GEREJA, BUKAN SEKEDAR HORMAT TAPI BERDAMPAK Roma 13:1-7



 Bolehkah kita bertanya-tanya, apakah benar Surat Rasul Paulus kepada umat di Roma (Roma 13:1-7) mengharuskan jemaat Kristiani untuk takluk kepada pemerintah, karena pemerintah itu ditetapkan oleh Allah? Bila kita perhatikan sikap takluk kepada pemerintah yang dituliskan oleh Rasul Paulus, dianjurkan bukan saja dengan tidak melawan pemerintah. Lebih dari hal itu, melalui ayat ini kita diberikan nasihat untuk berbuat baik dan membayar pajak. Nasihat ini, tentu bukanlah sebuah dogma atau suatu doktrin yang harus diikuti lurus-lurus, melainkan sebuah nasihat pastoral untuk jemaat Roma yang berada dalam situasi tertentu. Dengan kata lain, Roma 13:1-7 tidak meminta kita takluk secara membabi buta kepada pemerintah dan kehilangan sikap kritis terutama terhadap pemerintah yang zalim.

Harus disadari bahwa teks ini memang mengatakan kita harus takluk (hupotasso), tetapi bukan menaati (hupakouõ), secara mutlak dalam segala hal, apalagi menaati secara membabi buta. Kita diminta memakai hati nurani, bukan bertindak seperti robot. Kita takluk atau menuruti pemerintah bukan hanya karena mereka telah mengatakan demikian, melainkan karena suara hati kita membenarkannya. Banyak tokoh dalam Kitab Suci menunjukkan perlawanan terhadap pemerintah dan mereka tidak dianggap melawan ketetapan Allah.

Contohnya; Bonhoeffer menentang keras saat gereja mulai tidak punya arah, terombang-ambing dan hanya mencari kenyamanan bagi orang yang sudah selamat daripada mencari jiwa yang hilang. Pada tahun 1933, Adolf Hitler menjadi Fuhler, Kanselir Jerman, Bonhoeffer secara terang-terangan menentang politik NAZI yang sangat kejam tak bermoral yang dipropagandakan Hitler. Namun banyak orang di dalam kepemimpinan gereja hanya berdiam diri. Tentangan Bonhoeffer terhadap tindak kejahatan Nazi berlanjut dalam kegiatan perkuliahan dan artikel-artikel yang dipublikasikan. Ia mengecam pimpinan gereja karena tidak menyuarakan seruan demi kepentingan para korban politik Nazi dan menemukan jalan untuk menemukan bantuan.

Dengan kata lain, para pejabat pemerintah mendapat kuasa dari Allah untuk kebaikan orang yang dipimpinnya. Kebaikan-kebaikan itu biasanya tertuang dalam konstitusi, yang menjamin perlindungan dan keamanan warga negara. Karena itu, pemerintah harus taat kepada konstitusi, sebagai tanda bahwa ia ditetapkan oleh Allah. Jika dia tidak taat kepada konstitusi, tentu bisa diragukan apakah ia benar-benar ditetapkan oleh Allah. Dalam hal ini kita memiliki hati nurani untuk bisa menilai apakah pemerintah melakukan sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah yang menetapkannya

Nah, yang menjadi pertanyaan “Apakah Pemerintah kita Sungguh Mengerikan? Ataukah ini hanya soal perbedaan perspektif dalam melihat kebijakan-kebijakan dari Pemerintah?

Sederhananya, Gereja terpanggil untuk melayani. Ia tidak dapat mengklaim ada iman di dalam dirinya, tanpa mengekspresikannya ke luar. Ia tidak dapat mendengar suara Tuhan tanpa mengekspresikannya ke luar. Ia tidak dapat mendengar suara Tuhan tanpa mendengar erangan dan ratapan seluruh ciptaan. Ia tidak dapat mengatakan telah menerima terang, tanpa memancarkan terang itu. Hal ini layak untuk kita refleksikan, apakah Gereja memiliki program-program yang berbicara akan hal ini? Ataukah Gereja masih sibuk dengan dirinya sendiri?

Kembali pada Roma 13:1-7, Sadarkah kita? Para pejabat pemerintah yang dibicarakan di sini adalah para pejabat pemerintah tertentu bukan pemerintah sebagai sebuah entitas politik. Konteks perikop ini adalah kembalinya orang Yahudi ke kota Roma. Sebelumnya, mereka diusir oleh Kaisar Klaudius karena kericuhan yang terjadi antara orang Yahudi yang Kristen dan non Kristen merusak ketenteraman kekaisarannya. Ketika orang Yahudi kembali lagi ke Roma, setelah kematian Klaudius, terjadi lagi ketegangan, tetapi kali ini ketegangan dalam Gereja sendiri, yakni ketegangan antara orang-orang Kristen Yahudi dan Kristen non-Yahudi. Ketegangan antar etnis ini menimbulkan ketakutan jangan-jangan pejabat Romawi mengusir mereka lagi. Oleh karena itu, Paulus menulis surat Roma 13:1-7 ini, meminta mereka takluk kepada pemerintah (Sinaga 2007, 118). Dengan kata lain, ajakan dalam Roma 13:1- 7 “bukanlah ajaran umum tentang hubungan jemaat dengan Negara, melainkan nasihat khusus untuk situasi ketegangan intern sebuah jemaat, disertai ketakutan jemaat itu terhadap intervensi baru penguasa Roma” (Harun 2015, 8)

Septemy E. Lakawa (2015, 21-22), melihat bahwa rasa takut yang dimaksud oleh Paulus dalam Roma 13:1-7 ini bukanlah pertama-tama rasa takut akan intervensi pemerintah, para pejabat yang menjaga ketertiban ruang publik, melainkan takut akan terjadinya perpecahan dalam jemaat Kristen

Menarik ya? Jadi bagaimana? Apakah setelah mengetahui realitas ini, kita menjadi tidak memiliki rasa hormat pada pemerintah?

Jika gereja mengaku percaya bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan atas seluruh kosmos maka tanda-tanda Kerajaan Surga. seperti keadilan, kebenaran, dan kasih harus dinyatakan tidak saja dalam lingkungan tembok gereja, tetapi juga harus dinyatakan di semua elemen kehidupan yang ada. Maggay (1996,14) mengatakan, “The ecclesia visibilis is not just the church at worship but the church in the market place, the church in the academe or the church in politics."

Jadi, Bagaimana?

Kita mesti memperjuangkan hak-hak kita. Namun, kita juga harus memahami dengan baik kewajiban-kewajiban kita. Apa yang terjadi pada Gereja dan Pemerintahan di konteks kita masing-masing, tentu berbeda-beda.

Benar, bahwa kita memiliki Presiden, namun kita juga memiliki Gubernur, Walikota, Bupati, Kepala Desa, Kepala Lurah, Kepala RT/RW. Yang semuanya memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing. Jangan sampai salah dan keliru.

Gereja merupakan bagian integral dari sistem sosial. Secara khusus, sebagai bagian dari struktur masyarakat perkotaan, Gereja berada dekat dengan pusat-pusat kekuasaan dan aktivitas-aktivitas politik terkait dengan penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat. Itu berarti Gereja mempunya akses untuk turut terlibat dalam ranah publik dan dapat memengaruhi proses pembahasan serta pengambilan keputusan-keputusan terkait arah dan kebijakan pemerintah. Jangan sampai diskursus dan praksis publik politik ini hanya menjadi topik-topik kedai kopi saja.


Komentar

Anonim mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
Anonim mengatakan…
Loud and clear.