PENDIDIKAN DAN HIKMAT TUHAN (Ulangan 6:1-9)

 


Salah satu kegiatan yang masih dijaga dalam tradisi Yahudi adalah Orang tua melafalkan hukum Taurat dan pribadi Allah. Ini menjadi topik utama dalam proses pendidikan Orang tua kepada anak. Dengan kata lain, Kitab Suci dari Agama Yahudi yakni Taurat menjai sumber utama pengetahuan mereka dalam menjalani kehidupan dan mengenal Tuhannya. Sehingga, anak-anak Yahudi sangat tahu identitasnya, keyakinannya dan sangat militan dengan imannya kepada Allah.

Apakah ini menjadi jaminan? Tidak! Terlebih lagi, bila kita tidak melakukannya!

Sejak bergabung dalam komunitas Anakku Buah Baraku, yakni komunitas yang bergerak pada pendidikan dari orang-orang karo diaspora. Saya menemukan perubahan tanggung jawab besar yang diberikan kepada orang tua bagi Guru di Sekolah dan Guru di Sekolah Minggu, daripada mereka sendiri. Bahkan, tidak jarang orang tua melemparkan tanggung jawab ini dikarenakan mereka telah membayar mahal untuk pendidikan.

Bagi banyak orang, mendidik anak itu adalah memasukkan mereka ke sekolah. Pendidikan yang baik artinya memasukkan anak-anak ke sekolah yang baik, atau dikenal dengan sekolah favorit. Maka, orangtua rela menitipkan anaknya ke tempat lain, agar mereka mendapat pendidikan yang baik, alias mendapat sekolah yang baik.

Apakah itu sebuah pilihan yang buruk? Tidak. Hanya saja menimbulkan pertanyaan soal tanggung jawab pendidikan anak. Ketika anak kita titipkan pada orang lain, lantas apa peran kita sebagai orangtua dalam pendidikannya? Pendidikan anak itu tanggung jawab orangtua. Saya kira tidak ada yang menyangkal pandangan ini. Lalu, apa peran sekolah? Sekolah, bagi saya, hanyalah institusi yang membantu setiap orangtua dalam mendidik anak. Peran orangtua tetap yang utama. Jangan sampai terbalik, seolah sekolah memegang peran utama, sehingga orangtua bisa lepas tangan kalau sudah memasukkan anak ke sekolah.

Porsi terbesar dalam pendidikan anak termasuk agama, sebenarnya tidak melalui proses pengajaran, tapi melalui interaksi. Kita berinteraksi dengan anak setiap hari, dari situ kita menanamkan nilai-nilai. Interaksi itu dimulai dari sapaan, sentuhan, dan berbagai aktivitas yang kita lakukan bersama. Pembangunan karakter tadi tidak bisa hanya melalui nasihat verbal saja. Karena itu, interaksi adalah pusat dalam pendidikan anak kita.

Saat anak sudah hadir di kandungan, pasangan orang tua harus tahu bagaimana ia harus diperlakukan. Salah perlakuan bisa membuat bayi tadi terancam jiwanya, atau lahir cacat. Saat bayi sudah lahir, maka orangtua harus tahu bagaimana cara merawatnya. Perawatan diperlukan tidak hanya untuk fisik saja, tapi juga untuk kebutuhan psikisnya. Demikian pula seterusnya. Orangtua tidak boleh berhenti belajar, guna memenuhi kebutuhan untuk mendidik anak-anaknya.

Karena itu, menarik dalam perjanjian antara orang tua dan Gereja ketika membawa anak-anaknya untuk dibaptiskan. Orangtua berjanji untuk mendidik mereka sampai mereka secara mandiri mengakui dan menyaksikan imannya kepada banyak orang.

Dari sisi anak-anak masa kini (Gen Z), pendidikan sekolah maupun pendidikan dalam Gereja sedang dipertanyakan. Bahkan tidak jarang, diantara anak-anak masa kini beranggapan bahwa Pendidikan dalam sekolah itu tidak penting atas dasar tokoh tokoh besar yang berhasil tanpa melewati pendidikan sekolah. Adapula yang mempertanyakan pendidikan dalam Gereja, karena penyelewangan dan persoalan-persoalan yang mereka dengar terjadi pada Guru Sekolah Minggu ataupun para pelayan Gereja lainnya.

