AKU DIPAKSA DAN DIPILIH JADI PELAYAN-NYA? Filipi 1:12-17

 


Beda tempat dan beda cara, demikianlah nasihat yang selalu diberikan kepada saya dalam setiap pelayanan yang diberikan. Mengapa? Ketika saya mengajak para pelayan di Desa berefleksi tentang cara dan tanggung jawabnya melayani seperti apa, maka jawaban yang paling saya sering temukan adalah “Sayapun sebenarnya tidak menerima dan dipaksa untuk menerima panggilan ini!”

Menarik bukan? Saudara yang terbiasa dengan jawaban ini, tentu tidak akan terheran-heran. Tapi hal ini cukup mengherankan saya. Mengapa? Bukankah Gereja tidak hanya sebuah institusi pada umumnya? Bukankah pelayanan pada jemaat adalah tanggung jawab pada Tuhan? Lalu mengapa hal ini seolah-olah dan dianggap jadi alasan paling tepat untuk menghindari pelayanan dan tanggung jawab sebagai seorang pelayan?

Tentu saya juga mengakui, persoalan yang sering terjadi bukan pada “Apa yang mereka lakukan”, melainkan “Mereka tidak mengerti menjalankan yang seharusnya. Misalnya, tidak jarang Gereja-Gereja di Desa mengalami kendala pada proses pelayanan disebabkan oleh aturan-aturan dan sistem panduan dari Sinodal tidak berlangsungkan sebagaimana adanya. Hal ini ternyata membuat kegiatan-kegiatan gereja semakin rumit dan menambah beban tersendiri bagi para pelayan di setiap desa.

Faktor lainnya, adalah para pelayan sering kali menghadapi persoalan dalam mengatur waktu. Hal ini saya analisa dari berbagai tempat pelayanan yang sering dijumpai, bahwa mereka sudah kelelahan dengan rutinitas pekerjaan dan tambahan upacara-upacara adat yang diberlangsungkan. Hal ini sering membuat mereka terkendala dalam menyelesaikan tanggung jawab. Alhasil, kendala-kendala semacam ini membawa pada pembelaan-pembelaan seperti yang saya sebutkan diawal.

Padahal bila kita melihat kembali pada bahan refleksi kita, seorang Paulus juga seorang pelayan Tuhan yang bekerja sebagai pembuat tenda. Tidak berhenti pada hal itu saja, beberapa kali disebutkan dirinya tidak mengambil hak yang seharusnya diterima dalam setiap pelayanan.

Tentu hal ini dapat mudah terbantahkan, bahwa pada akhirnya Paulus tidak memiliki keluarga yang dinafkahi. Sementara para pelayan yang ada didesa memiliki keluarga dan tanggung jawab untuk menafkahi. Tapi bila dilihat kembali, apakah pelayanan mengurangi perekonomian para pelayanNya, sampai-sampai hal ini menjadi alasan terbesar untuk tidak bertanggung jawab pada pelayanan? Atau jangan-jangan hal ini persoalan karena Tata aturan dan panduan yang diberikan oleh Sinodal tidak diberlakukan. Sampai-sampai ada banyak waktu yang terbuang untuk perdebatan yang sia-sia, dan banyak waktu yang dihabiskan untuk kegiatan yang sifatnya justru tidak membangun alias cuman bicara sana-sini tanpa melakukan aksi sama sekali?

Pada akhirnya, saya menyadari sekalipun semua hanya alasan belaka, namun tetap layak dipertimbangkan. Sebab memang demikian halnya yang terjadi. Tapi apakah renungan ini hanya berhenti pada hal ini? Tidak! Justru ini hanya awal pembicaraan kita!

Faktanya, kemerosotan terjadi pada rasa empati! Semua hanya menjadi “PEMERHATI” dan lupa untuk melakukan aksi. Terbukti, bahwa tingkat partisipasi dalam pelayanan-pelayanan Gereja sangatlah kurang! Semua hanya sibuk untuk mempertanyakan tanggung jawab para pelayan tanpa membantu para pelayan. Tidak jarang, Gereja dianggap sebagai tempat-tempat komersial yang dibayar untuk menerima pelayanan dengan penuh. Tapi benarkah kita mampu melakukannya kepada Tuhan Sang Empunya Gereja? Hati-hati.. jangan angkuh pada Tuhan!!

Lebih menarik lagi, ketika menjadi pelayan Tuhan dan beranggapan sebagai “EMPUNYA GEREJA”. Hahaha Luar biasa bukan? Hal ini sering kali terjadi pada orang-orang yang sudah lama melayani dan lupa diri bahwa dirinya mendapatkan anugerah dari Tuhan untuk melayani jemaat. Bukan dianugerahkan untuk menguasai jemaat! Mereka-mereka yang seperti ini, sering berangapan bahwa tanpanya Gereja tidak akan berjalan dengan semestinya. Mereka lupa, bahwa Gereja tidak berjalan justru karena orang-orang yang demikian! Wkwkwkwkwk.. Benar bukan?

Tapi, bagaimana pun yang terjadi pada situasi pelayanan ataupun Gereja kita saat ini. Satu hal yang menarik untuk kita ingat, dari apa yang Paulus sampaikan;

Mereka ini memberitakan Kristus karena kasih, sebab mereka tahu, bahwa aku ada di sini untuk membela Injil, tetapi yang lain karena kepentingan sendiri dan dengan maksud yang tidak ikhlas, sangkanya dengan demikian mereka memperberat bebanku dalam penjara. Tetapi tidak mengapa, sebab bagaimanapun juga, Kristus diberitakan, baik dengan maksud palsu maupun dengan jujur. Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita, karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan pertolongan Roh Yesus Kristus.

Hal ini sering kali kita lupakan, bahwa kita condong pada persoalan dan setiap masalah. Kita lupa bahwa Tuhan selalu memiliki cara dengan bagaimanapun untuk mengajari kita. Termasuk dari para pelayan-pelayan yang palsu sekalipun! Tuhan dapat memberikan pengajaran itu untuk kita.

Karena itu, ini bukan tentang siapa yang salah dan saling menyalahkan. Tapi tentang bagaimana setiap dari kita mempertanggung jawabkan anugerah yang telah dia berikan kepada kita? Jangan sampai, karena perspektif kita yang salah dan fokus kita pada yang salah. Justru menghambat kita untuk berkembang.

Atau..... Jangan-jangan kitalah yang menjadi permasalahan dan penghambat untuk orang lain melayani? Hayoooooo lo....

Komentar

Anonim mengatakan…
Bujur Pdt
Anonim mengatakan…
Luar biasa