"DALAM DOAKU, KU MENGASIHIMU 2 KORINTUS 1:8-11"

 


Apakah saudara terkejut? Ketika seorang Paulus menyampaikan bahwa dirinya pernah mengeluh dan sampai berputus asa dalam pelayananya? Koq bisa ya? Tapi kenapa tidak bisa, bukankah Paulus juga manusia biasa yang memiliki kerapuhan dalam dirinya? Tentu dia juga bisa lemah dan terjatuh! Tapi bagaimana bila seorang yang menjadi gembala  dan para pelayan saudara yang mengalaminya? Apakah saudara merasa hal itu sebagai kewajaran?

Ada orang mengatakan bahwa jika kita memutuskan untuk mengasihi sesama, maka juga harus siap menangis. Itu berarti mengasihi tidak selalu membuat seseorang menjadi tertawa bahagia, melainkan bisa juga menangis. Hal itulah yang terjadi pada diri Rasul Paulus saat menuliskan surat yang menjadi bahan renungan kita kali ini. Rasul Paulus mengatakan bahwa ia menuliskan surat kedua kepada jemaat Korintus sambil mencucurkan air mata. Narasi tersebut menggambarkan kesedihan mendalam yang dialami oleh Rasul Paulus. Kesedihan yang mendalam itu ia rasakan karena jemaat Korintus yang sangat dikasihi oleh Paulus menyakiti hatinya. Mereka menyakiti hati Paulus setelah termakan hasutan dari orang-orang Kristen di luar jemaat Korintus. Orang-orang tersebut sengaja menghasut jemaat Korintus untuk memusuhi Paulus dengan mengatakan hal-hal buruk tentang dia. Dalam situasi seperti itu, Paulus mengambil keputusan untuk tidak mengunjungi jemaat Korintus. Itu bukan karena ia membenci jemaat Korintus, namun dia menyadari bahwa kesedihan yang mendalam bisa membuat emosi diri menjadi tidak stabil sehingga memicu terjadinya konflik. Rasul Paulus memilih menyelesaikan masalah dengan mereka melalui surat. Surat itu ditulis sambil mencucurkan air mata untuk menunjukkan betapa besarnya kasih Paulus kepada jemaat Korintus.

Setelah mendengarkan hal ini, tentu saudara menganggap sikap dan tindakan Paulus adalah bijak. Tapi bagaimana bila hal itu terjadi pada para Gembala dan pelaya-pelayan Tuhan di Gereja saudara? Apa yang kemudian terlintas dalam diri saudara?

Sadarkah kita, bahwa kenyataanya doa bukanlah alat untuk menodong Tuhan. Sebaliknya doa adalah alat untuk ngomong dengan Tuhan. Jika demikian, seberapa sulit bagi kita untuk menyampaikan kepedulian kita kepada Tuhan tentang penderitaan-penderitaan yang sedang dialami oleh para gembala dan pelayan kita?

Sadarkah kita, bahwa doa bukanlah alat untuk menghakimi orang lain? Sebaliknya doa adalah alat untuk mempertunjukkan kasih dan cinta kita kepada orang lain. Bila demikian, maukah kita berdoa bagi orang-orang yang mungkin saat ini terjatuh karena penderitaan dan kesesakan yang ia alami? Terlepas dari seluruh jabatan dan status sosial yang dia miliki! Maukah kita berdoa baginya?

Mungkin hanya tetesan air, tapi itu sangat berarti bagi mereka yang mendapatkan hal tersebut dari kekeringan yang dialaminya. Demikianlah kiranya doa itu ketika kita sampaikan kepada Tuhan. Maukah, saudara melakukannya?

Tak ada yang lebih membantu memperluas sudut pandang kita selain memperbesar rasa peduli kita kepada orang lain. Sebab dengan peduli kita berusaha menempatkan diri kita pada posisi orang lain, tidak memikirkan diri sendiri, dan membayangkan bagaimana rasanya bila kita yang mengalami kesulitan yang dialami orang lain itu, dan sekaligus berbelas kasih pada orang tersebut. Dari sikap demikian, kita akan melihat beberapa fakta seperti persoalan orang lain, rasa sakitnya, dan frustasinya terkadang persis atau bahkan lebih dari yang kita rasakan. Melihat fakta tersebut dan berdoa untuknya akan membuka hati kita dan memperbesar rasa peduli kita.

Aron Ginting Manik, S.Si Teol C.CM

GBKP Rg Buluh Awar (085372363155)


Komentar