BERUNTUNGNYA KELUARGA NUH, BUKAN TOXIC FAMILY (Kejadian 6:17-22;7:13)

 

Photo by Daiga Ellaby on Unsplash

Menjadi bagian dari keluarga Nuh, tentu bukanlah hal yang mudah. Sangat sulit menerima seorang Ayah seperti Nuh, terlebih ketika Allah hanya berbicara kepada Nuh tidak kepada seluruh keluarganya.

Seorang petani Kopi, pernah bercerita mengenai hal ini kepada saya; bagaimana istri dan keluarganya tidak mendukung pilihan hidup beliau untuk berjuang dalam Dunia Kopi. Alhasil, amarah tersebut dia lampiaskan untuk berhenti menafkahi keluarganya. Suatu tindakan yang tidak lebih baik dari diam dan terus fokus pada kopi.

Bagaimana denganmu?

Ada banyak orang yang dapat Anda pilih dalam hidup dan meninggalkannya jika perlu. Anda dapat memilih teman, dan jika ada masalah, Anda selalu dapat memilih untuk berpisah. Namun, Anda tidak dapat memilih keluarga, dan Anda tidak dapat meninggalkan mereka jika masih di bawah umur, atau jika mereka satu-satunya sumber kehidupan Anda.

Kadang-kadang, keluarga memiliki sifat-sifat yang tidak Anda sukai, dan sulit untuk menghadapinya. Di lain waktu, Anda tidak yakin apakah Anda hidup dalam situasi keluarga yang beracun atau tidak. Saat kita beranjak dewasa dan bertanggung jawab atas diri kita sendiri, terkadang kita mulai memahami bahwa pola asuh kita tidak ideal.

Apakah saudara semakin merasakan sesuatu dan memikirkan sesuatu tentang keluarga saudara?

Toxic Family, pernahkah saudara mendengarnya? Toxic family adalah perilaku anggota keluarga yang membuat kita tidak nyaman atau saling menyakiti anggota lainnya baik secara verbal maupun non verbal. Masalahnya pun terjadi terus menerus tanpa mencoba menemukan solusi, namun justru membuat permasalahan makin rumit. Ciri yang paling menonjol yaitu mementingkan ego masing-masing, sehingga sering terjadi keributan antar anggota keluarga.

Sangatlah tidak nyaman jika kita harus tinggal Bersama keluarga yang toxic. Karena kita semua dapat berkembang dengan baik di lingkungan yang tepat, dan hal yang paling penting adalah menikmati hidupmu, menjadi bahagia, apa pun yang terjadi (Audrey Hepburn).

Rumah yang seharusnya jadi tempat paling nyaman malah jadi seperti tempat kita terdampar. Banyak dari kita bingung dalam menyikapi keluarga yang toxic, karena kalau marah nanti malah jadi masalah, mau diam dan membiarkan malah bikin kita sakit hati. Menyikapi keluarga yang toxic memang susah susah gampang, apalagi jika tinggal satu rumah dengan mereka.

Lalu, bagaimana?

Tentu ada banyak cara yang ditawarkan, tapi tahukah kita?

 “Realita hidup bisa jadi hal yang sama bagi semua orang. Tapi, tiap individu memiliki kebebasan untuk memilih dari sudut mana mereka akan menerimanya.” (AGM). 

Saran ini mungkin sangat sulit bagi saudara, tapi ini pilihan terbaik. Karena, tidak ada diantara kita yang dapat memilih keluarga kita. Bahkan orangtua hanya berharap memiliki anak, bukan memilih anak.

“When you think positive, good things happen.” – Matt Kemp

Berpikir positif secara umum adalah cara berpikir secara logis yang memandang sesuatu dari segi positifnya baik terhadap dirinya sendiri, terhadap orang lain, maupun keadaan lingkungannya. Sehingga, individu tidak akan putus asa atas masalah yang dihadapi dan akan  mudah dalam mencari jalan keluarnya. Sedangkan menurut ilmuwan, definisi berpikir positif menurut Abraham Lincoln adalah suatu kondisi pikiran yang tenang sehingga mampu hidup dengan bahagia.

Manfaat fisik dan mental dari berpikir positif telah ditunjukkan oleh banyak penelitian ilmiah. Berpikir positif dapat meningkatkan kepercayaan diri, menenangkan suasana hati, dan mengurangi stres. Sikap dan kebiasaan positif yang diciptakan dengan atau tanpa disadari akan memberikan energi untuk mengerjakan semua kegiatan secara fokus.

Daripada Ekspektasi Kita Bisa Mulai Beradaptasi

Untuk menyikapi anggota keluarga yang toxic, kita jangan lagi berharap pelaku meminta maaf dan menyadari kesalahannya, karena kecil kemungkinan itu terjadi. Kita lah yang harus mulai beradaptasi dengan perilaku mereka. Kita boleh saja mengingatkan si pelaku kalau yang dilakukannya sudah keliru atau membuat kita tidak nyaman, tetapi kita harus pintar mengendalikan situasi jika si pelaku sudah di luar kendali. Yakinlah pasti ada alasan atau masalah yang membuat pelaku menjadi toxic, kita tidak perlu merasa kecewa dengan hal yang harusnya bukan menjadi beban pikiran kita.

Komentar