BAHAN SERMON KHOTBAH GBKP 09 0KTOBER 2022 "MATIUS 11:25-30"

Invocatio         : Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus (Galatia 6:2)

Ogen            : Mazmur 23:1-6

Khotbah         : Matius 11:25-30

TEMA            : Perbuatan Yang Berkenan Bagi Tuhan



Pendalaman Teks

Konteks perikop Matius 11: 25-30 ini merujuk kepada legalisme orang Yahudi dalam melaksanakan tuntutan hukum Taurat. Orang-orang Yahudi hidup dalam Taurat dan tradisi lisannya, yang menghasilkan 613 peraturan (613 mitsvot) yang harus ditaati tanpa terkecuali. Jelas ini sangat melelahkan jiwa manusia, tetapi di dalam Kristus manusia hidup dalam hukum yang memerdekakan (bdk: Gal. 5:1). Dalam perikop yang berjudul “Ajakan Juruselamat” ini, Matius mengungkapkan ucapan syukur Yesus sebagai pendahuluan perikop, “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya, Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu (Mat. 11:25).” William Barclay menyatakan bahwa yang dimaksud pada pendahuluan teks ini adalah bagaimana Yesus mengungkapkan para rabi Yahudi (kaum intelektual) yang menolak Yesus,sementara orang-orang miskin, yang sakit, dan yang terpinggirkan (orang kecil) justru menerima Dia. Jadi sesungguhnya ayat 28 terikat secara konteks dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya yaitu tentang penolakan rabi Yudaisme terhadap Yesus.

 Ayat 26-27: Yesus mengklaim bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengenal Bapa selain Dia, dan tidak ada seorang pun yang mengenal Dia selain Bapa. Klaim ini kembali menegaskan bahwa pengenalan seseorang akan Yesus adalah sebuah anugerah yang besar, bukan hasil usaha manusia. Berdasarkan pendekatan konteks Matius 11:25-30, seharusnya kita memahami bahwa perikop ini tidak berbicara tentang persoalan jasmaniah seperti permasalahan hidup manusia, tetapi persoalan hukum Taurat yang telah menjadi kuk bagi bangsa Yahudi. “Kuk hukum Taurat, sebagaimana para rabi menamakannya adalah sesuatu yang ternyata berat dan membebani, karena bersifat lahiriah dan bendawi (tidak pribadi).”

Dalam terjemahan Yunani, istilah “letih lesu” menggunakan kata “κοπιωντες” (kopiōntes) yang dapat juga diartikan “berusaha keras” atau “menjadi letih lesu”.  Yesus memberi ajakan kepada semua orang yang berbeban berat, yaitu mereka yang berusaha selamat melalui ketaatan pada Hukum Taurat & supaya mereka berkenan di hadapan Tuhan. Ini mengingatkan kita pada Matius 23:4, di mana ahli Taurat dan orang Farisi dituduh membuat orang-orang memikul ‘beban berat’ dengan tuntutan legalistik mereka. Karena itu, Yesus mengundang untuk meletakkan beban mereka, dan menerima keselamatan yang disediakan bagi mereka oleh Kristus. Orang-orang berdosa, yang lelah karena dosa & kejahatannya (bdk. Yes 6:5 Luk 5:8), juga diundang untuk datang kepada Kristus, dan segera menemukan kelegaan.

Renungan

Sadarkah kita? Hari demi hari, ada begitu banyak orang mencari-cari tempat dari yang satu menuju tempat yang lain dengan tujuan untuk mendapatkan ketenangan. Namun, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah mereka mendapatkannya? Tidak! Mereka berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dan menemukan hal serupa dalam hidupnya, yakni beban pikiran yang berlebihan.Mengapa? Semua karena pikiran dan hatinya yang sedang tidak jernih.

Pernahkah saudara memperhatikan betapa tegangnya bila saudara dikejar-kejar pikiran saudara? Dan, yang jelas, semakin kita terserap dalam hal-hal yang membuat kita marah atau kecewa, semakin tidak nyaman perasaan kita. Satu pikiran menambah berat pikiran lainnya dan begitu seterusnya. Sampai akhirnya kita akan merasa, dimanapun dan kemanapun kita berada akan sangat terganggu.

Itulah mengapa dalam perikop yang menjadi renungan ini, Yesus mengatakan; Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.”

“It's not things that trouble us, but our judgment about things.(Epictetus)”

Kata belajarlah menjadi sangat penting dan utama dalam perikop ini. Mengapa? Sebab kehidupan yang Tuhan pertunjukkan kepada kita adalah sikap penyerahan secara total kepadaNya. Menyerahkan segala sesuatunya yang kita khawatirkan, harapkan dan impikan itu seperti meletakkan beban berat kepada Sang Penolong yang penuh cinta menerimanya. Maukah?

Nyatanya, kehidupan saat ini menunjukkan banyak orang tidak ingin melakukannya. Sebaliknya, bila pada masa Yesus dikenakan beban-beban aturan oleh Para Penjajah dan Taurat. Kini, ada banyak orang-orang yang terjebak pada “Standarisasi” kehidupan yang justru dibuat oleh dirinya sendiri. Dengan cara membandingkan kehidupannya dengan orang lain; menganggap dirinya lebih berkesusahan disbanding orang lain atau menganggap dirinya akan lebih tenang apabila menjadi seperti orang lain. Namun, benarkah demikian? TIDAK

“Manusia tidak memiliki kuasa untuk memiliki apapun yang dia mau, tetapi dia memiliki kuasa untuk tidak mengingini apa yang dia belum miliki, dan dengan gembira memaksimalkan apa yang dia terima.”

Tindakan untuk membuat standarisasi kehidupan seperti orang lain justru menjadi KUK yang selama ini membebani kehidupan kita. Lebih daripada itu, hal serupa juga kita lakukan pada orang lain. Memberikan KUK kepada mereka seperti yang kita alami dengan menyatakan bahwa “Demikianlah seharusnya kehidupan”. Sama sekali tidak pernah menolong, bahkan sering kali tindakan-tindakan tersebutlah yang justru  merusak mental orang lain. Untuk itulah, Paulus mengajak Jemaat Galatia dan kita saat ini, untuk tidak meletakkan KUK “Standarisasi” kepada orang lain. Sebaliknya, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus (Galatia 6:2)”

Komentar