"MENJADI RUMAH ROHANI BAGI ORANG LAIN - 1 Petrus 2:1-5)

 


Seperti yang kita ketahui, renungan kita kali ini menceritakan bagaimana Surat 1 Petrus 2:1-5 menjadi surat pastoral bagi jemaat yang menerima surat ini kala itu. Ditengah berbagai ancaman kehidupan beriman, Masing-masing mereka harus hidup terpencar dan menjadi pendatang di tempat asing. Jauh dari tempat asal mereka. Tidak mudah bagi mereka untuk tetap bertahan dalam iman kepada Yesus, karena banyaknya hal yang menjadi tantangan, secara sosial, budaya, politik dsb.

Surat Petrus inilah yang menjadi surat pastoral bagi mereka, agar tetap dapat memegang teguh iman dalam Tuhan. Petrus menggambarkan mereka adalah bagian dari umat Allah yang telah dipilih dan dikhususkan. Walau berada diberabagai tempat dan situasi, tapi masing-masing mereka tetap layak menerima kasih karunia dalam rancangan Tuhan (bdk Psl 1:2). Tantangen dan penderitaan sekalipun tidak akan dapat menggantikan kehidupan mereka menerima rencana baik Allah. Karena mereka berbeda dengan orang lain yang tidak mengenal Tuhan.

Namun perbedaan tersebut tidak berhenti pada hal itu saja, lebih daripada itu dalam situasi kehidupan yang begitu rumit tersebut mereka diajak untuk menjadi Rumah Rohani bagi yang lainnya. Sesuatu yang saya sederhanakan sebagai tempat sadaran bagi orang lain.

Luar biasa bukan? Dalam kehidupan yang rumit dan menyesakkan, kita diminta untuk menjadi sandaran bagi orang lain. Apakah mungkin?

Salah satu hal yang sering menjadi alasan untuk kita mengurungkan niat dalam mengambil bagian menjadi pelayan Tuhan adalah kesadaran bahwa kita sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Sehingga kita berharap dan mengundur waktu untuk menjadi Rumah Rohani bagi orang lain, ketika kita sudah baik-baik saja. Namun yang sering dan layak untuk dipertanyakan adalah “Kapan waktu dan situasi baik-baik saja?”

Jangan-jangan kita sedang berilusi bahwa ada waktu dan situasi yang kita sebut dengan “baik-baik saja”. Bukan berarti kita saya mengatakan bahwa kehidupan ini tidak pernah baik-baik saja. Sebaliknya, jangan-jangan kita terlalu negatif dengan kehidupan kita saat ini dan menganggap bahwa kehidupan kita sedang tidak baik-baik saja atau yang paling ekstrim; kita beranggapan bahwa hidup ini memang tidak pernah bak-baik saja.

Nyatanya, benar bahwa orang-orang dengan pemikiran tersebut tidak akan pernah bisa menjadi rumah rohani bagi orang lain. Sebab, mereka selalu berusaha menyelesaikan segala hal dalam kehidupannya. Lupa, bahwa banyak hal yang sering kali tidak dapat terselesaikan dan kita terus berjalan sampai saat ini bukan karena semua hal itu terselesaikan. Sebaliknya, kita dapat bertahan dan menjalani hidup yang mungkin saat ini sangat menyesakkan karena Tuhan yang ikut campur dalam kehidupan kita.

Lalu bila, demikian? Apalagi alasan bagi orang-orang yang menyadari bahwa segala hal tidak dapat terselesaikan? Bukankah kita telah menyadari bahwa sampai kita mati sekalupun, kita masih masih meninggalkan masalah yang belum terselesaikan?

Pada akhirnya, memberi diri sebagai Rumah Rohani bukan tentang waktu dan situasi yang baik-baik saja. Bukan pula menipu diri dan beranggapan bahwa kita sedang baik-baik saja disituasi yang benar-benar menyesakkan bagi kita. Tapi kesemua ini, tentang penyerahan diri kepada Tuhan sebagai perpanjangan tangan kasihNya untuk orang lain. Sebab dalam kesesakan sekalipun, Tuhan juga memakai kita untuk menjadi Rumah Rohani / sandaran bagi kehidupan orang lain. Pertanyaannya sekarang, sampai kapan kita mencari-cari alasan untuk menolak panggilan itu?

Aron Ginting Manik, S.Si Teol C.CM

GBKP Rg Buluh Awar (085372363155)


Komentar

Anonim mengatakan…
Mantap