ORANG KRISTEN ADALAH ORANG MENDERITA (?) MARKUS 10:35-45

 


Minggu-minggu passion ini selalu mengajarkan dan menceritakan bagaimana penderitaan-penderitaan yang dialami Yesus beserta pemberitahuan dariNya akan peristiwa salib dihadapiNya. Tapi pernahkah kita bertanya tanya, kalau menjadi seorang Kristen itu harus menderita dan akan menderita? Apakah dengan demikian kita diminta masuk dalam penderitaan? Kalau menderita sebagai perjalanan yang harus ditempuh dari Orang Kristen, lalu mengapa dia masih saja meminta kesenangan dari Kristus?

Logika yang selalu kita bawakan dan sering bicarakan adalah “Memikul Salib” sebagai jalan utama bagi orang Kristen. Tapi Yesus pernah berkata, bahwa “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hatidan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Matius 11:28-30)

Bukankah ini menjadi kontradiktif dengan apa yang sering kita bawakan dan bicarakan mengenai orang kristen yang harus menderita?

Hmmm..... Apa yang saudara pikirkan? Saudara mulai berfikir tentang keanehan? Ah saya tidak mengajak saudara untuk berfikir yang tidak-tidak. Bacalah tulisan ini selengkap-lengkapnya dan marilah kita berefleksi bersama.

Saudaraku, ingatkah kita tentang kisah anak Zabedeus dan tanggapan Yesus akan pertanyaan tersebut. Dalam Markus 10:35-45 ini, Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati Yesus dan berkata kepada-Nya: “Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu”.

Sebelum teks ini telah dikatakan Yesus maka akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat dan mereka akan menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus. Ia akan diolok-olok, diludahi, dicambuk dan dibunuh tetapi sesudah tiga hari ia akan bangkit. ( Mark. 10 :33-34). Tetapi, apakah para murid mengerti? Tidak! Mereka fokus pada kerajaan yang disampaikan Yesus kepadanya. Fokus yang membuat mereka bertanya tentang posisi dan kekuasaan.Tentu hal ini membuat murid-murid yang lain menjadi marah, apa yang menyebabkan mereka marah? Benarkah karena pertanyaan itu tidak pantas? Ataukah karena para murid lainnya juga mengingkan posisi itu?

Mirip seperti utang-utang politik praktis yang dilakukan oleh para oknum di sekitar kita ya? Wkwkwkwk. Tapi mari kita lihat respon Yesus.

Dari permintaan ini, kita dapat menemukan beberapa jawaban Tuhan Yesus:

Pernyataan Pertama :“Kamu tidak tahu apa yang kamu minta”

Pernyataan pertama ini, menarik bagi saya. Mengapa? Coba kita telisik pada diri kita masing-masing, seberapa sering kita meminta akan sesuatu yang tidak pantas kita terima dan akhirnya kita menderita karena permintaan tersebut.

Loh, memang ada permintaan semacam itu? Ada dong!

Ada begitu banyak permintaan kita yang tidak sepantasnya untuk kita minta pada Tuhan. Contohnya, ketika seseorang mengharapkan “indah pada waktunya = kekayaan” namun dia memilih untuk bekerja tanpa inovasi dan kreatifitas. Alhasil, ketika orang tersebut tidak mendapatkannya dirinya menderita dan berbeban berat karena penantian itu.

Nah bila demikian, apakah Yesus ingin kita menderita? Atau kita justru mengalami penderitaan dikarenakan kita tidak mengerti tentang apa yang kita minta dan pantas untuk kita dapatkan?

Pernyataan kedua “Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan”

Usaha tidak mengkhianati hasil, Tuhan selalu melihat proses kehidupan dan perjuangan seseorang. Bagi mereka yang berproses dan berjuang dengan kehidupannya tentu itu bukanlah penderitaan. Tetapi itu adalah kenyataan hidup yang dialami oleh siapapun, tidak terbatas hanya Orang Kristen. Hanya perbedaannya, kita memiliki Tuhan yang memiliki “Perasaan” empati dan simpati kepada kita anak-anakNya. Dia mengerti setiap tangis dan luka yang kita hadapi dalam perjuangan serta usaha tersebut.

Nah bila demikian, apakah Yesus ingin kita menderita? Atau kita justru seringkali memakai akal sehat kita untuk harapan segala sesuatunya dapat bekerja secara instan? Lalu kita menderita karena pengharapan itu tidak tercapai?

Pernyataan Ketiga “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu”

Menjadi seorang “pelayan”, apakah hal ini suatu penderitaan? Di GBKP ada begitu banyak detaser yang sedang menanti dan menunggu untuk dapat lulus sebagai vikaris dan ditahbiskan menjadi pendeta. Dibeberapa tempat, ada yang memakai politik praktis untuk mendapatkan gelar pelayan. Tentu peristiwa semacam ini tidak menunjukkan bahwa menjadi pelayan itu adalah penderitaan. Lalu mengapa seseorang sering mengganggap untuk menjadi pelayan itu adalah sesuatu yang tidak menyenangkan?

Mungkin mereka harus belajar dengan para detaser yang sudah bertahun-tahun berbahagia dan terus berpengharapan dalam mengejar status seorang pelayan. Wkwkwk....

Tahukah kita, sebenarnya menjadi pelayan bukanlah penderitaan apabila kita memiliki sikap kasih untuk memberi diri bagi orang lain. Itu bukanlah tugas, status ataupun jabatan. Sebaliknya itu jati diri seorang Kristen untuk mengasihi siapapun dan apapun (hewan,tumbuhan dan alam sekitar). Hanya, sering kali justru sebaliknya kita lebih ingin dilayani oleh orang lain. Alhasil, kita menderita karena pengharapan untuk dilayani dan dikasihi oleh orang lain.

Jadi kesimpulannya apa? Apakah Orang Kristen adalah orang-orang menderita? Mikir..... wkwkwkwk

Komentar