ANAK ANDA ADALAH PESAN HIDUP ANDA - 1 SAMUEL 2:18-21

 


Setiap anak terlahir oleh harapan dan cinta orang tua. Mereka tidak dapat memilih untuk hadir dan lahir di dunia, tetapi beberapa orangtua mendapat kesempatan dari Tuhan untuk berharap memiliki anak. Karena itu, pertanyaan yang sering kali disampaikan kepada orangtua adalah, “Apa harapan Anda terhadap Anak-anak?” Tentu jawaban akan beragam sekali, mulai dari ingin memiliki anak yang penurut, pintar, tidak nakal, membanggakan orangtua, dsb. Wajar ketika memiliki anak, setiap pasangan mempunyai pengharapan seperti jawaban diatas. Namun, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, “Bagaimana pola asuh orang tua untuk mencapai apa yang diharapkannya?”. Sama halnya dengan jawaban sebelumnya, cara yang diterapkan setiap orang tua tentu bervariasi. Jangankan antar oranag tua, tidak jarang masing-masing pasangan memiliki prinsip berlainan ketika mengasuh anak. Misalnya saja, Ayah menerapkan pola asuh yang cenderung disiplin, sebaliknya ibu lebih longgar dalam menerapkan aturan dan terjadi kemudian, orangtua bertengkar, saling menyalahkan serta menganggap sikapnya lah yang paling tepat. Lalu, adakah akibatnya bagi anak? Tentu saja, salah satunya adalah anak bingung karena adanya dua bentu pola asuh yang pada akhirnya membuat mereka memilih mana yang dinilai lebih menyenangkan, memudahkan, ataupun menguntungkan dirinya. Lalu, bagaiaman? Masa depan anak-anak akan menjadi bom waktu atau kuntum bunga yang menunggu mekar. Ketika anak-anak tidak seperti yang diharapkan orangtua, maka mereka akan menjadi bom waktu bagi keluarganya. Sebaliknya, jika anak-anak seperti yang diharapkan orangtua, maka ia menjadi sekuntum bunga yang mekar dan memberikan keharuman bagi keluarganya.

Jhon F. Kennedy mengatakan “ Anak anak adalah pesan hidup yang kita kirim ke waktu yang tidak akan kita lihat” karena anak tersebut merupakan pesan hidup tentu apa isi pesan yang akan disampaikan oleh anak anak tersebut tergantung kepada bagaimana orang tua memperhatikan dan mendidiknya sewaktu diberi kesempatan hidup bersama dengan anak tersebut. Tentu kita semua sebagai orang tua menginginkan anak tersebut membawa pesan yang baik dan menjadi saksi bagi kemulian nama Tuhan.

Nah, lalu bagaimana caranya?

Jelasnya, bila kita belajar pada orangtua Samuel yakni Hana dan Elkana, maka kita melihat bagaimana anak yang dipersembahkannya kepada Tuhan tidak pernah dilupakannnya. Bahkan mereka tetap menaruh perhatian yang terlihat jelas dengan mengunjungi Samuel untuk memberikan perlengkapan pakaiannya. Sehingga pertumbuhan dan kembangnya diketahui oleh Hana dan Elkana.

Saya teringat dengan cerita seorang Bapak yang karena tanggung jawab kerjanya di pertambangan, harus meninggalkan anak-anaknya yang masih balita dan istrinya dirumah. Sampai dirinya pulang, ketika anaknya sudah masuk sekolah dasar dan tidak mengenali Ayahnya lagi. Tentu semua dikarenakan masalah pekerjaan dan tanggung jawab. Sisi lain, pada masa itu komunikasi tidak semudah sekarang ini. Lalu, yang menjadi pertanyaan, bagaimana bentuk perhatian kita yang mungkin saat ini memiliki waktu banyak dengan anak-anak? Hidup dengan kemudahan komunikasi seperti sekarang ini? Apakah, anak-anak anda mengenali orangtuanya?

Saya sering menangkap beberapa hal penting dalam pola asuh anak, secara khusus mengenai Orangtua yang harus mampu menyesuaikan diri dengan anak. Sesuatu yang mengingatkan saya tentang tulisan Paulus bagi jemaat Galatia 6:1-9. Tentu, konteks ini berbeda karena bukan kepada anak. Tapi, bagaimana kalau kita melihat anak-anak juga setara dengan kita? Tidak ada hirarki, mampukah kita melakukannya?

Bila kita memperhatikan, hal pertama yang Paulus sampaikan dalam suratnya adalah anjuran untuk membimbing orang lain dengan lemah lembut. Bagaimana bila, hal serupa dapat juga kita lakukan pada pola asuh Anak-anak kita?

