BELAJAR DOA; LAGI! (PART 2) ROMA 10:9-10

 

Photo by Ian Stauffer on Unsplash

Seorang anak kecil sedang bermain sendirian dengan mainannya. Sedang asyik-asyiknya bermain tiba-tiba mainannya itu rusak. Dia mencoba untuk membetulkannya sendiri, tapi rupanya usahanya itu dari tadi sia sia saja. Maka dia mendatangi ayahnya untuk minta ayahnya itu yang membetulkannya.

Tapi sambil memperhatikan ayahnya dia terus memberikan instruksi kepada ayahnya, “Ayah, coba lihat bagian sebelah kiri, mungkin di situ kerusakannya.”

Ayahnya menurutinya, tapi ternyata belum betul juga mainannya.

Maka dia memberi komentar lagi, ”Oh, bukan di situ Yah, mungkin yang sebelah kanan, coba lihat lagi deh Yah.”

Kali ini ayahnya juga menurutinya, tapi lagi-lagi mainannya itu belum betul.

“Kalau begitu coba yang di bagian depan Yah, kali aja masalahnya ada di situ.” Kali ini ayahnya marah, ”Sudah, kalau kamu memang bisa, mengapa tidak kamu kerjakan sendiri saja? Jangan ganggu Ayah lagi. Ayah banyak kerjaan lain.”

Tapi setelah dia mencoba beberapa saat untuk membetulkan sendiri dan masih belum berhasil, maka akhirnya dia kembali kepada ayahnya sambil merengek. “Tolonglah Yah, aku suka sekali mainan ini, kalau rusak begini bagaimana? Tolong Ayah betulkan supaya bisa jalan lagi ya.”

Karena tidak tega mendengar rengekan anaknya, si ayah akhirnya menyerah, ”Baiklah Nak. Ayah akan membetulkan mainanmu asal kamu berjanji tidak boleh memberitahu Ayah apa yang harus dilakukan. Kamu duduk saja dan perhatikan Ayah bekerja. Tidak boleh mencela.”

Ketika ayahnya sedang memperbaiki mainannya, si anak mulai berkomentar lagi, ”Jangan yang itu Yah, kayaknya bagian lain yang rusak.”

Tapi kali ini ayahnya berkata, ”Kalau kamu berkomentar lagi, mainan ini akan ayah lepaskan dan silahkan kamu berusaha sendiri.”

Akhirnya karena takut ayahnya akan benar-benar melakukan apa yang dikatakannya, anak itu diam dan duduk manis melihat ayahnya membetulkan mainannya sampai bisa berjalan lagi tanpa mengeluarkan komentar apa pun.

Berdasarkan ilustrasi ini, saya bertanya kepada saudara semua; Apakah kita mempercayai Yesus, sebagai Tuhan yang berkuasa atas kehidupan kita? Bila benar demikian, mengapa kita sulit berdoa dan berserah secara penuh pada rancangan dan cara Tuhan.

Mungkin benar, terkadang rancangan Tuhan tidak seperti yang kita harapkan dan inginkan. Tapi bukankah hal demikianlah yang paling terbaik bagi kehidupan kita? Ataukah kita masih sering berfikir bahwa cara dan keinginan kita paling baik untuk kehidupan kita?

Paulus menasihkatkan kepada kita melalui Kitab Roma untuk mengaku dan percaya kepada Yesus sebagai Tuhan yang memiliki kehidupan ini. Kepercayaan dan keyakinan itu sangat diperlukan dalam setiap  kali kita menyampaikan permohonan dalam doa. Tanpa itu, semua hanya kosong dan doa tidak akan pernah menumbuhkan pengharapan dan rasa optimis.

Jadi, maukah kamu mengaku, percaya dan meyakinkan semua permohonanmu dalam doamu kepadaNya?

Komentar