutuskan untuk melakukan sesuatu pada batu itu.

Lalu ia mengambil linggis dan mulai menggali lubang di bawah batu. Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa batu itu hanya setebal sekitar beberapa inchi saja. Sebenarnya batu itu bisa dengan mudah dipecahkan dengan palu biasa. Kemudian ia lalu menghancurkan batu itu sambil tersenyum gembira. Ia teringat bahwa semua kesulitan yang di alaminya selama bertahun-tahun oleh batu itu ternyata bisa diatasinya dengan mudah dan cepat.

Akhir kata…..

Saya menyadari bahwa perjalanan kehidupan setiap orang itu berbeda-beda; tidak jarang diantara kita berlari secepat mungkin untuk terhindar dari berbagai macam problema kehidupan ini dan berharap cepat sampai pada tujuan. Namun dipertengahan jalan harus terjatuh karena tali sepatu yang tidak terikat dengan baik. Tak ubahnya dengan kehidupan saat ini, bukan persoalan “cepat” atau “lambatnya” perjalanan kehidupan. Kesemuanya ini, tentang bagaimana ikatan tali sepatu kita; siapa teman kita berjalan; dan jalan mana yang kita ikuti?

Komentar