Hal kedua yang Paulus sampaikan dalam suratnya adalah untuk setiap kita boleh bermegah atas kebaikan dan keberhasilan kita di masa lampau, namun bukan untuk membandingkannya dengan anak. Nah, bagaimana bila hal serupa juga kita lakukan pada pola asuh anak-anak kita?

Hal ketiga yang Paulus sampaikan dalam suratnya adalah anjuran untuk menanamkan nilai-nila baik dari Firman Tuhan dalam diri orang lain. Nah, bagaimana bila hal serupa juga kita lakukan pada pola asuh anak-anak kita?

Atau jangan jangan kita dapat berlaku baik pada orang lain, namun tidak pada keluarga kita sendiri? Hayoo.......

Terakhir, Dewasa ini, orangtua yang pada dasarnya menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka, tanpa sadar juga melakukan kesalahan dalam penerapan pola asuh terhadap anak-anak. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain:

1.      Memberi banyak pilihan

Terlalu banyak memberikan pilihan dapat membuat anak kewalahan.

2.      Terlalu dimanjakan 

Berusaha memenuhi setiap permintaan anak akan membuat anak sulit merasa puas dan membuat mereka suka memaksa.

3.      Membuat anak sibuk

Anak yang terlalu sibuk selain kelelahan juga bisa membuatnya jadi korban bullying.

4.      Kepintaran dianggap paling penting

Membangga-banggakan prestasi akademik anak dapat membuat anak menjadi arogan dan merasa orang lain lebih bodoh. Kondisi ini justru membuat anak dijauhi teman-temannya.

5.      Menyembunyikan topik sensitif seperti seks

Kebanyakan orangtua takut membicarakan soal seks dan percaya bahwa menghindari diskusi ini dengan anak-anak mereka bisa membuat anak terhindar dari perilaku seksual tidak pantas. Padahal, topik tentang pendidikan seks bisa dimulai sejak dini, disesuaikan dengan pemahaman anak.

6.      Terlalu sering mengkritik

Anak yang orangtuanya terlalu sering mengritik akan tumbuh menjadi anak yang kurang percaya diri atau menuntut kesempurnaan dalam segala hal. Saat ia melakukan kesalahan, mereka merasa tidak berguna dan marah.

7.      Membebaskan anak nonton tv atau main gadget

Batasi waktu Anda menatap layar elektronik, entah itu televisi, ponsel, atau gadget lain. Bahkan, seharusnya anak tidak diperkenalkan dengan gadget sebelum mereka berusia di atas dua tahun.

8.      Terlalu melindungi anak 

Naluri orangtua adalah melindungi anak, tetapi bukan berarti anak harus “dipagari” dari kesusahan. Pola asuh seperti ini dapat membuat anak kurang bersyukur dan menghargai sesuatu. Terkadang anak juga perlu belajar menghadapi kehilangan atau masalah.

Beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua untuk dapat memberikan pola pengasuhan yang baik pada anak adalah:

1.      Memberikan pujian atas usaha yang sudah dilakukan anak.

Hal ini bisa membangun rasa percaya diri anak.

2.      Hindari anak dari trauma fisik dan psikis.

Marah kepada anak atas kesalahan yang mereka lakukan adalah hal yang wajar, sebatas tujuannya adalah untuk mengajarkan anak.

3.      Penuh kasih sayang.

Dukung perkembangan anak dengan memberikan kasih sayang dan kehangatan. Sikap hangat dari orangtua akan membantu mengembangkan sel saraf dan kecerdasan anak.

4.      Tidak membandingkan anak dengan anak lain.

Setiap anak memiliki keunikannya masing-masing, sehingga tiap anak akan memiliki kelebihan dan kekurangannya. Yang perlu dilakukan orangtua adalah fokus mengembangkan kelebihannya.

5.      Tidak otoriter.

Jangan memaksakan kehendak orangtua kepada anak. Sebaliknya, orangtua harus menjadi fasilitator yang dapat mengembangkan bakat anak.

6.      Berikan tanggungjawab.

Mengajarkan tanggung jawab kepada anak dapat dilakukan sedini mungkin agar anak dapat perduli terhadap sekitarnya.

7.      Penuhi kebutuhan gizi 

Makanan merupakan faktor penting yang menentukan kecerdasan anak.

8.      Menciptakan lingkungan yang positif.

Lingkungan yang mendukung terhadap bakat dan kreativitas anak, orangtua yang selalu memberikan pandangan positif pada anak, akan dapat membentuk anak menjadi individu yang lebih mandiri dan tidak mudah putus asa.

9.      Aktif berkomunikasi dengan anak.

Ada baiknya bila anak dan orangtua saling terbuka, sehingga anak akan lebih nyaman untuk bercerita kepada orangtua.

BAGAIMANA DETAILNYA? Percayalah, bahwa para teolog (Pendeta,Vikaris, Detaser) tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan untukmu. Datanglah kepada para dokter ataupun ahli yang membidanginya.

Komentar