Tentu hal ini dikarenakan keberlimpahan informasi yang mereka terima, tanpa penyaring apapun. Mereka melihat banyaknya orang-orang yang berhasil tanpa melewati pendidikan formal. Padahal bila kita telusuri kembali; Mark Zuckerberg dan Bill Gates di Drop Out dari Harvard University. Kampus yang untuk berkuliah di tempat tersebut sangat kecil peluangnya. Bahkan membandingkan mereka dengan jutaan manusia tidak mengmban pendidikan formal yang menjadi penggangguran dan bahkan menjadi pelaku kriminal. Tentu sangatlah tidak relevan.

Benar, bahwa banyak sarjana yang pengangguran. Tentu itu bukan kesalahan dari Sekolah! Sebaliknya, pendidikan formal hanya memperbesar peluang kita untuk menjadi sukses dengan ukuran kita masing-masing. Dengan kata lain, mereka yang berhenti dari pendidikan formal akan memperkecil peluang untuk menjadi sukses.

Tidak jauh berbeda dengan pendidikan dalam Gereja. Hal ini juga dipertanyakan, karena keberlimpahan informasi dari Dunia Digital maupun orang tua mereka masing-masing. Mereka menerima tanpa menyaring sama sekali. Tidak heran, banyak anak-anak masa kini menerima paham relativisme yang beranggapan bahwa kebenaran setiap agama adalah benar menurut setiap pemeluknya. Tidak ada lagi sikap militan pada kekristenan.

JADI, KITA AKAN KEMANA?

Seorang pelaut tua berulangkali tersesat di laut, sehingga teman-temannya memberikan sebuah kompas kepadanya dan mendesaknya untuk menggunakannya. Saat berlayar dengan kapalnya, ia mengikuti petunjuk mereka dan membawa kompas itu. Tetapi seperti biasanya, ia menjadi bingung dan tidak dapat menemukan jalan pulang. Akhirnya, ia ditolong oleh teman-temannya.

Muak dan tidak sabar dengannya, mereka bertanya, "Mengapa kamu tidak menggunakan kompas yang kami berikan? Kamu dapat menghindarkan kami dari banyak masalah!"

Pelaut itu menjawab, "Saya tidak berani! Saya ingin pergi ke Utara, tetapi walaupun saya telah mencoba sekuat tenaga untuk membuat jarum itu menunjuk ke utara, tetap saja jarum itu menunjuk ke arah Tenggara." Ia begitu yakin bahwa ia tahu ke arah mana utara itu sehingga dengan keras kepala ia mencoba memaksakan keyakinannya terhadap kompas tersebut.

Apa yang terjadi pada pelaut tidak jauh berbeda dengan yang terjadi dalam kehidupan kita sekarang ini. Kita berpikir hikmat Allah adalah hikmat kita. Kita lupa, segala sesuatu ada dasarnya dan segala sesuatu ada aturannya. Sebagai seorang Kristen, dasar kita adalah Firman Tuhan dan aturan kita adalah kehidupan Yesus dan pengajarannya. Itulah mengapa kita orang Kristen disebut, pengikut Yesus. Karena hikmatNya yang menuntun dan mengajarkan kita. Tetapi, bagaimana faktanya? Firman Tuhan bukan lagi menjadi petunjuk, melainkan alat untuk meluruskan kepentingan kita. Sedang kehidupan Yesus dan pengajaranNya hanya menjadi pilihan bukan tuntunan. Sehingga kita memilih sesuai dengan yang kita inginkan tidak membiarkannya menjadi tuntunan dalam kehidupan.

Saudaraku, percayalah akan hal ini; apakah saudara orangtua ataupun anak-anak. Percayalah, bahwa mereka yang mengikuti instruksi dari Allah dan peringatan-Nya dihindarkan dari pengembaraan yang tak perlu dan dari sakit hati karena kekaraman dan kehancuran. Kita harus bertanya kepada Allah untuk menunjukkan jalan. Kemudian marilah mempercayai petunjuk arah melalui Firman-Nya

Komentar

Anonim mengatakan…
Org Tua = Guru pertama dan utama.😁
Takut akan Tuhan adlh permulaan pengetahuan. 🙏😊
Aron Ginting Manik (AGM) mengatakan…
Amin, Terpujilah Tuhan